SUSASTRA BALI
PESAN KARAKTER SANG KAWISWARA
Oleh : I Wayan Adi Upadana
Abstrak
Susastra
Bali merupakan aktivitas kreatif dengan memanfaatkan sarana bahasa Bali sebagai
sebuah wahana penyampaian ide baik lisan maupun tulisan, baik dengan huruf bali
maupun huruf latin. Susastra bali menjadi media kreatif yang menggambarkan
keindahan sebuah bahasa yang dipadu dalam sebuah seni yang berwujud gancaran
(prosa) dan gegendingan (puisi). Jika ditelusuri secara mendalam, maka
bisa kita menarik sebuah asumsi bahwa kedekatan sang kawi swara
(pengarang) dengan sebuah pendidikan dan nilai kehidupan bisa dicerminkan
melalui karya-karyanya yang hingga saat ini kita warisi seperti satua, sekar
rare, sekar alit, sekar madya dan sekar agung, serta karya-karya susastra
modern seperti puisi, drama, cerpen dan novel yang merupakan pengembangan
ide-ide mulia sang kawiswara.
Kata Kunci : Susastra Bali, Sang
Kawiswara.
Pendahuluan
Kesusastraan Bali merupakan karya sastra
yang memiliki berbagai keunggulan, seperti keaslian dan keindahannya. Kadang-kadang dilupakan, betapa adi luhungnya kesusastraan yang dimilikinya, mesti terus dilestarikan, dipelajari
dan dipahami,
sehingga tumbuh rasa memiliki
dan mencintai. Perkembangan suatu sastra sangat di tentukan oleh faktor-faktor
intern dan ekstern masyarakat. Faktor intern yang dimaksud disini adalah sikap budaya
masyarakat (yang meliputi sistem kepercayaan, adat istiadat, daya tangkap, dan daya
ungkap kesenian) serta keadaan geograpis dan faktor pengikutnya. Faktor ekstern berupa sentuhan
kebudayaan sebagai akibat pergaulan dan lintas budaya internasional. Kebudayaan
Bali merupakan sarana untuk
menerapkan dan mewujudkan ajaran Agama Hindu di Bali, Agama Hindu merupakan nafas kebudayaan Bali, bahasa, kesenian, dan
sastra merupakan bagian dari kebudayaan Bali, dan kesusastraan Bali merupakan pengetahuan
utama Budaya Bali, di wariskan secara turun-temurun untuk memperkukuh, mengajegkan, tata krama orang Bali (Saputra,
1992:1).
Kekhasan
susastra Bali yang sangat mengakar dalam kehidupan masyarakat Bali adalah
memiliki sebuah nilai pendidikan didalamnya yang seolah-olah tidak habis oleh
jaman, karena proses pembuatannya sangatlah dekat dengan kehidupan dan
kebudayaan masyarakat Bali. Setiap bait gegendingan atau setiap cerita memiliki
pesan khusus kepada pembacanya, dimana amanat yang disampaikan sang kawiswara
bertujuan untuk mendidik dan membentuk karakter dari pembacanya.
Pembahasan
Dr. I Nyoman Kutha Ratna, SU
menyampaikan dalam sebuah makalah yang disajikan pada kongres bahasa Bali ke V
bulan Nopember 2001, menyatakan bahwa eksistensi susastra Bali masih mengakar
pada masyarakat Bali, karena bahasa Bali masih tetap hidup dan dipakai sarana
berkomunikasi oleh masyarakat Bali. Hal inilah yang menyebabkan pembentukan
karakter bisa dilakukan melalui pendidikan susastra Bali yang sangat adiluhung
tersebut. Oleh karena itu pendidikan karakter atau pembentukan karakter dapat
dilakukan melalui aktivitas memahami dan menelaah sebuah teks atau cerita yang
merupakan susastra Bali.
Imran
Manan (dalam Pidarta, 2009 : 169) Pendidikan merupakan enkulturasi, dimana
pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang
berprilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Enkulturasi ini bisa terjadi
dimana saja dan kapan saja.
Pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk
karakter seseorang yang beriman dan bertakqwa kepada tuhan serta
berbudipekerti. Akan tetapi dewasa ini pendidikan hanya menekankan pada aspek
intelektual saja dari keempat aspek yang harus dikempangkan dalam proses
pendidikan yaitu Kecerdasan Intelektual, Emosiaonal, Spiritual dan Sosial.
