UPACARA METATAH DALAM
GEGURITAN PUJA KALAPATI TATTWA
Oleh:
I Wayan
Adi Upadana
ABSTRAK
Agama
Hindu ditopang oleh 3 (tiga) kerangka dasar, yaitu tattwa (filsafat), susila (etika), dan upacara (ritual). Ketiga kerangka dasar itu masing-masing tidak berdiri
sendiri, satu sama lain saling melengkapi sehingga pelaksanaan ajaran Agama
Hindu dapat sempurna. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan ajaran Agama
Hindu, antara pelaksanaan tattwa,
etika, dan upacara harus seimbang sehingga kesejahtraan hidup di dunia dan
moksa dapat dicapai. Sumber dari ajaran tersebut banyak terdapat di dalam karya
sastra utamanya dalam karya sastra Bali yang dalam hal ini berada dalam naskah Geguritan Puja Kalapati Tattwa.
Dalam Geguritan
Puja Kalapati Tattwa ini lebih
ditekankan pada prosesi upacara dan upakara dalam pelaksanaan upacara metatah dimulai dari sebelum upacara
metatah dilaksanakan, diupacarai dengan banten
mabeyakala kemudian melakukan persembahyangan kepada Sang Hyang Siwaraditya sampai dengan prosesi pelaksanaan upacara metatah tersebut selesai yang ditandai
dengan melaksanakan persembahyangan di sanggah
mrajan yang dipimpin oleh Ida
Pandita.
PENDAHULUAN
Agama Hindu yang berkembang di Bali
memiliki keunikan tersendiri, karena masuknya pengaruh Hindu ke Bali telah
terjadi perpaduan dengan budaya Bali itu sendiri. Dalam penghayatan tentang
keyakinan kepada Tuhan dengan lebih menonjolkan pada Karma Marga, sehingga di Bali dikenal dengan kegiatan upacara yadnya baik yang dilakukan setiap hari (nitya karma) maupun pada saat tertentu (naimitika karma). Menurut Titib (1998:
238) menyatakan bahwa yadnya adalah
korban suci, yakni korban yang dilandasi oleh kesucian hati, ketulusan dan
tanpa pamrih. Yadnya merupakan pusat
alam semesta, karena Sang Hyang Widhi
Wasa menyatakan bahwa alam semesta ini diciptakan atas dasar yadnya, keikhlasan atau pengorbanannya,
selanjutnya beliau bersabda supaya setiap umat manusia mengikuti jejaknya.
Orang yang tekun melakukan yadnya
memperoleh pencerahan batin. Yadnya
yang dilakukan tidak saja dengan maksud sebagai simbul/wujud rasa bhakti kepada
Tuhan tetapi untuk dapat membangun nilai-nilai positif, aktif dan kreatif dalam
diri manusia yang diwujudkan dalam bentuk kreatifitas upacara.
Dalam penelitian ini penulis
membahas tentang salah satu bagian dari serangkaian upacara manusa yadnya, yakni upacara metatah. Metatah merupakan salah satu bentuk upacara yang memiliki peranan
yang sangat penting dalam keyakinan kehidupan masyarakat Hindu di Bali. Upacara
metatah merupakan bagian upacara manusa yadnya, yang ditujukan kepada
sesama manusia, untuk kesejahteraan manusia. Sumber-sumber sastra yang
mendukung pelaksanaan upacara metatah
ini, ada yang dituangkan kedalam karya-karya sastra tradisional Bali, baik
berupa kekawin, kidung, babad, gaguritan, satua-satua baik lisan maupun tertulis.
Geguritan sebagai
salah satu kesusastraan Bali Tradisional yakni suatu bentuk karya sastra yang
dibentuk oleh pupuh-pupuh. Pupuh-pupuh tersebut
diikat oleh beberapa syarat yang bisa disebut pada lingsa yang meliputi banyaknya baris dalam tiap-tiap bait (pada), banyaknya suku kata dalam tiap-tiap
baris (carik) dan bunyi akhir dalam
tiap-tiap baris, yang menyebabkan pupuh tersebut
harus dilagukan. Naskah-naskah geguritan
yang saat ini tersebar di seluruh wilayah bali. Karya-karya sastra gubahan para
pengawi tersebut menyiratkan berbagai macam masalah sosial, mulai dari ungkapan
perasaan masyarakat saat itu, masalah tradisi, norma dan simbol serta kritik
terhadap berbagai hal yang terjadi di masyarakat pada saat ini. Geguritan umumnya melukiskan kehidupan
masyarakat Bali dengan unsur-unsur cerita yang membentuk seperti plot,
penokohan, setting, gaya dan lain sebagainya. Dari sekian banyaknya sumber
sastra yang ditemukan naskah teks Geguritan
Puja Kalapati Tattwa ini berisikan tentang pemaparan singkat mengenai asal
mula dari pelaksanaan upacara metatah
tersebut.
Di Bali dalam pelaksanaan upacara metatah
masih ada ditemukan masyarakat umat Hindu yang melaksanakannya masih ada
terjadi suatu kesenjangan. Bahwasannya masyarakat Bali dalam melaksanaan
upacara metatah ini masih dapat
ditemukan melaksanakannya dengan setengah-setengah atau dengan sekedar, yang
takut akan keluar biaya mahal, dan belum tahu cara melaksanakannya. Hal itulah
yang menyebabkan penulis tertarik untuk mengkaji tentang pelaksanaan upacara
dan upakara metatah yang diperlukan
agar masayarakat Bali bisa menjadikan tuntunan atau pedoman, dengan sumber
sastra yang terdapat dalam Geguritan Puja
Kalapati Tattwa. Dalam
Geguritan Puja Kalapati Tattwa dibahas mengenai prosesi upacara dan upakara dalam
pelaksanaan upacara metatah tersebut
dimulai dari sebelum upacara metatah
tersebut dilaksanakan terlebih dahulu diupacarai dengan mabeyakala kemudian melakukan persembahyangan kepada Sang Hyang Siwaraditya sampai dengan
prosesi pelaksanaan upacara metatah
tersebut selesai yang ditandai dengan melaksanakan persembahyangan di sanggah mrajan yang dipimpin oleh Ida Pandita. Yang
pelaksanaannya bisa dilakukan dengan sederhana maupun dengan mewah.
Dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa
ini terdapat juga fungsi-fungsi serta makna-makna yang masih relevan untuk
diterapkan oleh kalangan masyarakat pendukungnya. Hal itulah yang membuat
penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Geguritan Puja Kalapati Tattwa, karena dalam geguritan ini disamping sebagai hiburan didalamnya terdapat pula
makna dan fungsinya yang bermanfaat bagi masyarakat Bali dengan judul “Upacara Metatah Dalam Geguritan Puja
Kalapati Tattwa.”
Berdasarkan uraian latar belakang
masalah di atas permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini yakni: (1)
Bagaimanakah bentuk forma dan naratif dalam Geguritan
Puja Kalapati Tattwa sebagai karya sastra klasik? (2) Apakah fungsi upacara
metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa? (3) Apakah
makna upacara metatah dalam Geguritan Puja
Kalapati Tattwa? Teori yang digunakan untuk membahas rumusan masalah tersebut
menggunakan berapa teori yakni:(1) Teori Struktural, untuk menganalisis bentuk Geguritan Puja Kalapati Tattwa. (2) Teori nilai, untuk menganalisis fungsi
dan makna yang terdapat dalam Geguritan Puja
Kalapati Tattwa. (3) Teori Hermeneutika, untuk dapat menginterpretasikan teks
karya sastra sehingga dapat diketahui fungsi dan makna yang terdapat dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode observasi, metode kepustakaan,
metode wawancara, dan metode dokumentasi.
METODE
Menurut Ratna (2004: 34) metode
dalam pengertian luas dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami
realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat
berikutnya. Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah sehingga mudah untuk
dipecahkan dan dipahami. Dari pengertian yang telah dikemukakan tersebut,
prosedur yang akan ditempuh dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai
berikut :
I.
Jenis dan Pendekatan Penelitian
Moleong (2004: 6) menyatakan
penelitian kualitatif yakni data yang dikumpulkan penelitian tersebut berbentuk
: kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dalam penelitian ini, seluruh data
yang dikumpulkan tidak dalam bentuk angka, melainkan diperoleh dalam bentuk
kata-kata. Dengan demikian penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif.
Karena memperoleh datanya diambil dari menganilis naskah yang dalam penelitian
ini berbentuk geguritan.
Pendekatan merupakan sangat penting
dalam penyusunan karya ilmiah, yang bertujuan untuk membatasi suatu kajian yang
telah ditentukan sebelumnya. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan objektif. Di dalam telaah karya sastra dengan pendekatan
objektif sering dikenal dengan telaah struktural (pendekatan struktural) adalah
pendekatan yang mendasarkan pada suatu karya sastra secara keseluruhan, dan
memandang karya sastra adalah sesuatu yang berdiri sendiri.
II.
Subjek dan Objek Penelitian
Subyek penelitian merupakan
sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat keadaannya
akan diteliti (Hamidi, 2004: 22). Dengan kata lain subjek penelitian adalah
sesuatu yang di dalam dirinya melekat atau terkandung objek penelitian. Dalam
penelitian ini yang menjadi subjeknya adalah Geguritan Puja Kalapati Tattwa.
Objek penelitian setiap gejala atau
peristiwa yang akan diteliti, apakah itu gejala alam maupun gejala kehidupan
(Hamidi, 2004: 22). Objek dalam penelitian kualitatif adalah obyek alamiah,
dimana obyek alamiah merupakan obyek yang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh
peneliti sehingga kondisi pada saat peneliti memasuki obyek, setelah berada di
obyek, dan setelah keluar dari obyek relatif tidak berubah. Jadi obyek
penelitian adalah sasaran dari sebuah penelitian. Dalam penelitian ini yang
menjadi obyeknya adalah struktur (bentuk), fungsi dan makna dari Geguritan Puja Kalapati Tattwa.
III.
Jenis dan Sumber Data
Hadi (2004: 73) mengatakan, dilihat
dari sifatnya data dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : data kualitatif
dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang hanya dapat diukur
secara tidak langsung, sedangkan data kuantitatif adalah jenis data yang dapat
diukur secara langsung atau dapat dihitung. Jadi jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif karena dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini
disajikan secara naratif verbal atau dipaparkan apa adanya dengan menggunakan
kata-kata sehingga nantinya diperoleh suatu kesimpulan.
Dalam penelitian ini menggunakan
data primer dan data sekunder. Data primer menurut Hasan (2004 : 19) data
primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dilapangan oleh
orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan dan yang memerlukannya. Data
primer diperoleh dari sumber data pertama yaitu berupa lontar yang berjudul Geguritan Puja Kalapati Tattwa yang
ditulis oleh Pekak Guyu yang bertempat tinggal di kecicang, Bungaya Bebandem
Karangsem. Kemudian lontar tersebut disalin keaksara latin dan disimpan oleh I
Wayan Dresta, S. Pd pada tanggal 3 januari 2008. Data sekunder menurut Hasan
(2004: 19) data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang
yang melakukan penelitian dari sumber yang telah ada. Pada penelitian ini data
sekunder diperoleh dan dikumpulkan dari buku-buku penunjang yang relevan dengan
Geguritan Puja Kalapati Tattwa dan
memperolehnya melalui informasi dari tokoh masyarakat melalui teknik wawancara.
IV.
Metode Penentuan Informan
Penentuan informan dalam penelitian
ini ditentukan dengan cara snow ball. Metode snow ball merupakan penentuan informan berdasarkan teknik bola
salju menggelinding atau bergulir (Sugiyono, 2009: 56). Teknik snow ball dalam penggunaannya dengan
cara peneliti terlebih dahulu menentukan informan kunci atau orang pertama yang
dapat dimintai keterangan berkaitan dengan fokus penelitian ini, yang sesuai
dengan kreteria informan agar dapat menjelaskan tentang permasalahan sesuai
dengan tujuan penelitian atau orang yang berkompeten dengan masalah ini. Dalam
hal ini informan yang dapat dijadikan pusat informasi adalah I Wayan Dresta, S.
Pd sebagai penyalin dari naskah ini.
V.
Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang lebih
baik, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang ada hubungannya dengan
masalah yang diteliti dalam kaitannya dengan penelitian ini, data digolongkan
menjadi dua yakni data primer dan data sekunder. Peneliti
menggunakan beberapa metode yakni :
1. Metode
Observasi
Pengamatan
(observasi) adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti atau kolaboratornya
mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian (Gulo,
2004:116). Bachtiar (1986:118-120) yang dipaparkan dalam Basrowi dan Suwandi
(2008:95) membagi observasi menjadi observasi terlibat dan observasi
terkendali. Observasi terlibat adalah jenis pengamatan yang melibatkan peneliti pada yang sasaran
penelitian. Sementara observasi terkendali adalah jenis pengamatan yang
dilaksanakan dengan melakukan percobaan atas diri sasaran yang dapat diamati
dengan saksama.
Berdasarkan
pemaparan di atas, maka penelitian ini akan menggunakan observasi terlibat,
dimana untuk dapat menemukan jawaban dari rumusan masalah yang ada, peneliti
harus terlibat langsung pada sasaran yang menjadi obyek penelitian.
2. Metode Kepustakaan
Metode kepustakaan adalah metode
yang dilakukan dengan cara mendalami, mencermati, menelaah dan
mengidentifikasikan pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan,
buku-buku refrensi atau hasil penelitian lain) untuk menunjang penelitian
(Hasan, 2004: 80). Penelitian ini, yaitu mengenai Geguritan Puja Kalapati Tattwa, serta memakai sumber-sumber lain
yang dipakai untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Dalam penelitian
kepustakaan, peneliti menempuh beberapa langkah untuk mendapatkan sumber terkait
dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan topik yang
diteliti, baik itu buku-buku dalam perpustakaan maupun koleksi pribadi.
3. Metode
Wawancara
Menurut Sugiyono (2009: 317)
menjelaskan bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide-ide melalui tanya jawab, sehingga dapat berkontruksi dengan
makna dalam suatu topik. Berdasarkan prosedurnya, wawancara dapat digolongkan
dalam tiga jenis, yaitu : a) wawancara tak berstruktur atau wawancara bebas, yaitu
proses wawancara dimana interviewer tidak secara sengaja mengarahkan Tanya
jawab pada pokok-pokok dari focus dan orang yang diwawancarai. b) wawancara
berstruktur atau wawancara terpimpin, yaitu wawancara yang menggunakan panduan
pokok-pokok masalah yang diteliti. c) wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi
antara wawancara bebas dan terpimpin. Dalam hal ini pewawancara hanya membuat
pokok-pokok masalah yang akan diteliti.
Wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara tidak berstruktur atau wawancara mendalam,
sehingga memungkinkan wawancara dapat berlangsung secara terbuka, yang akhirnya
dapat diperoleh informasi lebih banyak dan pertanyaan tidak terpaku pada
permasalahan atau tidak menjenuhkan kedua belah pihak.
4. Metode
Dokumentasi
Menurut Arikunto (2006: 231)
menyatakan dokumentasi adalah pencarian data dengan penyalinan atau pencatatan
langsung dari data yang ada dalam objek penelitian seperti surat-surat, buku
induk, surat kabar, notulen, catatan-catatan biografi dan lain sebagainya.
Pendapat lain juga menyatakan bahwa dalam menggunakan metode ini seorang
peneliti harus mampu mendalami, menelaah, mencermati, dan mengidentifikasi
pengetahuab yang ada dalam kepustakaan, seperti kamus, buku-buku, majalah atau
dahisl penelitian (Hasan, 2004: 87). Sehingga dalam penelitian ini mencari
sumber-sumber berupa buku-buku, Koran, dokumen, majalah yang setidaknya
berkaitan dengan penelitian karya sastra utamanya geguritan, kemudian mengadakan pencatatan secara sistematis.
VI.
Metode Penyajian Data (Display Data)
Dalam penelitian kualitatif,
penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uarian singkat, bagan, hubungan
antar katagori, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan
data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif (Sugiyono,
2009: 341). Adapun langkah-langkah dalam penyajian data, yaitu (1) Reduksi
Data, (2) Klasifikasi Data, dan (3) Penarikan Kesimpulan. Ketiga tahapan
penyajian data tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1.
Reduksi
Data (Reduction Data)
Reduksi data merupakan
proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan serta
kedalaman wawasan yang tinggi. Melalui diskusi maka wawasan peneliti akan
berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan
mengembangkan teori yang signifikan (Sugiyono, 2009: 338).
2.
Klasifikasi
Data
Hasil data yang telah melalui direduksi, kemudian dilanjutkan dengan penglasifikasian atau pengelompokan
data-data ke dalam kategori yang telah ditetapkan sesuai tujuan penelitian.
Data mengenai unsur intrinsik dalam Geguritan
Puja Kalapati Tattwa akan disajikan secara sistematis menurut bagian struktur
yang dikaji.
3.
Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing Verifikacion)
Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif yang diharapkan merupakan temuan baru yang sebelumnya
belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang
sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi
jelas, dapat berupa hubungan klausal atau interaktif, hipotesis ataupun teori. Pada tahap terakhir ini data dianalisis sedemikian rupa
sehingga dapat ditarik kesimpulan yang nantinya dapat menjawab permasalahan
dalam penelitian ini yaitu bentuk, fungsi , dan makna dari Geguritan Puja Kalapati Tattwa.
VII. Metode
Analisis Data
Menurut
Sugiyono (2002:335) analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
observasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun orang lain. Dari pemaparan diatas dalam penelitian ini
peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif karena berdasarkan data di
lapangan berupa naskah yakni berupa geguritan.
Metode deskriptif kualitatif
merupakan suatu cara pencarian yang akurat berdasarkan data yang didapat di
lapangan dan pada naskah yang otoritatif tersebut dan disusun dengan kata-kata
yang tersistematis sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran
tentang naskah Geguritan Puja
Kalapati Tattwa berdasarkan sumber-sumber yang dipergunakan dalam penelitian
dan memberikan uraian mengenai apa yang diteliti.
HASIL
PENELITIAN
I.
Bentuk Forma dan Bentuk Naratif dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa
1.
Bentuk Forma Geguritan Puja Kalapati Tattwa
Bentuk
(struktur) forma merupakan suatu tahapan dalam penelitian yang sangat penting
dan sulit dihindari yaitu penelitian struktur. Sebab teori struktur bertujuan
untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam
mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang
bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135). Dalam hal ini
struktur forma meliputi : kode bahasa dan sastra, gaya bahasa serta ragam
bahasa, dimaksudnya untuk memberikan gambaran tentang stilistika Bali,
khususnya dalam geguritan.
a.
Kode Sastra dan Bahasa
Geguritan adalah sebuah karya sastra
yang dibentuk oleh sejumlah pupuh. Pupuh tersebut diikat oleh beberapa
syarat yang biasa disebut padalingsa
(Agastia, 1980: 17). Kode sastra dalam sebuah geguritan berupa padalingsa
yang mencakup tentang : (1) jumlah baris (palet)
dalam setiap bait (pada). (2) jumlah
suku kata (kecap) dalam setiap baris,
yang disebut juga guru wilang dan (3)
jatuhnya vokal suku kata terakhir dalam setiap baris yang disebut juga guru lagu.
a.
Pupuh Sinom : 8a, 8i, 8a, 8i, 7/8a, 8i, 4u, 8a.
b.
Pupuh Durma : 12a, 7/8i, 6a, 7/8a, 8i, 5a, 7/8i.
c.
Pupuh Pangkur : 8a, 10i, 8u, 8a, 12u, 8a, 8i.
d.
Pupuh Ginada : 8a, 8i, 8a, 8u, 8a, 4i, 8a.
e.
Pupuh Smarandhana : 8i, 8a, 8e
(o), 8a, 7a, 8a, 8a.
b.
Gaya Bahasa
Menurut
Tarigan (1985: 5) yang mengemukakan gaya bahasa adalah cara mengungkapkan
pikiran melalui bahasa secara khas, sebagai refleks dari jiwa dan kepribadian
penulis atau pemakai bahasa yang didalamnya terdapat unsur kejujuran, sopan
santun dan menarik.Gaya bahasa yang terdapat dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini menggunakan majas pertentangan
meliputi majas hiperbola dan majas Litotes, dan menggunakan majas
perbandingan meliputi majas Antithesis.
c.
Ragam Bahasa
Ragam
bahasa merupakan model penggunaan bahasa dalam teks, dalam hal ini menyangkut
variasi bahasa menurut pemakaian dan penggunaannya (Jendra, 1981: 49).Dalam geguritan ini ragam bahasa yang
digunakan yakni Bahasa Jawa Kuno dan Basa
Bali Alus.
2.
Bentuk Naratif Geguritan Puja Kalapati Tattwa
Struktur adalah
keseluruhan relasi antara berbagai unsur sebuah teks (Sudiara, 2005: 30). Teks
yang memiliki bentuk yang berbeda tentunya disusun oleh struktur yang berbeda.
Unsur-unsur yang terdapat pada teks sastra membutuhkan pemusatan analisis yang
berbeda. Unsur-unsur prosa, misalnya mengarah pada tema, peristiwa atau
kejadian, latar atau setting, penokohan, alur, sudut pandang, dan gaya bahasa.
Unsur-unsur puisi di antaranya tema, stilistika, imajinasi, ritme atau irama,
rima atau persajakan, diksi atau pilihan kata, simbol, nada dan enjambemen. Geguritan merupakan karya sastra yang
berbentuk puisi. Namun perlu diperhatikan bahwa geguritan merupakan kumpulan beberapa bait pupuh yang memiliki struktur naratif mendekati prosa. Dalam kajian
ini unsur-unsur yang akan dipaparkan meliputi tema, insiden atau kejadian,
alur, tokoh dan penokohan, latar dan amanat yang terpadat pada Geguritan Puja Kalapati Tattwa.
a.
Alur/Plot
Menurut
Sukada (1982: 24) alur/plot adalah kejadian yang beruntun dengan memperhatikan
hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh.
Sehubungan dengan pengertian tersebut, alur menurut susunannya dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu : (1) alur lurus, apabila cerita tersebut disusun mulai
kejadian awal diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya dan berakhir pada
pemecahan masalah. (2) alur sorot balik (flash
back), apabila cerita disusun sebaliknya yakni dari bagian akhir dan
bergerak kemudian menuju titik awal cerita. (3) alur gabungan dari kedua
tersebut, keduanya dijalin dalam kesatuan yang padu sehingga tidak menimbulkan
kesan adanya dua buah cerita atau peristiwa secara terpisah. Geguritan Puja Kalapati Tattwa dalam
pemaparan ceritanya menggunakan alur lurus. Karena pengisahan ceritanya dimulai
dari pengenalan masing-masing tokoh, kemudian diteruskan dengan
kejadian-kejadian berikutnya dan berakhir pada pemecahan akhir.
b.
Latar/Setting
Latar/setting
merupakan sebuah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Tempat dalam
hal ini mempunyai ruang lingkup yang sangat luas termasuk nama kota, desa,
sungai, gunung, lembah, sekolah, rumah, toko dan lain-lain. Unsur tempat sangat
mendukung terhadap perwatakan tema, alur serta unsur yang lain. Latar yang
terungkap dalam Geguritan Puja
Kalapati Tattwa ini meliputi latar tempat yakni di tengah samudra.
c.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh
adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan dalam suatu
cerita (Sudjiman, 1986: 16). Menurut Tarigan (1984: 143) tokoh utama merupakan
tokoh yang terlibat dan umumnya dikuasai oleh serangkaian peristiwa, tempat
mereka muncul baik sebagai pemenang ataupun sebagai yang kalah, senang atau
tidak senang, lebih kaya atau lebih miskin, lebih baik atau lebih jelek, tetapi
semuanya merupakan yang lebih arif bijaksana bagi pengalaman dan menjadi orang
yang baik mengagumkan sekalipun dalam kematian atau kekalahan. Sedangkan tokoh
sekunder merupakan tokoh yang berperan dalam menghadapi atau bersama-sama tokoh
utama dalam membangun cerita, jadi geraknya tidak sedominan tokoh utama. Esten
(1987: 27) menyatakan bahwa penokohan adalah bagaimana cara pengarang
menggambarkan dan mengembangkan watak tokoh-tokoh dalam sebuah cerita rekaan.
Dalam
geguritan ini tokoh dan penokohan
akan dibahas sebagai berikut. Tokoh utama dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini yakni Sang Hyang Kala. Mengenai
perwatakan dari Sang Hyang Kala ini bentuk fisik Sang Hyang Kala tersebut
adalah menyeramkan. Walaupun begitu sangatlah berbakti kepada orang tuanya.
Tokoh sekundernya yakni Sang Hyang Siwa perwatakannya Sang Hyang Siwa mempunyai
sifat yang mulia dan bijaksana. Tokoh komplementernya yang pertama adalah Dewi
Uma. Dan perwatakannya setia. tokoh komplementernya yang kedua yakni Sang Hyang
Tri Murti memiliki sifatnya baik hati. tokoh komplementer selanjutnya adalah
Sang Hyang Guru. Mengenai perwatakannya sifatnya penyayang. Tokoh komplenternya
adalah para dewata dan perwatakannya penolong.
d.
Tema
Menurut
Staton dalam Kurniawan (2009: 75) juga mengatakan bahwa tema dalam cerita
sangat berhubungan dengan makna hidup. Tema merupakan sesuatu yang membuat
pengalaman dapat diingat, misalnya mengenai cinta, penderitaan, ketakutan,
kematangan hidup dan penghianatan. Selain itu tema merupakan gagasan dasar umum
yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalam teks sebagai
struktur semantis, dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau
perbedaan-perbedaan. Tema dari Geguritan
Puja Kalapati Tattwa ini adalah tentang “Parisudha
atau Pembersihan.”
e.
Amanat
Menurut
Sudjiman (1988:5) yang mengemukakan amanat yakni gagasan yang mendasari karya
sastra. Pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau penikmat
sastra. Amanat yang terdapat dalam Geguritan
Puja Kalapati Tattwa yakni pengarang mengamanatkan melalui proses pelaksanaan
upacara metatah ini sebagai manusia
diharapkan bisa menekan enam musuh yang ada dalam diri manusia. Enam musuh itu
dalam Agama Hindu dikenal dengan istilah sad
ripu yakni kama (keinginan), kroda (marah), lobha (serakah), moha
(Kebingungan), mada (Mabuk-mabukan)
dan matsarya (iri hati). Kalau sudah
bisa mengekang sifat dari sad ripu tersebut
maka akan menjadi manusia yang utama.
II.
Fungsi upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa
Fungsi
upacara metatah dalam Geguritan Puja
Kalapati Tattwa ini meliputi fungsi sosiologis, keagamaan dan pendidikan. Fungsi sosiologis upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa yakni : (1) melukiskan sifat saling
menolong tanpa pamrih. (2) berfungsi juga sebagai sarana dalam melestarikan
karya sastra tradisional di Bali. (3) Karya sastra ini bertindak pula sebagai
hiburan, karena bagi yang sudah membaca baik geguritan, kekawin dan
sebagainya tersebut membuat para pembacanya tergugah hatinya.
Fungsi
keagamaan upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa yakni :
(1) sebagai sumber dan pedoman atau tuntunan secara umum bagi masyarakat Hindu
dalam melaksanakan upacara metatah.
(2) Sebagai media yoga karena didalam
menembangkan pupuh-pupuh dalam naskah
geguritan perlu pranayama (pengaturan nafas) dan dyana (konsentrasi). (3) Sebagai pengingat atau mengingatkan kepada
orang tua yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan upacara manusa yadnya yang termasuk didalamnya
adalah upacara metatah.
Fungsi
pendidikan upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa terkait
dengan (1) tata susila dalam ajaran agama hindu, (2) sikap pengendalian diri
dan (3) sebagai peningkatan kualitas diri.
III.
Makna upacara metatah dalam Geguritan
Puja Kalapati Tattwa
Makna
upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa adalah
makna filosofis atau filsafat (tattwa)
dan teologis atau Ketuhanannya (brahmawidya).
Makna filosofis upacara metatah
dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa
ini yakni (1) tercermin dari penanaman konsep parisudha atau pembersihan (penyucian). (2) fungsi filosofis
sebagai ajaran dan pemahaman agama khususnya ajaran widhi tattwa atau siwa tattwa.
Makna
teologis upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini yakni
(1) salah satu cara menuju dengan Tuhan melalui pembersihan diri dengan jalan
melaksanakan upacara metatah untuk
bisa menetralisir sifat-sifat sad ripu. (2)
Ditinjau dari segi upakaranya di
dalam setiap upacara keagamaan baik tingkatan yang besar maupun yang kecil
selalu mencerminkan adanya pemujaan kepada Tuhan, yang di simbolkan dalam
bentuk yadnya (banten) sebagai sarana
persembahan.
SIMPULAN
Kajian
mengenai bentuk Geguritan Puja
Kalapati Tattwa menganalisis mengenai bentuk forma dan naratif. Bentuk forma
meliputi : kode bahasa dan sastra, gaya bahasa serta ragam bahasa. Bentuk
naratif meliputi alur atau plot,
latar atau setting, tokoh dan
penokohan, tema dan amanat.
Fungsi
upacara metatah dalam Geguritan Puja
Kalapati Tattwa ini meliputi fungsi sosiologis yang menggambarkan bagaimana
interaksi antar tokoh dalam Geguritan
Puja Kalapati Tattwa ini. Fungsi keagamaan memaparkan tentang tuntunan dalam
proses melaksanakan upacara metatah dan
disebutkan pula dalam Geguritan Puja
Kalapati Tattwa bisa dijadikan dalam yoga
dengan melaksakan pranayama (pengaturan
nafas) karena geguritan tersebut
ditembangkan. Dan fungsi pendidikan mendidik dalam hal tata susila dalam
berpakaian dan tidak melakukan hubungan seks tanpa didahului dengan pelaksanaan
upacara. Berfungsi juaga dalam hal meningkatkan sumber daya manusia untuk terus
belajar membaca karya sastra.
Makna
upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa adalah
makna filosofis atau filsafat (tattwa)
dan teologis atau Ketuhanannya (brahmawidya).
Makna filosofisnya yakni tertanamnya konsep pembersihan dan penyucian diri
dengan menekan sifat-sifat keraksasaan untuk bisa menuju kehidupan yang tentram
dan bahagia. Makna teologisnya melalui pelaksanaan upacara metatah dengan adanya persembahan (yadnya) kepada Tuhan melui pembuatan banten atau upakara melalui
itu bisa mendekatkan diri dengan Tuhan, sehingga tercapainya kebahagiaan lahir
dan bhatin (moksa).
SARAN
Diharapkan
kepada masyarakat agar tetap menjaga kesusastraan Bali, agar nantinya tidak
punah tergerus oleh jaman yang semakin modern. Dan tentunya kepada para
pengarang serta pecinta budaya daerah khususnya budaya Bali agar tetap menulis
sesuai apa yang dihadapai pada zamannya sehingga realita dalam masyarakat dapat
terangkat kemudian dapat memberikan masukan serta pembelajaran kepada generasi
penerus atau remaja pada khususnya.
UCAPAN
TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), karena atas asung kerta wara
nugraha-Nya. Karya Tulis Ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul Variasi Struktur
Bahasa Bali dalam Cerpen Sujen Betel dapat selesai tepat pada waktunya.
Pada
kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas
bantuan yang diberikan baik secara material maupun moral, untuk kelancaran
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada
yang terhormat:
- Prof.
Dr. I Made Titib, Ph. D; Rektor Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar yang
telah memberikan fasilitas selama menempuh studi di IHDN Denpasar.
- Dr.
Drs. I Nyoman Linggih, M. Si; Dekan Fakultas Dharma Acarya yang telah
memberikan kelancaran terkait administrasi selama menempuh studi di IHDN
Denpasar.
- Dra.
Ni Made Sukerni, M. Ag; Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Agama,
Fakultas Dharma Acarya dan sekaligus menjadi Pembimbing I. Yang telah
memberikan masukan dan dorongan serta motivasi dalam mengikuti
perkuliahan.
- Drs.
I Made Wiradnyana, M. Hum; selaku Pembimbing II yang telah banyak
memberikan masukan, petunjuk dan saran-saran selama penyelesaian skripsi,
mulai dari proposal hingga penyusunan hasil penelitian.
- Bapak
dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Agama yang tidak dapat
peneliti sebutkan satu persatu yang dengan penuh kesabaran dan ketekunan
memberikan materi dalam proses perkuliahan.
- Staf pegawai di lingkungan IHDN Denpasar yang
senantiasa melayani di bidang administrasi.
- Para Informan yang telah dengan sabar dan rela
memberikan waktunya, pada saat berlangsungnya wawancara.
- Bapak, Ibu dan beserta keluargaku terimakasih atas motivasi, doanya, dan bantuannya
sehingga Skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.
- Para sahabat yang tidak bisa saya sebut satu persatu, yang membantu dan
memotivasi sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Agastia,
Ida Bagus Gede. 1980. Geguritan Sebuah
Bentuk Karya Sastra Bali. (Makalah untuk Sarasehan Sastra Daerah) dalam
Rangka Pesta Kesenian Bali). Denpasar Panitia Pelaksanaan Pesta Kesenian Bali
Ke-2.
Arikunto.
2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Basrowi
dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian
Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Esten,
Mursal. 1987. Kesusastraan Pengantar
Teori dan Sejarah Sastra. Bandung: Angkasa.
Gulo, W. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia.
Hadi, S. 2004. Metodelogi Research. Yogyakarta: ANDI.
Hamidi,
2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Malang : UMM Press.
Hasan,
Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian
dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
Jendra,
I Wayan. 1981. Suatu Pengantar Ringkas
Dasar-Dasar Penyusunan Rancangan Penelitian. Denpasar: Fakultas Sastra
Udayana.
Kurniawan,
Heru. 2009. Sastra Anak Dalam Kajian
Strukturalisme, Sosiologi, Semiotik, Hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Moloeng,
Lexi J. 2004. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ratna,
I Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Sudiara,
Seloka. 2005. Modul Kritik Sastra. Singaraja:
IKIP Negeri Singaraja.
Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: PT
Gramedia.
1988.
Memahami Cerita Rekaan. Jakarta : Pustaka Jaya
Sugiyono.
2002. Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.
2009.
Metode Penelitian : Pendekatan Kunalitatif, kuantitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Sukada,
I Made. 1982. Masalah Sistematisasi
Analisis Cipta Sastra Prosa. Denpasar: Lembaga Penelitian Dokumentasi dan
Publikasi Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Tarigan,
Henry Guntur. 1984. Pengajaran Gaya
Bahasa. Bandung: Angkasa Badung
Teew,
A 1984. Sastra dan ilmu sastra: pengantar
teori sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Titib,
I Made. 1998. Veda Sabda Suci, Pedoman
Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramitha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar