Bali Simbar

Sabtu, 02 Mei 2020

Jurnal Geguritan Puja Kala Pati Tattwa


UPACARA METATAH DALAM
GEGURITAN PUJA KALAPATI TATTWA
Oleh:
I Wayan Adi Upadana


ABSTRAK
Agama Hindu ditopang oleh 3 (tiga) kerangka dasar, yaitu tattwa (filsafat), susila (etika), dan upacara (ritual). Ketiga kerangka dasar itu masing-masing tidak berdiri sendiri, satu sama lain saling melengkapi sehingga pelaksanaan ajaran Agama Hindu dapat sempurna. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan ajaran Agama Hindu, antara pelaksanaan tattwa, etika, dan upacara harus seimbang sehingga kesejahtraan hidup di dunia dan moksa dapat dicapai. Sumber dari ajaran tersebut banyak terdapat di dalam karya sastra utamanya dalam karya sastra Bali yang dalam hal ini berada dalam naskah Geguritan Puja Kalapati Tattwa. Dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini lebih ditekankan pada prosesi upacara dan upakara dalam pelaksanaan upacara metatah dimulai dari sebelum upacara metatah dilaksanakan, diupacarai dengan banten mabeyakala kemudian melakukan persembahyangan kepada Sang Hyang Siwaraditya sampai dengan prosesi pelaksanaan upacara metatah tersebut selesai yang ditandai dengan melaksanakan persembahyangan di sanggah mrajan yang dipimpin oleh Ida Pandita.

PENDAHULUAN
Agama Hindu yang berkembang di Bali memiliki keunikan tersendiri, karena masuknya pengaruh Hindu ke Bali telah terjadi perpaduan dengan budaya Bali itu sendiri. Dalam penghayatan tentang keyakinan kepada Tuhan dengan lebih menonjolkan pada Karma Marga, sehingga di Bali dikenal dengan kegiatan upacara yadnya baik yang dilakukan setiap hari (nitya karma) maupun pada saat tertentu (naimitika karma). Menurut Titib (1998: 238) menyatakan bahwa yadnya adalah korban suci, yakni korban yang dilandasi oleh kesucian hati, ketulusan dan tanpa pamrih. Yadnya merupakan pusat alam semesta, karena Sang Hyang Widhi Wasa menyatakan bahwa alam semesta ini diciptakan atas dasar yadnya, keikhlasan atau pengorbanannya, selanjutnya beliau bersabda supaya setiap umat manusia mengikuti jejaknya. Orang yang tekun melakukan yadnya memperoleh pencerahan batin. Yadnya yang dilakukan tidak saja dengan maksud sebagai simbul/wujud rasa bhakti kepada Tuhan tetapi untuk dapat membangun nilai-nilai positif, aktif dan kreatif dalam diri manusia yang diwujudkan dalam bentuk kreatifitas upacara.
Dalam penelitian ini penulis membahas tentang salah satu bagian dari serangkaian upacara manusa yadnya, yakni upacara metatah. Metatah merupakan salah satu bentuk upacara yang memiliki peranan yang sangat penting dalam keyakinan kehidupan masyarakat Hindu di Bali. Upacara metatah merupakan bagian upacara manusa yadnya, yang ditujukan kepada sesama manusia, untuk kesejahteraan manusia. Sumber-sumber sastra yang mendukung pelaksanaan upacara metatah ini, ada yang dituangkan kedalam karya-karya sastra tradisional Bali, baik berupa kekawin, kidung, babad, gaguritan, satua-satua baik lisan maupun tertulis.
Geguritan sebagai salah satu kesusastraan Bali Tradisional yakni suatu bentuk karya sastra yang dibentuk oleh pupuh-pupuh. Pupuh-pupuh tersebut diikat oleh beberapa syarat yang bisa disebut pada lingsa yang meliputi banyaknya baris dalam tiap-tiap bait (pada), banyaknya suku kata dalam tiap-tiap baris (carik) dan bunyi akhir dalam tiap-tiap baris, yang menyebabkan pupuh tersebut harus dilagukan. Naskah-naskah geguritan yang saat ini tersebar di seluruh wilayah bali. Karya-karya sastra gubahan para pengawi tersebut menyiratkan berbagai macam masalah sosial, mulai dari ungkapan perasaan masyarakat saat itu, masalah tradisi, norma dan simbol serta kritik terhadap berbagai hal yang terjadi di masyarakat pada saat ini. Geguritan umumnya melukiskan kehidupan masyarakat Bali dengan unsur-unsur cerita yang membentuk seperti plot, penokohan, setting, gaya dan lain sebagainya. Dari sekian banyaknya sumber sastra yang ditemukan naskah teks Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini berisikan tentang pemaparan singkat mengenai asal mula dari pelaksanaan upacara metatah tersebut.
Di Bali dalam pelaksanaan upacara metatah masih ada ditemukan masyarakat umat Hindu yang melaksanakannya masih ada terjadi suatu kesenjangan. Bahwasannya masyarakat Bali dalam melaksanaan upacara metatah ini masih dapat ditemukan melaksanakannya dengan setengah-setengah atau dengan sekedar, yang takut akan keluar biaya mahal, dan belum tahu cara melaksanakannya. Hal itulah yang menyebabkan penulis tertarik untuk mengkaji tentang pelaksanaan upacara dan upakara metatah yang diperlukan agar masayarakat Bali bisa menjadikan tuntunan atau pedoman, dengan sumber sastra yang terdapat dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa. Dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa dibahas mengenai prosesi upacara dan upakara dalam pelaksanaan upacara metatah tersebut dimulai dari sebelum upacara metatah tersebut dilaksanakan terlebih dahulu diupacarai dengan mabeyakala kemudian melakukan persembahyangan kepada Sang Hyang Siwaraditya sampai dengan prosesi pelaksanaan upacara metatah tersebut selesai yang ditandai dengan melaksanakan persembahyangan di sanggah mrajan yang dipimpin oleh Ida Pandita. Yang pelaksanaannya bisa dilakukan dengan sederhana maupun dengan mewah.
Dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini terdapat juga fungsi-fungsi serta makna-makna yang masih relevan untuk diterapkan oleh kalangan masyarakat pendukungnya. Hal itulah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Geguritan Puja Kalapati Tattwa, karena dalam geguritan ini disamping sebagai hiburan didalamnya terdapat pula makna dan fungsinya yang bermanfaat bagi masyarakat Bali dengan judul “Upacara Metatah Dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa.”
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini yakni: (1) Bagaimanakah bentuk forma dan naratif dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa sebagai karya sastra klasik? (2) Apakah fungsi upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa? (3) Apakah makna upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa? Teori yang digunakan untuk membahas rumusan masalah tersebut menggunakan berapa teori yakni:(1) Teori Struktural, untuk menganalisis bentuk Geguritan Puja Kalapati Tattwa. (2) Teori nilai, untuk menganalisis fungsi dan makna yang terdapat dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa. (3) Teori Hermeneutika, untuk dapat menginterpretasikan teks karya sastra sehingga dapat diketahui fungsi dan makna yang terdapat dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode observasi, metode kepustakaan, metode wawancara, dan metode dokumentasi.

METODE
Menurut Ratna (2004: 34) metode dalam pengertian luas dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya. Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah sehingga mudah untuk dipecahkan dan dipahami. Dari pengertian yang telah dikemukakan tersebut, prosedur yang akan ditempuh dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

I.              Jenis dan Pendekatan Penelitian
Moleong (2004: 6) menyatakan penelitian kualitatif yakni data yang dikumpulkan penelitian tersebut berbentuk : kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dalam penelitian ini, seluruh data yang dikumpulkan tidak dalam bentuk angka, melainkan diperoleh dalam bentuk kata-kata. Dengan demikian penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Karena memperoleh datanya diambil dari menganilis naskah yang dalam penelitian ini berbentuk geguritan.
Pendekatan merupakan sangat penting dalam penyusunan karya ilmiah, yang bertujuan untuk membatasi suatu kajian yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif. Di dalam telaah karya sastra dengan pendekatan objektif sering dikenal dengan telaah struktural (pendekatan struktural) adalah pendekatan yang mendasarkan pada suatu karya sastra secara keseluruhan, dan memandang karya sastra adalah sesuatu yang berdiri sendiri.

II.           Subjek dan Objek Penelitian
Subyek penelitian merupakan sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat keadaannya akan diteliti (Hamidi, 2004: 22). Dengan kata lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat atau terkandung objek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi subjeknya adalah Geguritan Puja Kalapati Tattwa.
Objek penelitian setiap gejala atau peristiwa yang akan diteliti, apakah itu gejala alam maupun gejala kehidupan (Hamidi, 2004: 22). Objek dalam penelitian kualitatif adalah obyek alamiah, dimana obyek alamiah merupakan obyek yang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga kondisi pada saat peneliti memasuki obyek, setelah berada di obyek, dan setelah keluar dari obyek relatif tidak berubah. Jadi obyek penelitian adalah sasaran dari sebuah penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi obyeknya adalah struktur (bentuk), fungsi dan makna dari Geguritan Puja Kalapati Tattwa.

III.        Jenis dan Sumber Data
Hadi (2004: 73) mengatakan, dilihat dari sifatnya data dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang hanya dapat diukur secara tidak langsung, sedangkan data kuantitatif adalah jenis data yang dapat diukur secara langsung atau dapat dihitung. Jadi jenis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif karena dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini disajikan secara naratif verbal atau dipaparkan apa adanya dengan menggunakan kata-kata sehingga nantinya diperoleh suatu kesimpulan.
Dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer menurut Hasan (2004 : 19) data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dilapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan dan yang memerlukannya. Data primer diperoleh dari sumber data pertama yaitu berupa lontar yang berjudul Geguritan Puja Kalapati Tattwa yang ditulis oleh Pekak Guyu yang bertempat tinggal di kecicang, Bungaya Bebandem Karangsem. Kemudian lontar tersebut disalin keaksara latin dan disimpan oleh I Wayan Dresta, S. Pd pada tanggal 3 januari 2008. Data sekunder menurut Hasan (2004: 19) data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber yang telah ada. Pada penelitian ini data sekunder diperoleh dan dikumpulkan dari buku-buku penunjang yang relevan dengan Geguritan Puja Kalapati Tattwa dan memperolehnya melalui informasi dari tokoh masyarakat melalui teknik wawancara.

IV.        Metode Penentuan Informan
Penentuan informan dalam penelitian ini ditentukan dengan cara snow ball. Metode snow ball merupakan penentuan informan berdasarkan teknik bola salju menggelinding atau bergulir (Sugiyono, 2009: 56). Teknik snow ball dalam penggunaannya dengan cara peneliti terlebih dahulu menentukan informan kunci atau orang pertama yang dapat dimintai keterangan berkaitan dengan fokus penelitian ini, yang sesuai dengan kreteria informan agar dapat menjelaskan tentang permasalahan sesuai dengan tujuan penelitian atau orang yang berkompeten dengan masalah ini. Dalam hal ini informan yang dapat dijadikan pusat informasi adalah I Wayan Dresta, S. Pd sebagai penyalin dari naskah ini.

V.           Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang lebih baik, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dalam kaitannya dengan penelitian ini, data digolongkan menjadi dua yakni data primer dan data sekunder. Peneliti menggunakan beberapa metode yakni :
1.    Metode Observasi
          Pengamatan (observasi) adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian (Gulo, 2004:116). Bachtiar (1986:118-120) yang dipaparkan dalam Basrowi dan Suwandi (2008:95) membagi observasi menjadi observasi terlibat dan observasi terkendali. Observasi terlibat adalah jenis pengamatan yang  melibatkan peneliti pada yang sasaran penelitian. Sementara observasi terkendali adalah jenis pengamatan yang dilaksanakan dengan melakukan percobaan atas diri sasaran yang dapat diamati dengan saksama.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penelitian ini akan menggunakan observasi terlibat, dimana untuk dapat menemukan jawaban dari rumusan masalah yang ada, peneliti harus terlibat langsung pada sasaran yang menjadi obyek penelitian.
2.   Metode Kepustakaan
Metode kepustakaan adalah metode yang dilakukan dengan cara mendalami, mencermati, menelaah dan mengidentifikasikan pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan, buku-buku refrensi atau hasil penelitian lain) untuk menunjang penelitian (Hasan, 2004: 80). Penelitian ini, yaitu mengenai Geguritan Puja Kalapati Tattwa, serta memakai sumber-sumber lain yang dipakai untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Dalam penelitian kepustakaan, peneliti menempuh beberapa langkah untuk mendapatkan sumber terkait dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan topik yang diteliti, baik itu buku-buku dalam perpustakaan maupun koleksi pribadi.
3.    Metode Wawancara
Menurut Sugiyono (2009: 317) menjelaskan bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide-ide melalui tanya jawab, sehingga dapat berkontruksi dengan makna dalam suatu topik. Berdasarkan prosedurnya, wawancara dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu : a) wawancara tak berstruktur atau wawancara bebas, yaitu proses wawancara dimana interviewer tidak secara sengaja mengarahkan Tanya jawab pada pokok-pokok dari focus dan orang yang diwawancarai. b) wawancara berstruktur atau wawancara terpimpin, yaitu wawancara yang menggunakan panduan pokok-pokok masalah yang diteliti. c) wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Dalam hal ini pewawancara hanya membuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak berstruktur atau wawancara mendalam, sehingga memungkinkan wawancara dapat berlangsung secara terbuka, yang akhirnya dapat diperoleh informasi lebih banyak dan pertanyaan tidak terpaku pada permasalahan atau tidak menjenuhkan kedua belah pihak.
4.      Metode Dokumentasi
Menurut Arikunto (2006: 231) menyatakan dokumentasi adalah pencarian data dengan penyalinan atau pencatatan langsung dari data yang ada dalam objek penelitian seperti surat-surat, buku induk, surat kabar, notulen, catatan-catatan biografi dan lain sebagainya. Pendapat lain juga menyatakan bahwa dalam menggunakan metode ini seorang peneliti harus mampu mendalami, menelaah, mencermati, dan mengidentifikasi pengetahuab yang ada dalam kepustakaan, seperti kamus, buku-buku, majalah atau dahisl penelitian (Hasan, 2004: 87). Sehingga dalam penelitian ini mencari sumber-sumber berupa buku-buku, Koran, dokumen, majalah yang setidaknya berkaitan dengan penelitian karya sastra utamanya geguritan, kemudian mengadakan pencatatan secara sistematis.

VI.        Metode Penyajian Data (Display Data)
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uarian singkat, bagan, hubungan antar katagori, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif (Sugiyono, 2009: 341). Adapun langkah-langkah dalam penyajian data, yaitu (1) Reduksi Data, (2) Klasifikasi Data, dan (3) Penarikan Kesimpulan. Ketiga tahapan penyajian data tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1.      Reduksi Data (Reduction Data)
Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan serta kedalaman wawasan yang tinggi. Melalui diskusi maka wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan mengembangkan teori yang signifikan (Sugiyono, 2009: 338).
2.      Klasifikasi Data
Hasil data yang telah melalui direduksi, kemudian dilanjutkan dengan penglasifikasian atau pengelompokan data-data ke dalam kategori yang telah ditetapkan sesuai tujuan penelitian. Data mengenai unsur intrinsik dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa akan disajikan secara sistematis menurut bagian struktur yang dikaji.
3.      Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing Verifikacion)
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan klausal atau interaktif, hipotesis ataupun teori. Pada tahap terakhir ini data dianalisis sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan yang nantinya dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini yaitu bentuk, fungsi , dan makna dari Geguritan Puja Kalapati Tattwa.

VII.     Metode Analisis Data
Menurut Sugiyono (2002:335) analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan observasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Dari pemaparan diatas dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif karena berdasarkan data di lapangan berupa naskah yakni berupa geguritan.
Metode deskriptif kualitatif merupakan suatu cara pencarian yang akurat berdasarkan data yang didapat di lapangan dan pada naskah yang otoritatif tersebut dan disusun dengan kata-kata yang tersistematis sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang naskah Geguritan Puja Kalapati Tattwa berdasarkan sumber-sumber yang dipergunakan dalam penelitian dan memberikan uraian mengenai apa yang diteliti.

HASIL PENELITIAN

I.         Bentuk Forma dan Bentuk Naratif dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa
1.      Bentuk Forma Geguritan Puja Kalapati Tattwa
       Bentuk (struktur) forma merupakan suatu tahapan dalam penelitian yang sangat penting dan sulit dihindari yaitu penelitian struktur. Sebab teori struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135). Dalam hal ini struktur forma meliputi : kode bahasa dan sastra, gaya bahasa serta ragam bahasa, dimaksudnya untuk memberikan gambaran tentang stilistika Bali, khususnya dalam geguritan.
a.      Kode Sastra dan Bahasa
          Geguritan adalah sebuah karya sastra yang dibentuk oleh sejumlah pupuh. Pupuh tersebut diikat oleh beberapa syarat yang biasa disebut padalingsa (Agastia, 1980: 17). Kode sastra dalam sebuah geguritan berupa padalingsa yang mencakup tentang : (1) jumlah baris (palet) dalam setiap bait (pada). (2) jumlah suku kata (kecap) dalam setiap baris, yang disebut juga guru wilang dan (3) jatuhnya vokal suku kata terakhir dalam setiap baris yang disebut juga guru lagu.
a.       Pupuh Sinom               : 8a, 8i, 8a, 8i, 7/8a, 8i, 4u, 8a.
b.      Pupuh Durma             : 12a, 7/8i, 6a, 7/8a, 8i, 5a, 7/8i.
c.       Pupuh Pangkur           : 8a, 10i, 8u, 8a, 12u, 8a, 8i.
d.      Pupuh Ginada             : 8a, 8i, 8a, 8u, 8a, 4i, 8a.
e.       Pupuh Smarandhana  : 8i, 8a, 8e (o), 8a, 7a, 8a, 8a.
b.      Gaya Bahasa
          Menurut Tarigan (1985: 5) yang mengemukakan gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas, sebagai refleks dari jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa yang didalamnya terdapat unsur kejujuran, sopan santun dan menarik.Gaya bahasa yang terdapat dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini menggunakan majas pertentangan meliputi majas hiperbola dan majas Litotes, dan menggunakan majas perbandingan meliputi majas Antithesis.
c.       Ragam Bahasa
          Ragam bahasa merupakan model penggunaan bahasa dalam teks, dalam hal ini menyangkut variasi bahasa menurut pemakaian dan penggunaannya (Jendra, 1981: 49).Dalam geguritan ini ragam bahasa yang digunakan yakni Bahasa Jawa Kuno dan Basa Bali Alus.

2.      Bentuk Naratif Geguritan Puja Kalapati Tattwa
             Struktur adalah keseluruhan relasi antara berbagai unsur sebuah teks (Sudiara, 2005: 30). Teks yang memiliki bentuk yang berbeda tentunya disusun oleh struktur yang berbeda. Unsur-unsur yang terdapat pada teks sastra membutuhkan pemusatan analisis yang berbeda. Unsur-unsur prosa, misalnya mengarah pada tema, peristiwa atau kejadian, latar atau setting, penokohan, alur, sudut pandang, dan gaya bahasa. Unsur-unsur puisi di antaranya tema, stilistika, imajinasi, ritme atau irama, rima atau persajakan, diksi atau pilihan kata, simbol, nada dan enjambemen. Geguritan merupakan karya sastra yang berbentuk puisi. Namun perlu diperhatikan bahwa geguritan merupakan kumpulan beberapa bait pupuh yang memiliki struktur naratif mendekati prosa. Dalam kajian ini unsur-unsur yang akan dipaparkan meliputi tema, insiden atau kejadian, alur, tokoh dan penokohan, latar dan amanat yang terpadat pada Geguritan Puja Kalapati Tattwa.
a.      Alur/Plot
          Menurut Sukada (1982: 24) alur/plot adalah kejadian yang beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Sehubungan dengan pengertian tersebut, alur menurut susunannya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : (1) alur lurus, apabila cerita tersebut disusun mulai kejadian awal diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya dan berakhir pada pemecahan masalah. (2) alur sorot balik (flash back), apabila cerita disusun sebaliknya yakni dari bagian akhir dan bergerak kemudian menuju titik awal cerita. (3) alur gabungan dari kedua tersebut, keduanya dijalin dalam kesatuan yang padu sehingga tidak menimbulkan kesan adanya dua buah cerita atau peristiwa secara terpisah. Geguritan Puja Kalapati Tattwa dalam pemaparan ceritanya menggunakan alur lurus. Karena pengisahan ceritanya dimulai dari pengenalan masing-masing tokoh, kemudian diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya dan berakhir pada pemecahan akhir.

b.      Latar/Setting
          Latar/setting merupakan sebuah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Tempat dalam hal ini mempunyai ruang lingkup yang sangat luas termasuk nama kota, desa, sungai, gunung, lembah, sekolah, rumah, toko dan lain-lain. Unsur tempat sangat mendukung terhadap perwatakan tema, alur serta unsur yang lain. Latar yang terungkap dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini meliputi latar tempat yakni di tengah samudra.

c.       Tokoh dan Penokohan
          Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan dalam suatu cerita (Sudjiman, 1986: 16). Menurut Tarigan (1984: 143) tokoh utama merupakan tokoh yang terlibat dan umumnya dikuasai oleh serangkaian peristiwa, tempat mereka muncul baik sebagai pemenang ataupun sebagai yang kalah, senang atau tidak senang, lebih kaya atau lebih miskin, lebih baik atau lebih jelek, tetapi semuanya merupakan yang lebih arif bijaksana bagi pengalaman dan menjadi orang yang baik mengagumkan sekalipun dalam kematian atau kekalahan. Sedangkan tokoh sekunder merupakan tokoh yang berperan dalam menghadapi atau bersama-sama tokoh utama dalam membangun cerita, jadi geraknya tidak sedominan tokoh utama. Esten (1987: 27) menyatakan bahwa penokohan adalah bagaimana cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan watak tokoh-tokoh dalam sebuah cerita rekaan.
          Dalam geguritan ini tokoh dan penokohan akan dibahas sebagai berikut. Tokoh utama dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini yakni Sang Hyang Kala. Mengenai perwatakan dari Sang Hyang Kala ini bentuk fisik Sang Hyang Kala tersebut adalah menyeramkan. Walaupun begitu sangatlah berbakti kepada orang tuanya. Tokoh sekundernya yakni Sang Hyang Siwa perwatakannya Sang Hyang Siwa mempunyai sifat yang mulia dan bijaksana. Tokoh komplementernya yang pertama adalah Dewi Uma. Dan perwatakannya setia. tokoh komplementernya yang kedua yakni Sang Hyang Tri Murti memiliki sifatnya baik hati. tokoh komplementer selanjutnya adalah Sang Hyang Guru. Mengenai perwatakannya sifatnya penyayang. Tokoh komplenternya adalah para dewata dan perwatakannya penolong.

d.      Tema
          Menurut Staton dalam Kurniawan (2009: 75) juga mengatakan bahwa tema dalam cerita sangat berhubungan dengan makna hidup. Tema merupakan sesuatu yang membuat pengalaman dapat diingat, misalnya mengenai cinta, penderitaan, ketakutan, kematangan hidup dan penghianatan. Selain itu tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis, dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan. Tema dari Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini adalah tentang “Parisudha atau Pembersihan.”

e.       Amanat
          Menurut Sudjiman (1988:5) yang mengemukakan amanat yakni gagasan yang mendasari karya sastra. Pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau penikmat sastra. Amanat yang terdapat dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa yakni pengarang mengamanatkan melalui proses pelaksanaan upacara metatah ini sebagai manusia diharapkan bisa menekan enam musuh yang ada dalam diri manusia. Enam musuh itu dalam Agama Hindu dikenal dengan istilah sad ripu yakni kama (keinginan), kroda (marah), lobha (serakah), moha (Kebingungan), mada (Mabuk-mabukan) dan matsarya (iri hati). Kalau sudah bisa mengekang sifat dari sad ripu tersebut maka akan menjadi manusia yang utama.

II.           Fungsi upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa
          Fungsi upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini meliputi fungsi sosiologis, keagamaan dan pendidikan. Fungsi sosiologis upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa yakni : (1) melukiskan sifat saling menolong tanpa pamrih. (2) berfungsi juga sebagai sarana dalam melestarikan karya sastra tradisional di Bali. (3) Karya sastra ini bertindak pula sebagai hiburan, karena bagi yang sudah membaca baik geguritan, kekawin dan sebagainya tersebut membuat para pembacanya tergugah hatinya.
          Fungsi keagamaan upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa yakni : (1) sebagai sumber dan pedoman atau tuntunan secara umum bagi masyarakat Hindu dalam melaksanakan upacara metatah. (2) Sebagai media yoga karena didalam menembangkan pupuh-pupuh dalam naskah geguritan perlu pranayama (pengaturan nafas) dan dyana (konsentrasi). (3) Sebagai pengingat atau mengingatkan kepada orang tua yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan upacara manusa yadnya yang termasuk didalamnya adalah upacara metatah.
            Fungsi pendidikan upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa terkait dengan (1) tata susila dalam ajaran agama hindu, (2) sikap pengendalian diri dan (3) sebagai peningkatan kualitas diri.

III.        Makna upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa
          Makna upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa adalah makna filosofis atau filsafat (tattwa) dan teologis atau Ketuhanannya (brahmawidya). Makna filosofis upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini yakni (1) tercermin dari penanaman konsep parisudha atau pembersihan (penyucian). (2) fungsi filosofis sebagai ajaran dan pemahaman agama khususnya ajaran widhi tattwa atau siwa tattwa.
          Makna teologis upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini yakni (1) salah satu cara menuju dengan Tuhan melalui pembersihan diri dengan jalan melaksanakan upacara metatah untuk bisa menetralisir sifat-sifat sad ripu. (2) Ditinjau dari segi upakaranya di dalam setiap upacara keagamaan baik tingkatan yang besar maupun yang kecil selalu mencerminkan adanya pemujaan kepada Tuhan, yang di simbolkan dalam bentuk yadnya (banten) sebagai sarana persembahan.

SIMPULAN
          Kajian mengenai bentuk Geguritan Puja Kalapati Tattwa menganalisis mengenai bentuk forma dan naratif. Bentuk forma meliputi : kode bahasa dan sastra, gaya bahasa serta ragam bahasa. Bentuk naratif meliputi alur atau plot, latar atau setting, tokoh dan penokohan, tema dan amanat.
          Fungsi upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini meliputi fungsi sosiologis yang menggambarkan bagaimana interaksi antar tokoh dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa ini. Fungsi keagamaan memaparkan tentang tuntunan dalam proses melaksanakan upacara metatah dan disebutkan pula dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa bisa dijadikan dalam yoga dengan melaksakan pranayama (pengaturan nafas) karena geguritan tersebut ditembangkan. Dan fungsi pendidikan mendidik dalam hal tata susila dalam berpakaian dan tidak melakukan hubungan seks tanpa didahului dengan pelaksanaan upacara. Berfungsi juaga dalam hal meningkatkan sumber daya manusia untuk terus belajar membaca karya sastra.
          Makna upacara metatah dalam Geguritan Puja Kalapati Tattwa adalah makna filosofis atau filsafat (tattwa) dan teologis atau Ketuhanannya (brahmawidya). Makna filosofisnya yakni tertanamnya konsep pembersihan dan penyucian diri dengan menekan sifat-sifat keraksasaan untuk bisa menuju kehidupan yang tentram dan bahagia. Makna teologisnya melalui pelaksanaan upacara metatah dengan adanya persembahan (yadnya) kepada Tuhan melui pembuatan banten atau upakara melalui itu bisa mendekatkan diri dengan Tuhan, sehingga tercapainya kebahagiaan lahir dan bhatin (moksa).
SARAN
          Diharapkan kepada masyarakat agar tetap menjaga kesusastraan Bali, agar nantinya tidak punah tergerus oleh jaman yang semakin modern. Dan tentunya kepada para pengarang serta pecinta budaya daerah khususnya budaya Bali agar tetap menulis sesuai apa yang dihadapai pada zamannya sehingga realita dalam masyarakat dapat terangkat kemudian dapat memberikan masukan serta pembelajaran kepada generasi penerus atau remaja pada khususnya.

UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), karena atas asung kerta wara nugraha-Nya. Karya Tulis Ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul Variasi Struktur Bahasa Bali dalam Cerpen Sujen Betel dapat selesai tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas bantuan yang diberikan baik secara material maupun moral, untuk kelancaran penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:
  1. Prof. Dr. I Made Titib, Ph. D; Rektor Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar yang telah memberikan fasilitas selama menempuh studi di IHDN Denpasar.
  2. Dr. Drs. I Nyoman Linggih, M. Si; Dekan Fakultas Dharma Acarya yang telah memberikan kelancaran terkait administrasi selama menempuh studi di IHDN Denpasar.
  3. Dra. Ni Made Sukerni, M. Ag; Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Agama, Fakultas Dharma Acarya dan sekaligus menjadi Pembimbing I. Yang telah memberikan masukan dan dorongan serta motivasi dalam mengikuti perkuliahan.
  4. Drs. I Made Wiradnyana, M. Hum; selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan, petunjuk dan saran-saran selama penyelesaian skripsi, mulai dari proposal hingga penyusunan hasil penelitian.
  5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Agama yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang dengan penuh kesabaran dan ketekunan memberikan materi dalam proses perkuliahan.
  6. Staf  pegawai di lingkungan IHDN Denpasar yang senantiasa melayani di bidang administrasi.
  7. Para Informan yang telah dengan sabar dan rela memberikan waktunya, pada saat berlangsungnya wawancara.
  8. Bapak, Ibu dan beserta keluargaku terimakasih atas motivasi, doanya, dan bantuannya sehingga Skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.
  9. Para sahabat yang tidak bisa saya sebut satu persatu, yang membantu dan memotivasi sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA
Agastia, Ida Bagus Gede. 1980. Geguritan Sebuah Bentuk Karya Sastra Bali. (Makalah untuk Sarasehan Sastra Daerah) dalam Rangka Pesta Kesenian Bali). Denpasar Panitia Pelaksanaan Pesta Kesenian Bali Ke-2.
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Esten, Mursal. 1987. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah Sastra. Bandung: Angkasa.
Gulo, W. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia.
Hadi, S. 2004. Metodelogi Research. Yogyakarta: ANDI.
Hamidi, 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Malang : UMM Press.
Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
Jendra, I Wayan. 1981. Suatu Pengantar Ringkas Dasar-Dasar Penyusunan Rancangan Penelitian. Denpasar: Fakultas Sastra Udayana.
Kurniawan, Heru. 2009. Sastra Anak Dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotik, Hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Moloeng, Lexi J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ratna, I Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Sudiara, Seloka. 2005. Modul Kritik Sastra. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: PT Gramedia.
                              1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta : Pustaka Jaya
Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.
                  2009. Metode Penelitian : Pendekatan Kunalitatif, kuantitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sukada, I Made. 1982. Masalah Sistematisasi Analisis Cipta Sastra Prosa. Denpasar: Lembaga Penelitian Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa Badung
Teew, A 1984. Sastra dan ilmu sastra: pengantar teori sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Titib, I Made. 1998. Veda Sabda Suci, Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramitha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar