ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM GEGURITAN DHARMA SUNYATA
TERHADAP REMAJA MASA KINI
DI DESA DUKUH PENABAN KARANGASEM
I Wayan Adi Upadana
STKIP AGAMA HINDU AMLAPURA
ABSTRAK
Hasil penelitian ini secara
struktur Geguritan Dharma Sunyata terdiri atas struktur
forma dan struktur naratif. Struktur forma meliputi:
kode bahasa dan sastra, ragam bahasa, gaya
bahasa dan sasminitaning
tembang. Struktur
naratif meliputi: tokoh penokohan, latar atau setting, tema dan amanat. Pendidikan Karakter yang terdapat dalam Geguritan Dharma Sunyata terdiri atas
pendidikan karakter bidang ketuhanan
meliputi karakter religius, karakter toleransi, dan karakter jujur. Pendidikan
karakter bidang sosial kemasyarakatan yakni karakter
cinta damai, disiplin, kerja keras, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, dan
tanggung jawab. Pendidikan karakter bidang lingkungan yakni karakter peduli
lingkungan. Fungsi pendidikan karakter dalam Geguritan Dharma Sunyata terhadap remaja
masa kini di Desa Dukuh Penaban Karangsem adalah sebagai
pembentukan karakter Ketuhanan, karakter sosial kemasyarakatan, dan karakter
Cinta lingkungan yang bersumber pada ajaran tri
hita karana serta merevolusi mental para remaja agar memiliki perilaku
berbudi pekerti luhur.
Kata kunci: Pendidikan Karakter, Geguritan Dharma
Sunyata, dan
Remaja
Masa Kini.
ABSTRACT
The
results of this study structurally of Geguritan
Dharma Sunyata consist of forma structure and narrative structure. Forma
structure includes: a code language and literature, language diversity,
language style and sasminitaning tembang.
Narrative structure include: characterizations figures, background or setting,
theme and mandate. Character Education contained in Geguritan Dharma Sunyata consists of divinity field character
education includes a religious character, the character of tolerance, and
honest character. Character education humanitarian fields consists of
peace-loving character, discipline, hard work, curiosity, recognize
achievement, and responsibility. Character education environment field the
character of environmental care. The function of character education in Geguritan Dharma Sunyata to today's
youth in the village of Dukuh Penaban Karangsem is as the character formation
of divinity, the social character and the love of environmental character that
source in the teachings of Tri Hita
Karana and mental revolutionized young people to have a good moral
behavior.
Keywords: Character Education, Geguritan
Dharma Sunyata, and Today's
Youth.
BAB I PENDAHULUAN
Masyarakat Bali menaruh perhatian
yang cukup besar terhadap karya sastra tradisional, khususnya karya sastra
dalam bentuk geguritan. Karya sastra dalam bentuk geguritan ini
tidak hanya digunakan untuk menghibur dan memberi kesenangan semata, melainkan
untuk melihat dari segi keindahan dan manfaat yang ada dalam karya sastra
tersebut. Kecintaan terhadap suatu bentuk karya sastra khususnya geguritan memunculkan keharmonisan serta
dapat menumbuhkan rasa bhakti yang tulus kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Karya
sastra geguritan sangat berperan penting dalam memperkokoh dan menopang
sastra Bali di masyarakat. Membaca karya sastra geguritan seorang pembaca dan yang mendengarnya dapat belajar
sambil bernyanyi, seperti adanya sekaa mabebasan/sekaa santi.
Kelompok masyarakat yang mengikuti kegiatan sekaa
santi dapat mempererat tali persaudaraan, bercanda gurau, menenangkan
pikiran, mendapatkan rasa nyaman serta memperoleh kedamaian dalam diri.
Nilai kearifan lokal (local wisdom) yang santun, ramah,
saling menghormati, arif, dan religius seperti termuat dalam karya sastra Bali
khususnya geguritan seakan terkikis
tereduksi gaya hidup instan dan modern. Maraknya pemberitaan kasus-kasus korupsi
di tanah Indonesia ini, mencerminkan bahwa nilai kearifan bangsa Indonesia
mulai terkikis. Kasus-kasus pidana tersebut mencirikan bahwa nilai kejujuran
dan nilai religius yang menjadi karakter bangsa Indonesia menjadi terkikis. Kenakalan
remaja dewasa ini bukan hanya terjadi karena mengikuti pergaulan bebas yang
merusakan masa depannya, melainkan sikap rasa persaudaraan yang juga
mulai menurun.
Melihat fenomena tersebut,
di desa Dukuh Penaban yang juga berlokasi di
Karangasem prilaku remajanya menunjukkan adanya perbedaan. Para remaja yang
tinggal di desa Dukuh Penaban karakter pendidikannya tergolong
baik. Remaja di desa tersebut tergolong rajin membantu orang tuanya dalam
melakukan tugas di rumah, seperti: mabanten,
ngayah di Pura, gotong royong membersihkan lingkungan desa, sekolahnya juga
rajin, serta kerja keras membantu orang tuanya. Orang tua para remaja tersebut
termasuk disiplin dalam mendidik anaknya, untuk menjadi anak yang suputra dan berbakti. Perilaku
demikian dalam karya sastra geguritan yang
sarat akan nilai-nilai pendidikan karakter seperti pada pemaparan di atas masih
sangat relevan, ajaran-ajaran dalam naskah geguritan
tersebut diikuti dengan baik oleh remaja masa kini di Desa Dukuh Penaban.
Pendidikan
karakter dewasa ini memang sudah dulu ada, namun baru sekarang dijadikan
pedoman untuk merevolusi mental yang kurang baik. Pendidikan karakter ini
ditemukan dalam bentuk-bentuk karya sastra geguritan,
salah satunya terdapat dalam Geguritan
Dharma Sunyata. Geguritan Dharma
Sunyata merupakan karya sastra Bali berisikan tentang ajaran untuk
merevitalisasi pendidikan karakter yang ada dalam karya sastra diterapkan dalam
remaja masa kini. Pemaknaan dalam kajian Geguritan
Dharma Sunyata memberikan kontribusi teladan untuk membentuk prilaku
manusia kearah yang lebih baik.
Karakter tokoh yang ada dalam Geguritan Dharma Sunyata dapat
memberikan keteladanan bagi kaum remaja. Remaja masa kini yang dominan masih
menempuh pendidikan sekolah sangat baik mencontoh tokoh dalam geguritan ini. Tokohnya yakni Sang
Jagrati memiliki karakter yang religius, jujur, toleransi, cinta damai,
disiplin, kerja keras, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, tanggung jawab dan
peduli lingkungan sangat cocok dimiliki oleh seorang pelajar remaja dalam
menempuh ilmu pendidikan. Geguritan Dharma Sunyata
menceritakan juga sosok tokoh seorang guru yang memberikan ajaran-ajaran
pendidikan moral dan petuah ajaran agama Hindu kepada muridnya. Dengan
ajaran-ajaran tersebut sang guru memberikan suatu pembinaan pendidikan karakter
untuk membentuk moral siswanya menjadi lebih baik.
Berdasarkan pemaparan di atas
melihat keadaan, kondisi, serta keunikan yang dimiliki pulau Bali serta
kebudayaan yang beranekaragam seperti pemakaian Bahasa, adat istiadat, adanya
karya-karya sastra klasik khususnya dalam bentuk naskah geguritan dalam penelitian ini memakai Geguritan Dharma Sunyata, dan mencermati adanya berbagai persoalan
di masyarakat khususnya pada kaum remaja yang moralnya perlu diperbaiki.
Menanggapi persoalan tersebut peneliti akan mencoba untuk mengkaji bagaimana
pendidikan karakter yang ada dalam naskah Geguritan
Dharma Sunyata serta fungsi pendidikan karakter terhadap remaja masa kini di
Desa Dukuh Penaban Karangasem. Dengan mengangkat judul penelitian “Analisis
Pendidikan Karakter dalam Geguritan
Dharma Sunyata terhadap Remaja Masa Kini di Desa Dukuh Penaban Karangasem”.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep
Konsep merupakan teori-teori baku
yang harus terlebih dahulu dipahami di dalam suatu penelitian ilmiah. Konsep
membentuk preposisi, dari preposisi kemudian membentuk teori. Konsep merupakan
suatu kesatuan tentang suatu hal atau persoalan yang dirumuskan. Konsep
dimaksudkan pula untuk menjelaskan makna dan maksud dari teori tersebut (Mardalis,
2004: 45). Kata konsep mempunyai arti rancangan atau buram (surat dan
sebagainya), usulan, pengertian dasar, ide, gambaran objek. Konsep dalam penelitian ini adalah Analisis Pendidikan Karakter,
Geguritan Dharma Sunyata dan Remaja Masa Kini.
2.1.1 Analisis
Pendidikan Karakter
Sudjiman
(1990:6) menyatakan analisis merupakan penguraian karya sastra atas
unsur-unsurnya, dengan tujuan memahami pertalian antara unsur-unsur tersebut di
dalam mendukung makna karya sastra. Kemudian pengertian Pendidikan, Pendidikan di Indonesia mengacu
kepada pendidikan nasional yang termuat dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2003,
Pasal 3 menyebutkan bahwa :
“Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Potensi yang dimaksud dalam
undang-undang tersebut adalah kapasitas bawaan (inner capacity) manusia yang perlu diaktualisasikan melalui ranah
pendidikan. Artinya hanya dengan pendidikan seluruh potensi yang dimiliki manusia
berkembang sehingga menjadi manusia seutuhnya. Tujuan pendidikan nasional
sebagaimana tercantum dalam undang-undang terdiri atas unsur-unsur karakter
beriman, bertaqwa, berbudi pekerti luhur, berpengetahuan dan berketerampilan,
memiliki kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap, mandiri, dan
tanggung jawab (Yaumi, 2014: 5-6).
Karakter menurut pengamatan filosof
kontemporer Michael Novak adalah perpaduan harmonis seluruh budi pekerti yang
terdapat dalam ajaran-ajaran agama, kisah-kisah sastra, cerita-cerita orang
bijak dan orang-orang berilmu, sejak zaman dahulu hingga sekarang. Tidak
seorang pun menurut Novak yang memiliki semua jenis budi pekerti, semua orang
pasti memiliki kekurangan. Orang-orang dengan karakter yang mengagumkan bisa
sangat berbeda antara satu dengan lainnya (Lickona, 2013: 72).
2.2.2 Geguritan Dharma Sunyata
Gautama (2007: 51) menyatakan bahwa
geguritan merupakan suatu nyanyian
yang menceritakan suatu lakon dalam pepalihan
(bagian-bagian) yang terdiri atas pupuh-pupuh.
Kumpulan pupuh yang membangun sebuah geguritan dapat berupa satu jenis pupuh
atau beberapa jenis pupuh yang berbeda. Karena terdeiri dari beberapa pupuh yang memiliki aturan yang jelas
dalam penulisannya, geguritan digolongkan
menjadi Kesusastraan Bali Purwa atau Kesusastraan Bali yang bersifat klasik
tradisional.
Dharma berasal dari bahasa
Sansekerta dari akar kata "dhr"
yang artinya menjadi, memegang, menjaga, membawa, mendukung, menahan,
menyangga. Secara harfiah dharma berarti hukum, kebiasaan, kealiman, kebajikan,
aturan, kebenaran, tugas, keadilan, jasa, karakter, suatu keanehan, jiwa, dewa,
kematian, anak sulung dari Pandawa (Surada, 2007: 169). Sedangkan kata Sunyata berasal dari bahasa jawa kuna, sunyata artinya sepi (Dinas Pendidikan
Dasar Provinsi Dati I Bali, 1998: 273). Dalam hal ini sunyata berarti keheningan demi mencapai kehidupan yang sejahtera.
2.2.3 Remaja Masa Kini
Batasan usia remaja yang umum
digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia
remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja
awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja
akhir. Remaja
masa kini yang dimaksud dalam penelitian adalah remaja jaman sekarang tinggal
di Desa Dukuh Penaban Karangasem yang umurnya sekitaran 12-21 tahun.
2.2 Teori
Menurut
Ratna (2007: 95) teori adalah alat, kapasitasnya berfungsi untuk mengarahkan
sekaligus membantu memahami objek secara maksimal. Dalam hubungan inilah dapat
dikemukakan bahwa sebuah teori disebut baik apabila memiliki sifat-sifat : (1)
Mudah disesuaikan dengan ciri-ciri karya sastra yang akan dianalisis. (2) Mudah
disesuaikan dengan metode dan teori lain yang menyertainya. (3) dapat
dimanfaatkan untuk menganalisis baik ilmu yang sejenis maupun berbeda. (4)
Memiliki formula-formula yang sederhana, tetapi mengimplikasikan ajringan
analisis yang kompleks. (5) Memiliki prediksi yang dapat menjangkau objek jauh
kemasa depan. Berdasarkan pemaparan tersebut setiap penelitian ilmiah memerlukan
teori yang tepat dan sesuai dengan objek yang diteliti.
2.2.1 Teori Struktural
Teori yang digunakan untuk mengkaji
Pendidikan Karakter dalam Geguritan Dharma
Sunyata yakni teori struktural. Menurut Teeuw
dalam Gunatama (2003:47), memaparkan bahwa kajian struktural merupakan
prioritas utama sebelum yang lain-lainnya, tanpa itu kebulatan makna intrinsik
yang seharusnya dapat digali dari karya sastra itu sendiri tidak akan
terungkap. Karena teori struktural memandang dan memahami karya sastra dari
segi struktural karya sastra itu sendiri.
Teori
struktural merupakan pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan
keseluruhan lembaga antar berbagai unsur dalam teks. Unsur-unsur teks yang berdiri sendiri
tidaklah penting, karena unsur-unsur tersebut baru memperoleh arti jika sudah
dikembangkan secara keseluruhan baik dalam hubungan asosiasi maupun hubungan
oposisi (Sutresna, 2006:83). Sutresna (2006:21) menjelaskan tentang karya
sastra sebagai suatu cerita rekaan pada hakekatnya adalah suatu struktur yang
terefleksi dalam suatu teks sastra.
Struktur tersebut dibina oleh unsur-unsur karya sastra, sehingga karya
sastra tersebut merupakan suatu binaan yang bersifat organik. Unsur-unsur yang membangun karya sastra dari
dalam disebut unsur intrinsik dan unsur luar disebut unsur ekstrinsik. Teori ini sangat berhubungan erat dengan
bahasa sebagai suatu sistem, konvensi sastra, dan kompetensi sastra itu sendiri. Teori struktural dalam penelitian ini
digunakan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan
mendalam mungkin keterkaitan dalam keterjalinan semua anasir dan aspek karya
sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.
2.2.2 Teori Nilai
Koentjaraningrat (dalam Mudana,
2009: 81) mengatakan nilai sebagai konsepsi yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat
penting dalam hidup. Pengertian nilai ini mencangkup hal-hal yang kompleks
dalam masyarakat.
Moleong (2007: 34) yang menguraikan
teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis yang dapat
dihubungkan secara logis satu dengan yang lainnya dengan yang diamati dan
berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang
diamati. Teori adalah menghadirkan suatu
pandangan yang sistematis, tentang fenomena dengan ketetapan hubungan antara
variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena.
Teori nilai yang digunakan dalam
penelitian ini yakni pengertian nilai menurut Koentjaraningrat yang
mengemukakan nilai sebagai konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian
besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat penting
dalam hidup. Pengertian nilai ini mencangkup hal-hal yang kompleks dalam
masyarakat. Teori nilai ini digunakan untuk memecahkan masalah tentang
pendidikan karakter yang terdapat dalam karya sastra.
2.2.3 Teori Hermeneutika
Hermeneutik
adalah semacam pola penyelidikan ilmiah untuk interpretasi, karena di dalam
lingkaran itu terdapat kategori, bagian-bagian serta unsur-unsur yang telah
ditentukan peneliti. Hubungan antara kategori satu dengan lainnya merupakan
satu proses interpretasi. Selanjutnya, tujuan hermeneutik adalah untuk mencapai
dan menemukan makna yang terkandung dalam objek penelitian yang berupa fenomena
kehidupan manusia, melalui pemahaman dan interpretasi. Lebih lanjut Irmayanti
(2002: 70) menjelaskan bahwa tujuan hermeneutik adalah untuk mencapai dan
menemukan makna yang terkandung dalam objek penelitian yang berupa fenomena
kehidupan manusia, melalui pemahaman dan interpretasi. Keragaman pandangan pada
gilirannya menimbulkan kekayaan makna dalam kehidupan manusia, menambah
kualitas estetika, etika, dan logika (Kutha Ratna, 2007:45-46). Melalui
pemaparan tersebut akan didapat satu penjelasan
mengenai fungsi pendidikan karakter dalam Geguritan
Dharma Sunyata terhadap remaja masa kini.
2.3 Metode
Penelitian
Ditinjau dari segi etimologi
metodologi terdiri dari dua kata methodos
dan logos. Methodos berasal dari dua kata yakni metha dan hodos. Metha
artinya dilalui dan hodos
artinya jalan atau cara. Jadi Metode berarti jalan yang harus dilalui untuk
mencapai tujuan sedangkan logos
artinya ilmu. Jadi metodologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari Metode
atau cara-cara yang digunakan dalam kegiatan penelitian atau research (Dwija, 2006: 1). Penelitian
pada dasarnya adalah suatu kegiatan atau proses sistematis untuk memecahkan
masalah yang dilakukan dengan menerapkan metode ilmiah. Berhasil tidaknya suatu
penelitian banyak tergantung pada tepat tidaknya dalam memilih suatu metode
penelitian.
Validasi data yang dikumpulkan
dalam suatu penelitian sangat tergantung dari tata cara atau teknik
pengumpulaan data yang dilakukan peneliti. Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang
lebih baik, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang ada hubungannya
dengan masalah yang diteliti dalam kaitannya dengan penelitian ini, data
digolongkan menjadi dua yakni data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi, wawancara sedangkan
data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan (Gulo, 2004:115).
Dalam
pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa teknik yakni : (1) Pengamatan
(observasi) adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti atau kolaboratornya
mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian (Gulo,
2004:116), sedangkan Riduwan (2006:76) menjelaskan bahwa teknik observasi
adalah melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat
dari dekat kegiatan yang dilakukan. (2) Teknik
kepustakaan adalah teknik yang dilakukan dengan cara mendalami, mencermati,
menelaah dan mengidentifikasikan pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber
bacaan, buku-buku refrensi atau hasil penelitian lain) untuk menunjang
penelitian (Hasan, 2004: 80). (3) Wawancara sebagai salah satu teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri khas
tersendiri. Sugiyono
(2009: 317) menjelaskan bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide-ide melalui tanya jawab, sehingga dapat berkontruksi
dengan makna dalam suatu topik. (4) Teknik
penentuan informan digunakan karena menggunakan teknik wawancara, maka
diperlukan seorang informan yang sekiranya dapat memberikan informasi yang
diperlukan. Informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar
penelitian. Penentuan informan dalam penelitian ini ditentukan dengan cara snow
ball. Teknik snow ball merupakan
penentuan informan berdasarkan teknik bola salju menggelinding atau bergulir
(Sugiyono, 2009: 56). (5) Teknik dokumentasi menurut
Arikunto (2006: 231) menyatakan dokumentasi adalah pencarian data dengan
penyalinan atau pencatatan langsung dari data yang ada dalam objek penelitian
seperti surat-surat, buku induk, surat kabar, notulen, catatan-catatan biografi
dan lain sebagainya.
2.4 Hasil Penelitian
2.4.1 Struktur dan
Pendidikan Karakter Dalam Gegurtian Dharma Sunyata
Hasil penelitian yang peneliti
peroleh dalam penelitian ini adalah struktur forma meliputi: kode bahasa
dan sastra, ragam bahasa dan gaya bahasa yang digunakan dalam membangun karya
sastra, serta sasmitaning tembang atau
isyarat pola persajakan yang terdapat dalam karya sastra geguritan. Kode bahasa sastra yang ada dalam Geguritan Dharma Sunyata ini yakni menggunakan 211 bait (pada) pupuh dan terdiri atas 16 bait Pupuh
Durma, 21 bait Pupuh Ginanti, 42
bait Pupuh Sinom, 19 bait Pupuh Pangkur, 18 bait Pupuh Semarandhana, 20 bait Pupuh Ginada, 19 bait Pupuh Pucung, 16 bait Pupuh Adri, 14 bait Pupuh Dangdang, dan 26 bait
Pupuh Maskumambang. Ragam bahasa yang
digunakan dalam Geguritan Dharma
Sunyata ini menggunakan Bahasa Bali
Alus, Bahasa Bali Madya, dan Bahasa Bali Kasar. Gaya bahasa yang digunakan dalam Geguritan Dharma Sunyata menggunakan majas litotes, majas
perumpamaan, majas antitesis, majas pleonasme, majas hiperbola, majas
antonomasia, dan majas repetisi. Menggunakan juga sasminitaning tembang sebagai isyarat dari pergantian pupuh.
Struktur adalah keseluruhan relasi
antara berbagai unsur sebuah teks (Sudiara, 2005: 30). Struktur naratif dalam Geguritan Dharma Sunyata meliputi latar
atau setting, tokoh dan penokohan,
tema dan amanat. Latar yang digunakan dalam Geguritan
Dharma Sunyata yakni latar tempat (di sebuah pasraman), latar waktu (rahina
purnama), dan latar sosial (sikap sosial Sang Yogiswari). Geguritan Dharma Sunyata terdiri atas
tema utama (mayor) dan anak tema (minor). Tema mayornya adalah “Ajaran
Kelepasan.” Ini terlihat dalam setiap penjelasan dari tokoh utama yakni Sang
Yogiswara kepada semua muridnya di sebuah pasraman. Kemudian tema minornya
adalah “pendidikan karakter”. Pesan moral atau amanat yang terdapat dalam Geguritan Dharma Sunyata adalah sebagai
manusia hendaknya selalu berbhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan berbhakti
serta menjalankan ajaran dharma akan mendapatkan kelepasan duniawi mendapatkan
moksa.
Tokoh dan Penokohan dalam Geguritan Dharma Sunyata terdiri atas
tokoh utama dan tokoh sekunder. Tokoh utamanya adalah Sang Yogiswara Wijna.
Sang Yogiswara Wijna menjadi tokoh utama karena dalam penceritaannya tokoh ini
paling sering dijelaskan, serta tokoh ini juga yang menjadi penggerak dari
jalannya cerita. Penokohan dari Sang Yogiswara Wijna adalah digambarkan sebagai
tokoh laki-laki yang sudah tua dan memiliki perwatakan amat bijaksana karena
memberikan pendidikan agama serta mendidik membentuk karakter dari para
sisyanya. Tokoh sekunder dalam Geguritan
Dharma Sunyata adalah Sang Jagrati. Disebut tokoh sekunder karena dalam
membangun sebuah cerita Sang Jagrati bersama Yogiswara sebagai tokoh utama,
saling ada hubungan timbal balik antara guru dan murid. Penokohan tokoh Jagrati
adalah rajin bekerja, kritis serta memiliki rasa ingin tahu yang kuat.
Pendidikan Karakter yang terdapat
dalam Geguritan Dharma Sunyata dikelompokkan
menjadi tiga yaitu bidang ketuhanan, kemanusiaan, dan lingkungan. Pendidikan
karakter bidang ketuhanan meliputi karakter religius yang digambarkan dengan pelaksanaan persembahyangan di pasraman, karakter
toleransi digambarkan oleh para sisya Sang Yogiswara walaupun
berbeda setiap orangnya harus saling menghormati begitu pula ketika ada sahabat
yang menganut agama yang berbeda patut saling menghargai, dan karakter
jujur digambarkan dengan perkataan baik sang guru maupun
sisya tidak ada yang mengarangnya. Pendidikan karakter bidang sosial kemasyarakatan yakni karakter cinta damai, disiplin,
kerja keras, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, dan tanggung jawab. Karakter sosial kemasyarakatan ini digambarkan dengan perbuatan dan prilaku
sisya sang Yogiswara yang cinta akan kedamaian, memiliki sikap disiplin dalam
menuntut ilmu, kerja keras dalam melakukan pekerjaan, memiliki rasa ingin tahu
terhadap materi pembelajaran, menghargai prestasi dan menjadikan prestasi
temannnya tersebut untuk belajar lebih giat, serta memiliki rasa tanggung jawab
terhadap setiap perbuatan yang dilakukan. Pendidikan karakter bidang
lingkungan yakni karakter peduli lingkungan yang digambarkan
dengan sikap para sisya Sang Yogiswara dalam memelihara lingkungan sekitar
dengan melaksanakan menanam pepohonan dan bunga-bungaan sehingga lingkungan
belajar terasa asri dan harum.
2.4.2 Keterkaitan Pendidikan Karakter Dalam Geguritan
Dharma Sunyata
Terhadap
Remaja Masa Kini Di Desa Dukuh Penaban Karangasem
Penelitian
ini menghasilkan temuan bahwa adanya keterkaitan antara teks dan konteksnya.
Penelitian tentang teks karya sastra menemukan ajaran pendidikan karakter yang
memang dari dulu sudah diterapkan untuk membentuk prilaku yang didasarkan atas
ajaran kebenaran. Temuan pendidikan karakter yang terdapat dalam karya sastra geguritan digambarkan dalam tokoh-tokoh
yang membangun cerita. Nilai pendidikan karakter dalam karya sastra geguritan memiliki kesamaan dengan
pendidikan karakter yang diterapkan oleh pemerintah.
Berdasarkan
ajaran tri hita karana yang
memaparkan tiga cara untuk mendapatkan kebahagian. Bagian tri hita karana yakni menggambarkan karakter ketuhanan, sosial
kemasyarakatan, dan peduli lingkungan. Karakter ketuhanan yang dimaksud adalah bagaimana
prilaku manusia dalam wujud bhaktinya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karakter religius,
toleransi dan jujur merupakan bentuk dari karakter bidang ketuhanan, yang dalam
tri hita karana dikenal dengan bidang
parhyangan. Karakter sosial
kemasyarakatan yang dimaksud adalah bagaimana setiap manusia bisa saling
menghargai. Perwujudan karakter sosial kemasyarakatan yakni karakter cinta
damai, kerja keras, menghargai prestasi, rasa ingin tahu, disiplin dan
tanggungjawab. Memiliki karakter tersebut menciptakan keharmonisan dalam
kehidupan. Dalam tri hita karana dikenal
dengan istilah pawongan. Karakter
peduli lingkungan perwujudan dari bidang palemahan
dalam tri hita karana. Karakter
peduli lingkungan akan menjadikan hubungan antara manusia dengan alam sekitar
menjadi harmonis.
Temuan
lainya yakni dengan pendidikan karakter menjadikan remaja masa kini di Desa
Dukuh Penaban Karangasem berbhakti kepada Tuhan, orang tua dan sayang akan
lingkungannya. Dengan karakter ketuhanan menjadikan para remaja memiliki niat
untuk ngayah dalam melaksakan yadnya,
sebagai wujud bhakti kepada Tuhan. Karakter spiritual dan jujur ini menjadikan
para remaja memiliki prilaku yang baik, dan dipercaya oleh masyarakat dalam
membantu melaksanakan yadnya. Karakter sosial kemasyarakatan seperti karakter
cinta damai, toleransi, kerja keras, menghargai prestasi, rasa ingin tahu, dan
tanggung jawab membuat para remaja desa memiliki prilaku saling menghargai,
menerima suatu perbedaan. Walaupun di desa tersebut berbeda agama namun tetap
menjaga toleransi demi kehidupan yang harmonis. Karakter peduli lingkungan
menjadika para remaja bisa mengklasifikasikan sampah-sampah organik dan
anorganik. Dengan adanya tempat pengolahan sampah terpadu di desa, para remaja
memiliki peran serta yang aktif membantu pengelompokan sampah, demi terciptanya
desa yang bersih dan asri.
Pendidikan
karakter yang terdapat dalam sebuah karya sastra memiliki kerelevanan dengan
kehidupan saat ini. Melalui bentuk perwatakan yang digambarkan dalam karakter
tokoh sebuah karya sastra, bisa dipakai cerminan bagaimana berprilaku yang baik
dan benar. Seperti halnya yang dilakukan oleh para remaja masa kini di Desa
Dukuh Penaban, prilakunya memiliki relevansi dengan karakter tokoh dalam Geguritan Dharma Sunyata. Melalui
cerminan karakter bangsa yang dilakukan oleh para remaja Desa Dukuh Penaban
dapat dijadikan contoh perilaku dalam memperbaiki mental serta perilaku para
remaja Indonesia.
BAB III PENUTUP
Bentuk
suatu karya sastra khususnya geguritan
dharma sunyata, memiliki struktur forma meliputi kode Bahasa dan sastra,
ragam Bahasa, gaya Bahasa dan sasmitaning
tembang, dan struktur naratif meliputi latar, tokoh dan penokohan, tema,
dan amanat. Struktur inilah yang membangun sebuah karya sastra menjadi lebih
bermakna dan menarik untuk dibaca. Karya sastra khususnya geguritan dharma
sunyata memiliki nilai pendidikan karakter yang dituangkan oleh pangawi.
Pendidikan karakter yang terdapat dalam geguritan
dharma sunyata dikemas dengan menyisipkan ajaran agama Hindu seperti ajaran
tri kaya parisudha, tat twam asi, ong kara dan lain sebagainya. Pendidikan
karakter dalam geguritan dharma sunyata berdasarkan
ajaran tri hita karana dikelompokkan
menjadi tiga yaitu karakter religius yang meliputi karakter religius dan
karakter jujur, karakter sosial kemasyarakatan meliputi karakter cinta damai,
toleransi, kerja keras, rasa ingin tahu, menghargai prestasi dan tanggung
jawab, karakter tentang lingkungan meliputi karakter peduli lingkungan.
Pendidikan karakter tersebut memiliki peran serta membentuk manusia yang
berbudi pekerti luhur.
Fungsi
pada remaja masa kini di desa dukuh penaban Karangasem adalah sebagai
pembentukan karakter religius, karakter sosial kemasyarakatan, dan karakter
peduli lingkungan. Pembentukan karakter ini sangat berperan dalam kehidupan
para remaja di desa dukuh penaban. Prilaku remaja yang dulunya suka berjudi,
mabuk-mabukan, malas sembahyang jaman sekarang sudah berkurang. Prilaku remaja
yang sekarang memiliki budi pekerti yang baik. Fungsi lainya adalah dapat
membantu pemerintah dalam mengmbangkan dan melaksanakan program gerakan
revolusi mental. Pendidikan karakter sangat berperan dalam mengubah pola pikir
manusia kearah yang lebih baik. Dengan pendidikan karakter pula bisa menjadikan
negara Indonesia dengan prilaku masyarakatnya yang ramah tamah, cinta damai,
saling menolong, dan saling menghargai.
Bagi masyarakat
melalui penelitian ini diharapkan agar tetap
menjaga kesusastraan Bali, agar nantinya tidak punah. Kepada para pengarang
serta pecinta budaya daerah khususnya budaya Bali agar tetap menulis karya
satra Bali. Bagi Pemerintah yang terkait, dihimbau untuk
memperhatikan dan memberikan apresiasi para seniman dan diajak bekerja sama
dalam rangka menyebarluaskan Agama Hindu yang begitu universal. Bagi
masyarakat Geguritan Dharma Sunyata ini
bisa dijadikan pedoman bagi generasi muda untuk menambah wawasan. Bagi
para remaja Geguritan Dharma Sunyata memiliki
bentuk cerminan perilaku yang berkarakter dan sarat akan nilai budi pekerti
luhur.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto.
2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Dinas Pendidikan Dasar
Provinsi Dati I Bali. 1998. Kamus Bahasa Kawi. Denpasar.
Dwija,
I Wayan. 2006. Metodologi Penelitian Pendidikan. STKIP Agama Hindu: Amlapura.
Gautama, Wayan Budha. 2007. Kesusastraan Bali. Surabaya: Paramitha.
Gulo, W. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia.
Hasan,
Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi
Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Indonesia: Ghalia.
Hasan,
Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian
dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
Irmayanti. 2002. Realitas
dan Objetivitas: Refleksi Kritis Atas Cara Kerja Ilmiah. Jakarta: Widya
Sastra
Mardalis. 2004. Metode
Penelitian (suatu pendekatan proposal). Jakarta: bumi Aksara.
Moloeng, J. Lexi. 2007. Metodelogi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Mudana, I Wayan. 2009. Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar. Singaraja: Universitas Pendidikan
Ganesa.
Ratna, I Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik
Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Riduwan.
2006. Belajar Mudah Penelitian Untuk
Guru, Karyawan, dan Penelitian Pemula. Badung : Alfabeta.
Sudiara,
Seloka. 2005. Modul Kritik Sastra. Singaraja:
IKIP Negeri Singaraja.
Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian: Pendekatan Kunalitatif,
kuantitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Surada, I Made. 2007. Kamus Sansekerta Indonesia. Denpasar: Widya Dharma.
Sutresna,
Ida Bagus. 2006. Prosa Fiksi.
Undiksa Singaraja
Yaumi,
M.Hum., M.A, Dr. Muhammad. 2014. Pendidikan
Karakter Landasan, Pilar & Implementasi. Jakarta: Kencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar