Bali Simbar

Rabu, 15 April 2020

Masih Belajar Buat Artikel


SUSASTRA BALI
PESAN KARAKTER SANG KAWISWARA
Oleh : I Wayan Adi Upadana

Abstrak
Susastra Bali merupakan aktivitas kreatif dengan memanfaatkan sarana bahasa Bali sebagai sebuah wahana penyampaian ide baik lisan maupun tulisan, baik dengan huruf bali maupun huruf latin. Susastra bali menjadi media kreatif yang menggambarkan keindahan sebuah bahasa yang dipadu dalam sebuah seni yang berwujud gancaran (prosa) dan gegendingan (puisi). Jika ditelusuri secara mendalam, maka bisa kita menarik sebuah asumsi bahwa kedekatan sang kawi swara (pengarang) dengan sebuah pendidikan dan nilai kehidupan bisa dicerminkan melalui karya-karyanya yang hingga saat ini kita warisi seperti satua, sekar rare, sekar alit, sekar madya dan sekar agung, serta karya-karya susastra modern seperti puisi, drama, cerpen dan novel yang merupakan pengembangan ide-ide mulia sang kawiswara.

Kata Kunci : Susastra Bali, Sang Kawiswara.

Pendahuluan
Kesusastraan Bali merupakan karya sastra yang memiliki berbagai keunggulan, seperti keaslian dan keindahannya. Kadang-kadang dilupakan, betapa adi luhungnya kesusastraan yang dimilikinya, mesti terus dilestarikan, dipelajari dan dipahami, sehingga tumbuh rasa memiliki dan mencintai. Perkembangan suatu sastra sangat di tentukan oleh faktor-faktor intern dan ekstern masyarakat. Faktor intern yang dimaksud disini adalah sikap budaya masyarakat (yang meliputi sistem kepercayaan, adat istiadat, daya tangkap, dan daya ungkap kesenian) serta keadaan geograpis dan faktor pengikutnya. Faktor ekstern berupa sentuhan kebudayaan sebagai akibat pergaulan dan lintas budaya internasional. Kebudayaan Bali merupakan sarana untuk menerapkan dan mewujudkan ajaran Agama Hindu di Bali, Agama Hindu merupakan nafas kebudayaan Bali, bahasa, kesenian, dan sastra merupakan bagian dari kebudayaan Bali, dan kesusastraan Bali merupakan pengetahuan utama Budaya Bali, di wariskan secara turun-temurun untuk memperkukuh, mengajegkan, tata krama orang Bali (Saputra, 1992:1).
Kekhasan susastra Bali yang sangat mengakar dalam kehidupan masyarakat Bali adalah memiliki sebuah nilai pendidikan didalamnya yang seolah-olah tidak habis oleh jaman, karena proses pembuatannya sangatlah dekat dengan kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali. Setiap bait gegendingan atau setiap cerita memiliki pesan khusus kepada pembacanya, dimana amanat yang disampaikan sang kawiswara bertujuan untuk mendidik dan membentuk karakter dari pembacanya.

Pembahasan
            Dr. I Nyoman Kutha Ratna, SU menyampaikan dalam sebuah makalah yang disajikan pada kongres bahasa Bali ke V bulan Nopember 2001, menyatakan bahwa eksistensi susastra Bali masih mengakar pada masyarakat Bali, karena bahasa Bali masih tetap hidup dan dipakai sarana berkomunikasi oleh masyarakat Bali. Hal inilah yang menyebabkan pembentukan karakter bisa dilakukan melalui pendidikan susastra Bali yang sangat adiluhung tersebut. Oleh karena itu pendidikan karakter atau pembentukan karakter dapat dilakukan melalui aktivitas memahami dan menelaah sebuah teks atau cerita yang merupakan susastra Bali.
            Imran Manan (dalam Pidarta, 2009 : 169) Pendidikan merupakan enkulturasi, dimana pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berprilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Enkulturasi ini bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan bertakqwa kepada tuhan serta berbudipekerti. Akan tetapi dewasa ini pendidikan hanya menekankan pada aspek intelektual saja dari keempat aspek yang harus dikempangkan dalam proses pendidikan yaitu Kecerdasan Intelektual, Emosiaonal, Spiritual dan Sosial. Dimana dengan jelas hanya UN yang mengedepankan aspek pembelajaran tertentu saja yang menentukan berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam menempuh proses pendidikan.
            Padahal pendidikan bisa dilakukan dengan berbagai aspek yang lain, selain penentu sebuah proses pendidikan yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, Biologi, Geografi, Ekonomi dan sosiologi. Salah satunya adalah puisi bali anyar yang merupakan aspek susastra dalam pembelajaran bahasa Bali di Sekolah. Pendidikan Karakter dalam puisi bali anyar tersebut bisa terintegrasi dalam proses atau apersepsi awal proses pembelajaran.
Yang dimaksud dengan pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010 : 1)
Sejauh ini sudah ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerhati pendidikan terkait pentingnya kearifan lokal dalam pembentukan karakter, tetapi hal itu masih sangat minim, sehingga perlu diadakanya sebuah upaya untuk merevitalisasi kearifan lokal sebagai pembentuk karakter bangsa. Pendidikan Karakter Bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan  nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.  (Kemendikbud, 2012 : 7)
Pendidikan Karakter bangsa berfungsi sebagai pengembangan potensi peserta didik, perbaikan peserta didik dan penyaringan budaya. Dengan adanya pendidikan berkarakter diharapkan masing-masing individu memiliki karakter untuk dikembangkan yang dijabarkan menjadi 18 karakter yaitu : Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab (Kemendikbud, 2012 : 13)
Dewasa ini dunia pendidikan kita sangat membutuhkan pembentukan sebuah karakter, sehingga masyarakat pendidikan memiliki arah yang jelas dalam memahami dirinya sebagai bangsa Indonesia. Sudah barang tentu pendidikan karakter mampu dijadikan landasan untuk mencapai tujuan pendidikan Indonesia dimana dikatakan bahwa Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dari lingkungan budayanya, karena peserta didik hidup tak terpisahkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya. (Kemendikbud, 2012 : 8)
            Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Sumber: Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025). Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.”
Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Sumber: Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional --UUSPN).
Sebagai contoh pendidikan karakter yang termuat dalam sebuah puisi Bali anyar yang merupakan sebuah hasil dari Susastra bali adalah puisi yang berjudul Pancasila, karya Ida Bagus Putu Rai.

Pancasila
Tan sios saking kotaman
Pancasila maha sakti
Sane kocap Pancasila
Panca ngaranin lima yukti
            Silane mateges dasar
            Kaanggen ngarajegang gumi
            Katuhanan ping siki
            Agama sane kajungjung
Bhaktine ring ida sanghyang tunggal
Hidup lan magama masanding
Mangdane adung
Hindu, Budha, Kristen miwah Islam
            Silane ping kalih, kamanusian yukti
            Masemeton mangda elah
            Saling tulung manulungin
            Gotong royong punika kaulati
Janten rahajeng kapanggih
Sampunang maminayang
Sane tiwas miwah sugih
Mangda mangguh kasukertaning negara
            Munggwing silane ping tiga
            Persatuan gumanti kaapti
            Maka sanjata utama patut kasungkemin
            Anom alit miwah lingsir
Mangdene samian angkup
Sutindih mamelanin pancasila
Bhaktine ring ibu pertiwi mangda tumus
Bhaktine ring swanegara
            Silane kaping pat
            Kerakyatane wiyakti
            Demokrasi kamargiang
            Pikolih mapulung rai
Nunggalang sadaging kayun
Wantah nuju tan singsal ring pancasila
Tan singsal ring sakan negara
Tuwut anut saurah-arih
            Munggwing silane ping lima warnnan
            Melangsang ne tiwas sugih
            Mangden jakti angkup
            Salunlung sabayantaka
(dikutip dari buku teori apresiasi sastra Bali Anyar karangan Dr. Drs. I Gusti Putu Antara, M.Pd.)
            Dalam diksi tersebut ketika kita telusuri dengan sebuah penapsiran sastra atau apresiasi sastra, maka sangat jelas puisi tersebut yang merupakan sebuah diksi yang sangat terstruktur memiliki nilai karakter bangsa. Dimana yang pada awalnya karakter lahir dari empat pilar kebangsaan yaitu Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 1945 dan NKRI, selain empat pilar kebangsaan yang mendasari munculnya karakter bangsa ada juga Local Genius yang tidak bisa dilepaskan dari pembentukan karakter bangsa di Indonesia.
            Adapun karakter dari puisi tersebut adalah mengandung 18 karakter yaitu Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab di dalamnya. Hal yang terlihat sangat sepele seperti ini hendaknya dikaji dan dikembangkan secara berkesinambungan, sehingga penanaman karakter bangsa dalam pendidikan local genius (etnopaedagogiek) bisa kita laksanakan, untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
Sekolah-sekolah sebagai satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi yang dimaksud seperti: keagamaan, gotong royong, kebersihan, kedisiplinan, kebersamaan, peduli lingkungan, kerja keras, dan sebagainya. (Puskurbuk, 2011 :7)
Pengembangan 18 Karakter tersebut sudah sangat pasti membutuhkan dukungan-dukungan yang merupakan inovasi para pengembang dan penransper ilmu dan kebudayaan disekolah yang dalam hal ini dimaksudkan adalah guru. Pengembangan itu bisa melalui proses belajar susastra Bali, karena susastra Bali sarat akan sebuah nilai karakter yang bisa dikembangkan.
Pada intinya Pendidikan merupakan suatu fase untuk proses pendewasaan atau peningkatan psikologis manusia, sehingga dalam fase  tersebut perlu ditanamkan nilai-nilai karakter, sehingga apa yang menjadi tujuan pendidikan bisa tercapai, setiap manusia memiliki karakter yang berbeda, tetapi dalam perbedaan tersebut hendaklah dibangun sebuah karakter bangsa yang menjadikan pola pemikiran dan konsep masyarakat pendidikan indonesia itu seragam, dan memiliki 18 nilai karakter yaitu : Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.

Penutup
Didalam mengembangkan dan penanaman karakter akan sangat terbantu dengan adanya media susastra Bali, karena Susastra Bali merupakan aktivitas kreatif dengan memanfaatkan sarana bahasa Bali sebagai sebuah wahana penyampaian ide baik lisan maupun tulisan, baik dengan huruf bali maupun huruf latin. Susastra bali menjadi media kreatif yang menggambarkan keindahan sebuah bahasa yang dipadu dalam sebuah seni yang berwujud gancaran (prosa) dan gegendingan (puisi) yang sangat sarat akan sebuah karakter

Daftar Pustaka :
Antara, I Gusti Putu. 2009. Teori-Apresiasi Sastra Bali Anyar. Denpasar : Saba Sastra Bali
Kemendikbud. 2012. Pendidikan Karakter (Pengayaan). Jakarta :Kemendikbud
Kemendiknas. 2010. Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta : Kemendiknas
Puskurbuk. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta : Kemendikbud
Ratna, I Nyoman Kutha. 2001. Makalah Sastra Bali : Manifestasi Estetis dan Loyalitas Komunal. Denpasar : Tidak Diterbitkan
Saputra, karsono h. 1992. Pengantar Sekar Macepat. Jakarta : Fakultas Sastra Universitas Indonesia Depok




Tidak ada komentar:

Posting Komentar