Dimana dengan jelas hanya UN yang mengedepankan aspek pembelajaran tertentu
saja yang menentukan berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam menempuh proses
pendidikan.
Padahal pendidikan bisa dilakukan
dengan berbagai aspek yang lain, selain penentu sebuah proses pendidikan yaitu
Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, Biologi, Geografi,
Ekonomi dan sosiologi. Salah satunya adalah puisi bali anyar yang merupakan
aspek susastra dalam pembelajaran bahasa Bali di Sekolah. Pendidikan Karakter
dalam puisi bali anyar tersebut bisa terintegrasi dalam proses atau apersepsi
awal proses pembelajaran.
Yang dimaksud dengan pendidikan karakter secara
terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai,
fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan
penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari
melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas
pada semua mata pelajaran. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran, selain untuk
menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga
dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli,
dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. (Kementerian
Pendidikan Nasional, 2010 : 1)
Sejauh ini sudah ada beberapa upaya yang dilakukan
oleh pemerhati pendidikan terkait pentingnya kearifan lokal dalam pembentukan
karakter, tetapi hal itu masih sangat minim, sehingga perlu diadakanya sebuah
upaya untuk merevitalisasi kearifan lokal sebagai pembentuk karakter bangsa. Pendidikan Karakter Bangsa
dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa pada
diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter
dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang
religius, nasionalis, produktif dan kreatif.
(Kemendikbud, 2012 : 7)
Pendidikan
Karakter bangsa berfungsi sebagai pengembangan potensi peserta didik, perbaikan
peserta didik dan penyaringan budaya. Dengan adanya pendidikan
berkarakter diharapkan masing-masing individu memiliki karakter untuk
dikembangkan yang dijabarkan menjadi 18 karakter yaitu : Religius, Jujur,
Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin
Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, tanggung jawab (Kemendikbud, 2012 : 13)
Dewasa
ini dunia pendidikan kita sangat membutuhkan pembentukan sebuah karakter,
sehingga masyarakat pendidikan memiliki arah yang jelas dalam memahami dirinya
sebagai bangsa Indonesia. Sudah
barang tentu pendidikan karakter mampu dijadikan landasan untuk mencapai tujuan
pendidikan Indonesia dimana dikatakan bahwa Pendidikan adalah suatu upaya sadar
untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak
boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dari lingkungan
budayanya, karena peserta didik hidup tak terpisahkan dalam lingkungannya dan
bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak
dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar
budayanya. (Kemendikbud, 2012 : 8)
Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan
amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita
permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan
belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan
terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai
budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa
(Sumber: Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025).
Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana
diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan
kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai
salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit
ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun
2005-2025, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk
mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak
mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah
Pancasila.”
Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang
diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang
dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab” (Sumber: Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional --UUSPN).
Sebagai contoh pendidikan karakter yang termuat dalam sebuah puisi Bali
anyar yang merupakan sebuah hasil dari Susastra bali adalah puisi yang berjudul
Pancasila, karya Ida Bagus Putu Rai.
Pancasila
Tan sios
saking kotaman
Pancasila maha
sakti
Sane kocap
Pancasila
Panca ngaranin
lima yukti
Silane mateges dasar
Kaanggen ngarajegang gumi
Katuhanan ping siki
Agama sane kajungjung
Bhaktine ring
ida sanghyang tunggal
Hidup lan
magama masanding
Mangdane adung
Hindu, Budha,
Kristen miwah Islam
Silane ping kalih, kamanusian yukti
Masemeton mangda elah
Saling tulung manulungin
Gotong royong punika kaulati
Janten
rahajeng kapanggih
Sampunang
maminayang
Sane tiwas
miwah sugih
Mangda mangguh
kasukertaning negara
Munggwing silane ping tiga
Persatuan gumanti kaapti
Maka sanjata utama patut kasungkemin
Anom alit miwah lingsir
Mangdene samian
angkup
Sutindih
mamelanin pancasila
Bhaktine ring
ibu pertiwi mangda tumus
Bhaktine ring
swanegara
Silane kaping pat
Kerakyatane wiyakti
Demokrasi kamargiang
Pikolih mapulung rai
Nunggalang
sadaging kayun
Wantah nuju
tan singsal ring pancasila
Tan singsal
ring sakan negara
Tuwut anut
saurah-arih
Munggwing silane ping lima warnnan
Melangsang ne tiwas sugih
Mangden jakti angkup
Salunlung sabayantaka
(dikutip dari
buku teori apresiasi sastra Bali Anyar karangan Dr. Drs. I Gusti Putu Antara,
M.Pd.)
Dalam diksi tersebut ketika kita
telusuri dengan sebuah penapsiran sastra atau apresiasi sastra, maka sangat
jelas puisi tersebut yang merupakan sebuah diksi yang sangat terstruktur
memiliki nilai karakter bangsa. Dimana yang pada awalnya karakter lahir dari
empat pilar kebangsaan yaitu Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 1945 dan NKRI,
selain empat pilar kebangsaan yang mendasari munculnya karakter bangsa ada juga
Local Genius yang tidak bisa dilepaskan dari pembentukan karakter bangsa
di Indonesia.
Adapun
karakter dari puisi tersebut adalah mengandung 18 karakter yaitu Religius, Jujur,
Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin
Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, tanggung jawab di dalamnya. Hal yang terlihat sangat sepele
seperti ini hendaknya dikaji dan dikembangkan secara berkesinambungan, sehingga
penanaman karakter bangsa dalam pendidikan local genius (etnopaedagogiek)
bisa kita laksanakan, untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
Sekolah-sekolah
sebagai satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan
melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan
pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada
satuan pendidikan yang untuk selanjutnya diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian
empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi yang dimaksud seperti: keagamaan,
gotong royong, kebersihan, kedisiplinan, kebersamaan, peduli lingkungan, kerja
keras, dan sebagainya. (Puskurbuk, 2011 :7)
Pengembangan
18 Karakter tersebut sudah sangat pasti membutuhkan dukungan-dukungan yang
merupakan inovasi para pengembang dan penransper ilmu dan kebudayaan disekolah
yang dalam hal ini dimaksudkan adalah guru. Pengembangan itu bisa melalui
proses belajar susastra Bali, karena susastra Bali sarat akan sebuah nilai
karakter yang bisa dikembangkan.
Pada
intinya Pendidikan merupakan suatu fase untuk proses pendewasaan atau peningkatan
psikologis manusia, sehingga dalam fase
tersebut perlu ditanamkan nilai-nilai karakter, sehingga apa yang
menjadi tujuan pendidikan bisa tercapai, setiap manusia memiliki karakter yang
berbeda, tetapi dalam perbedaan tersebut hendaklah dibangun sebuah karakter
bangsa yang menjadikan pola pemikiran dan konsep masyarakat pendidikan
indonesia itu seragam, dan memiliki 18 nilai karakter yaitu : Religius, Jujur,
Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin
Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, tanggung jawab.
Penutup
Didalam
mengembangkan dan penanaman karakter akan sangat terbantu dengan adanya media
susastra Bali, karena Susastra
Bali merupakan aktivitas kreatif dengan memanfaatkan sarana bahasa Bali sebagai
sebuah wahana penyampaian ide baik lisan maupun tulisan, baik dengan huruf bali
maupun huruf latin. Susastra bali menjadi media kreatif yang menggambarkan
keindahan sebuah bahasa yang dipadu dalam sebuah seni yang berwujud gancaran
(prosa) dan gegendingan (puisi) yang sangat sarat akan sebuah karakter
Daftar Pustaka :
Antara, I Gusti Putu. 2009.
Teori-Apresiasi Sastra Bali Anyar. Denpasar : Saba Sastra Bali
Kemendikbud. 2012. Pendidikan Karakter (Pengayaan). Jakarta
:Kemendikbud
Kemendiknas. 2010. Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam
Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama.
Jakarta : Kemendiknas
Puskurbuk. 2011.
Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta : Kemendikbud
Ratna, I Nyoman Kutha.
2001. Makalah Sastra Bali : Manifestasi Estetis dan Loyalitas Komunal. Denpasar
: Tidak Diterbitkan
Saputra,
karsono h. 1992. Pengantar Sekar Macepat. Jakarta : Fakultas Sastra
Universitas Indonesia Depok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar