Bali Simbar

Selasa, 31 Januari 2023

TUMPEK WARIGA “AMRETANING SARWA TUMUWUH NGARDI KARAHAYUAN JAGAT”

 TUMPEK WARIGA

“AMRETANING SARWA TUMUWUH NGARDI KARAHAYUAN JAGAT”

Tumpek wariga merupakan hari raya agama hindu yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali. Kalimat Tumpek wariga terdiri dari 2 kata yaitu tumpek dan wariga. Tumpek berasal dari kata “Tampek” yang artinya mendekat, kemudian wariga memiliki arti hari baik, nama wuku dan pelestarian tumbuhan. Dalam hal ini tumpek wariga memiliki makna mendekatkan diri kepada tumbuh-tumbuhan dengan cara menjaga dan memeliharanya. Tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan manusia sangat memerlukan kehadiran dari segala macam tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk menghasilkan oksigen serta digunakan juga sebagai bahan makanan.

Pelaksanakan hari raya tumpek wariga sendiri menurut lontar sundari gama disebutkan “Wariga Saniscara Kliwon, ngaran panguduh pujawali Sanghyang Sangkara, apan sira amrtaken sarwaning tawuwuh”, yang memiliki arti pada hari Saniscara Kliwon Wuku Wariga, disebutlah hari panguduh. Suatu hari untuk memuja Sanghyang Sangkara, sebab Beliaulah yang menciptakan segala tumbuh-tumbuhan. Jadi tumpek wariga dilaksanakan setiap sabtu kliwon wuku wariga untuk memuja manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Dewa Sangkara yang merupakan dewanya dari segala macam tumbuh-tumbuhan. Tumpek wariga oleh masyarakat hindu sendiri disebut juga tumpek bubuh dan tumpek pengatag.

Prosesi upacara dalam pelaksanaan tumpek wariga itu sendiri yang menjadi ciri khasnya adalah umat hindu menghaturkan banten tipat taluh dan tipat gatep, kemudian menghaturkan bubur sumsum sebagai sesajinya. Tipat taluh memiliki makna sebagai purusa, sedangkan tipat gatep itu sebagai pradana. Hal ini memiliki makna dengan bertemunya purusa dan pradana akan menghasilkan buah hasil dari yang ditanam. Sesajen bubur memiliki makna agar tanaman yang ditanam itu menjadi subur.

Untuk mengiringi prosesi upacara tersebut terdapat pula sebuah sesontengan yakni “Dong…dong…I Kaki kija? Ia gelem. Gelem kenken? Gelem ngeed…ngeed…ngeed”, yang memiliki makna Dong berarti dadong merupakan simbul pradana, sedangkan Kaki merupakan simbul purusa, dalam hal ini harapannya apapun yang ditanam agar mendapatkan hasil. Kearifan lokal Bali memiliki keunikan tersendiri untuk menjaga dan melestarikan segala jenis tumbuh-tumbuhan. Keunikan yang dimaksud adalah ada beberapa pohon atau tanaman lainnya diselimuti oleh kain (seperti kain putih, kuning, poleng) selain dipercayai sebagai tempat yang gaib juga memiliki makna agar manusia tidak menebang atau merusak pohon tersebut.

Konsep pelaksanaan tumpek wariga ini merupaka penerapan dari ajaran Tri Hita Karana. Seperti diketahui Tri Hita Karana merupakan tiga prinsip hidup untuk mencapai kebahagiaan, yaitu dengan cara menjalin hubungan harmonis dengan Tuhan (Parhyangan), manusia (Pawongan) serta lingkungan (Palemahan). Pelaksanaan tumpek wariga ini erat kaitannya dengan palemahan karena sebagai manusia harus menjaga keharmonisan dengan lingkungan yang dalam hal ini adalah segala jenis tumbuhan.

Dalam keyakinan masyarakat Bali dipercaya untuk melaksanakan penanaman tumbuhan itu memiliki harinya masing-masing sesuai dengan golongan tanaman tersebut. Misalnya seperti jenis sayuran (soroh madon), jenis bunga (sarwa sari), jenis biji-bijian (pala wija), jenis buah-buahan (pala gantung), jenis turus, jenis tumbuhan yang memiliki buku, dan jenis umbi-umbian (pala bungkah) seperti yang termuat dalam kesusastraan Bali berupa Pupuh Sinom berikut ini :

            Yan nuju matetanduran,

Sapta warane hitungin,

Soroh medon yan anggara,

Bhuda nandur sarwa sari,

Pala wija wrahaspati,

Sukra nandur pala gantung,

Sarwa turus saniscara,

Sarwa buku ring redite,

Soma nandur,

Pala bungkah ento ingetang.

Yang artinya : kalau ingin menanam tumbuhan agar memperhatikan harinya, jenis sayuran ditanam hari selasa, jenis bunga hari rabu, jenis biji-bijan hari kamis, jenis buah-buahan hari jumat, jenis turus hari sabtu, jenis tumbuhan yang memiliki buku hari minggu, serta jenis umbi-umbian hari senin.

 

Melalui pelaksanaan tumpek wariga kita jaga dan lestarikan alam yang ada di bumi ini !!!

Teruslah bergerak, walaupun sedikit yang penting berdampak.

Salam dan Bahagia.

Rahayu.

 

Saniscara Kliwon Wariga, 10 Desember 2022

I Wayan Adi Upadana, S.Pd.B., M.Pd 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar