Bali Simbar

Sabtu, 02 Mei 2020

Jurnal Geguritan Dharma Sunyata


ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM GEGURITAN DHARMA SUNYATA
TERHADAP REMAJA MASA KINI
DI DESA DUKUH PENABAN KARANGASEM

I Wayan Adi Upadana
STKIP AGAMA HINDU AMLAPURA


ABSTRAK
Hasil penelitian ini secara struktur Geguritan Dharma Sunyata terdiri atas struktur forma dan struktur naratif. Struktur forma meliputi: kode bahasa dan sastra, ragam bahasa, gaya bahasa dan sasminitaning tembang. Struktur naratif meliputi: tokoh penokohan, latar atau setting, tema dan amanat. Pendidikan Karakter yang terdapat dalam Geguritan Dharma Sunyata terdiri atas pendidikan karakter bidang ketuhanan meliputi karakter religius, karakter toleransi, dan karakter jujur. Pendidikan karakter bidang sosial kemasyarakatan yakni karakter cinta damai, disiplin, kerja keras, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, dan tanggung jawab. Pendidikan karakter bidang lingkungan yakni karakter peduli lingkungan. Fungsi pendidikan karakter dalam Geguritan Dharma Sunyata terhadap remaja masa kini di Desa Dukuh Penaban Karangsem adalah sebagai pembentukan karakter Ketuhanan, karakter sosial kemasyarakatan, dan karakter Cinta lingkungan yang bersumber pada ajaran tri hita karana serta merevolusi mental para remaja agar memiliki perilaku berbudi pekerti luhur.

Kata kunci: Pendidikan Karakter, Geguritan Dharma Sunyata, dan Remaja
          Masa Kini.

ABSTRACT
The results of this study structurally of Geguritan Dharma Sunyata consist of forma structure and narrative structure. Forma structure includes: a code language and literature, language diversity, language style and sasminitaning tembang. Narrative structure include: characterizations figures, background or setting, theme and mandate. Character Education contained in Geguritan Dharma Sunyata consists of divinity field character education includes a religious character, the character of tolerance, and honest character. Character education humanitarian fields consists of peace-loving character, discipline, hard work, curiosity, recognize achievement, and responsibility. Character education environment field the character of environmental care. The function of character education in Geguritan Dharma Sunyata to today's youth in the village of Dukuh Penaban Karangsem is as the character formation of divinity, the social character and the love of environmental character that source in the teachings of Tri Hita Karana and mental revolutionized young people to have a good moral behavior.

Keywords: Character Education, Geguritan Dharma Sunyata, and Today's
        Youth.

BAB I PENDAHULUAN
Masyarakat Bali menaruh perhatian yang cukup besar terhadap karya sastra tradisional, khususnya karya sastra dalam bentuk geguritan. Karya sastra dalam bentuk geguritan ini tidak hanya digunakan untuk menghibur dan memberi kesenangan semata, melainkan untuk melihat dari segi keindahan dan manfaat yang ada dalam karya sastra tersebut. Kecintaan terhadap suatu bentuk karya sastra khususnya geguritan memunculkan keharmonisan serta dapat menumbuhkan rasa bhakti yang tulus kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Karya sastra geguritan sangat berperan penting dalam memperkokoh dan menopang sastra Bali di masyarakat. Membaca karya sastra geguritan seorang pembaca dan yang mendengarnya dapat belajar sambil bernyanyi, seperti adanya sekaa mabebasan/sekaa santi. Kelompok masyarakat yang mengikuti kegiatan sekaa santi dapat mempererat tali persaudaraan, bercanda gurau, menenangkan pikiran, mendapatkan rasa nyaman serta memperoleh kedamaian dalam diri.
Nilai kearifan lokal (local wisdom) yang santun, ramah, saling menghormati, arif, dan religius seperti termuat dalam karya sastra Bali khususnya geguritan seakan terkikis tereduksi gaya hidup instan dan modern. Maraknya pemberitaan kasus-kasus korupsi di tanah Indonesia ini, mencerminkan bahwa nilai kearifan bangsa Indonesia mulai terkikis. Kasus-kasus pidana tersebut mencirikan bahwa nilai kejujuran dan nilai religius yang menjadi karakter bangsa Indonesia menjadi terkikis. Kenakalan remaja dewasa ini bukan hanya terjadi karena mengikuti pergaulan bebas yang merusakan masa depannya, melainkan sikap rasa persaudaraan yang juga mulai menurun.
Melihat fenomena tersebut, di desa Dukuh Penaban yang juga berlokasi di Karangasem prilaku remajanya menunjukkan adanya perbedaan. Para remaja yang tinggal di desa Dukuh Penaban karakter pendidikannya tergolong baik. Remaja di desa tersebut tergolong rajin membantu orang tuanya dalam melakukan tugas di rumah, seperti: mabanten, ngayah di Pura, gotong royong membersihkan lingkungan desa, sekolahnya juga rajin, serta kerja keras membantu orang tuanya. Orang tua para remaja tersebut termasuk disiplin dalam mendidik anaknya, untuk menjadi anak yang suputra dan berbakti. Perilaku demikian dalam karya sastra geguritan yang sarat akan nilai-nilai pendidikan karakter seperti pada pemaparan di atas masih sangat relevan, ajaran-ajaran dalam naskah geguritan tersebut diikuti dengan baik oleh remaja masa kini di Desa Dukuh Penaban.
Pendidikan karakter dewasa ini memang sudah dulu ada, namun baru sekarang dijadikan pedoman untuk merevolusi mental yang kurang baik. Pendidikan karakter ini ditemukan dalam bentuk-bentuk karya sastra geguritan, salah satunya terdapat dalam Geguritan Dharma Sunyata. Geguritan Dharma Sunyata merupakan karya sastra Bali berisikan tentang ajaran untuk merevitalisasi pendidikan karakter yang ada dalam karya sastra diterapkan dalam remaja masa kini. Pemaknaan dalam kajian Geguritan Dharma Sunyata memberikan kontribusi teladan untuk membentuk prilaku manusia kearah yang lebih baik.
Karakter tokoh yang ada dalam Geguritan Dharma Sunyata dapat memberikan keteladanan bagi kaum remaja. Remaja masa kini yang dominan masih menempuh pendidikan sekolah sangat baik mencontoh tokoh dalam geguritan ini. Tokohnya yakni Sang Jagrati memiliki karakter yang religius, jujur, toleransi, cinta damai, disiplin, kerja keras, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, tanggung jawab dan peduli lingkungan sangat cocok dimiliki oleh seorang pelajar remaja dalam menempuh ilmu pendidikan. Geguritan Dharma Sunyata menceritakan juga sosok tokoh seorang guru yang memberikan ajaran-ajaran pendidikan moral dan petuah ajaran agama Hindu kepada muridnya. Dengan ajaran-ajaran tersebut sang guru memberikan suatu pembinaan pendidikan karakter untuk membentuk moral siswanya menjadi lebih baik.
Berdasarkan pemaparan di atas melihat keadaan, kondisi, serta keunikan yang dimiliki pulau Bali serta kebudayaan yang beranekaragam seperti pemakaian Bahasa, adat istiadat, adanya karya-karya sastra klasik khususnya dalam bentuk naskah geguritan dalam penelitian ini memakai Geguritan Dharma Sunyata, dan mencermati adanya berbagai persoalan di masyarakat khususnya pada kaum remaja yang moralnya perlu diperbaiki. Menanggapi persoalan tersebut peneliti akan mencoba untuk mengkaji bagaimana pendidikan karakter yang ada dalam naskah Geguritan Dharma Sunyata serta fungsi pendidikan karakter terhadap remaja masa kini di Desa Dukuh Penaban Karangasem. Dengan mengangkat judul penelitian “Analisis Pendidikan Karakter dalam Geguritan Dharma Sunyata terhadap Remaja Masa Kini di Desa Dukuh Penaban Karangasem”.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep
Konsep merupakan teori-teori baku yang harus terlebih dahulu dipahami di dalam suatu penelitian ilmiah. Konsep membentuk preposisi, dari preposisi kemudian membentuk teori. Konsep merupakan suatu kesatuan tentang suatu hal atau persoalan yang dirumuskan. Konsep dimaksudkan pula untuk menjelaskan makna dan maksud dari teori tersebut (Mardalis, 2004: 45). Kata konsep mempunyai arti rancangan atau buram (surat dan sebagainya), usulan, pengertian dasar, ide, gambaran objek. Konsep dalam penelitian ini adalah Analisis Pendidikan Karakter, Geguritan Dharma Sunyata dan Remaja Masa Kini.

2.1.1 Analisis Pendidikan Karakter
Sudjiman (1990:6) menyatakan analisis merupakan penguraian karya sastra atas unsur-unsurnya, dengan tujuan memahami pertalian antara unsur-unsur tersebut di dalam mendukung makna karya sastra. Kemudian pengertian Pendidikan, Pendidikan di Indonesia mengacu kepada pendidikan nasional yang termuat dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2003, Pasal 3 menyebutkan bahwa :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Potensi yang dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah kapasitas bawaan (inner capacity) manusia yang perlu diaktualisasikan melalui ranah pendidikan. Artinya hanya dengan pendidikan seluruh potensi yang dimiliki manusia berkembang sehingga menjadi manusia seutuhnya. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam undang-undang terdiri atas unsur-unsur karakter beriman, bertaqwa, berbudi pekerti luhur, berpengetahuan dan berketerampilan, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap, mandiri, dan tanggung jawab (Yaumi, 2014: 5-6).
Karakter menurut pengamatan filosof kontemporer Michael Novak adalah perpaduan harmonis seluruh budi pekerti yang terdapat dalam ajaran-ajaran agama, kisah-kisah sastra, cerita-cerita orang bijak dan orang-orang berilmu, sejak zaman dahulu hingga sekarang. Tidak seorang pun menurut Novak yang memiliki semua jenis budi pekerti, semua orang pasti memiliki kekurangan. Orang-orang dengan karakter yang mengagumkan bisa sangat berbeda antara satu dengan lainnya (Lickona, 2013: 72).

2.2.2 Geguritan Dharma Sunyata
Gautama (2007: 51) menyatakan bahwa geguritan merupakan suatu nyanyian yang menceritakan suatu lakon dalam pepalihan (bagian-bagian) yang terdiri atas pupuh-pupuh. Kumpulan pupuh yang membangun sebuah geguritan dapat berupa satu jenis pupuh atau beberapa jenis pupuh yang berbeda. Karena terdeiri dari beberapa pupuh yang memiliki aturan yang jelas dalam penulisannya, geguritan digolongkan menjadi Kesusastraan Bali Purwa atau Kesusastraan Bali yang bersifat klasik tradisional.
Dharma berasal dari bahasa Sansekerta dari akar kata "dhr" yang artinya menjadi, memegang, menjaga, membawa, mendukung, menahan, menyangga. Secara harfiah dharma berarti hukum, kebiasaan, kealiman, kebajikan, aturan, kebenaran, tugas, keadilan, jasa, karakter, suatu keanehan, jiwa, dewa, kematian, anak sulung dari Pandawa (Surada, 2007: 169). Sedangkan kata Sunyata berasal dari bahasa jawa kuna, sunyata artinya sepi (Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Dati I Bali, 1998: 273). Dalam hal ini sunyata berarti keheningan demi mencapai kehidupan yang sejahtera.

2.2.3 Remaja Masa Kini
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Remaja masa kini yang dimaksud dalam penelitian adalah remaja jaman sekarang tinggal di Desa Dukuh Penaban Karangasem yang umurnya sekitaran 12-21 tahun.

2.2 Teori
Menurut Ratna (2007: 95) teori adalah alat, kapasitasnya berfungsi untuk mengarahkan sekaligus membantu memahami objek secara maksimal. Dalam hubungan inilah dapat dikemukakan bahwa sebuah teori disebut baik apabila memiliki sifat-sifat : (1) Mudah disesuaikan dengan ciri-ciri karya sastra yang akan dianalisis. (2) Mudah disesuaikan dengan metode dan teori lain yang menyertainya. (3) dapat dimanfaatkan untuk menganalisis baik ilmu yang sejenis maupun berbeda. (4) Memiliki formula-formula yang sederhana, tetapi mengimplikasikan ajringan analisis yang kompleks. (5) Memiliki prediksi yang dapat menjangkau objek jauh kemasa depan. Berdasarkan pemaparan tersebut setiap penelitian ilmiah memerlukan teori yang tepat dan sesuai dengan objek yang diteliti.

2.2.1 Teori Struktural
Teori yang digunakan untuk mengkaji Pendidikan Karakter dalam Geguritan Dharma Sunyata yakni teori struktural. Menurut Teeuw dalam Gunatama (2003:47), memaparkan bahwa kajian struktural merupakan prioritas utama sebelum yang lain-lainnya, tanpa itu kebulatan makna intrinsik yang seharusnya dapat digali dari karya sastra itu sendiri tidak akan terungkap. Karena teori struktural memandang dan memahami karya sastra dari segi struktural karya sastra itu sendiri.
Teori struktural merupakan pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan lembaga antar berbagai unsur dalam teks.  Unsur-unsur teks yang berdiri sendiri tidaklah penting, karena unsur-unsur tersebut baru memperoleh arti jika sudah dikembangkan secara keseluruhan baik dalam hubungan asosiasi maupun hubungan oposisi (Sutresna, 2006:83). Sutresna (2006:21) menjelaskan tentang karya sastra sebagai suatu cerita rekaan pada hakekatnya adalah suatu struktur yang terefleksi dalam suatu teks sastra.  Struktur tersebut dibina oleh unsur-unsur karya sastra, sehingga karya sastra tersebut merupakan suatu binaan yang bersifat organik.  Unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam disebut unsur intrinsik dan unsur luar disebut unsur ekstrinsik.  Teori ini sangat berhubungan erat dengan bahasa sebagai suatu sistem, konvensi sastra, dan kompetensi sastra itu sendiri.  Teori struktural dalam penelitian ini digunakan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan mendalam mungkin keterkaitan dalam keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

2.2.2 Teori Nilai
Koentjaraningrat (dalam Mudana, 2009: 81) mengatakan nilai sebagai konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat penting dalam hidup. Pengertian nilai ini mencangkup hal-hal yang kompleks dalam masyarakat.
Moleong (2007: 34) yang menguraikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan yang lainnya dengan yang diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.  Teori adalah menghadirkan suatu pandangan yang sistematis, tentang fenomena dengan ketetapan hubungan antara variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena. 
Teori nilai yang digunakan dalam penelitian ini yakni pengertian nilai menurut Koentjaraningrat yang mengemukakan nilai sebagai konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat penting dalam hidup. Pengertian nilai ini mencangkup hal-hal yang kompleks dalam masyarakat. Teori nilai ini digunakan untuk memecahkan masalah tentang pendidikan karakter yang terdapat dalam karya sastra.

2.2.3 Teori Hermeneutika
Hermeneutik adalah semacam pola penyelidikan ilmiah untuk interpretasi, karena di dalam lingkaran itu terdapat kategori, bagian-bagian serta unsur-unsur yang telah ditentukan peneliti. Hubungan antara kategori satu dengan lainnya merupakan satu proses interpretasi. Selanjutnya, tujuan hermeneutik adalah untuk mencapai dan menemukan makna yang terkandung dalam objek penelitian yang berupa fenomena kehidupan manusia, melalui pemahaman dan interpretasi. Lebih lanjut Irmayanti (2002: 70) menjelaskan bahwa tujuan hermeneutik adalah untuk mencapai dan menemukan makna yang terkandung dalam objek penelitian yang berupa fenomena kehidupan manusia, melalui pemahaman dan interpretasi. Keragaman pandangan pada gilirannya menimbulkan kekayaan makna dalam kehidupan manusia, menambah kualitas estetika, etika, dan logika (Kutha Ratna, 2007:45-46). Melalui pemaparan tersebut akan didapat satu penjelasan mengenai fungsi pendidikan karakter dalam Geguritan Dharma Sunyata terhadap remaja masa kini.

2.3 Metode Penelitian
Ditinjau dari segi etimologi metodologi terdiri dari dua kata methodos dan logos. Methodos berasal dari dua kata yakni metha dan hodos. Metha artinya dilalui dan hodos artinya jalan atau cara. Jadi Metode berarti jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan sedangkan logos artinya ilmu. Jadi metodologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari Metode atau cara-cara yang digunakan dalam kegiatan penelitian atau research (Dwija, 2006: 1). Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan atau proses sistematis untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan menerapkan metode ilmiah. Berhasil tidaknya suatu penelitian banyak tergantung pada tepat tidaknya dalam memilih suatu metode penelitian.
Validasi data yang dikumpulkan dalam suatu penelitian sangat tergantung dari tata cara atau teknik pengumpulaan data yang dilakukan peneliti. Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang lebih baik, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dalam kaitannya dengan penelitian ini, data digolongkan menjadi dua yakni data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi, wawancara sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan (Gulo, 2004:115).
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa teknik yakni : (1) Pengamatan (observasi) adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian (Gulo, 2004:116), sedangkan Riduwan (2006:76) menjelaskan bahwa teknik observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. (2) Teknik kepustakaan adalah teknik yang dilakukan dengan cara mendalami, mencermati, menelaah dan mengidentifikasikan pengetahuan yang ada dalam kepustakaan (sumber bacaan, buku-buku refrensi atau hasil penelitian lain) untuk menunjang penelitian (Hasan, 2004: 80). (3) Wawancara sebagai salah satu teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri khas tersendiri. Sugiyono (2009: 317) menjelaskan bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide-ide melalui tanya jawab, sehingga dapat berkontruksi dengan makna dalam suatu topik. (4) Teknik penentuan informan digunakan karena menggunakan teknik wawancara, maka diperlukan seorang informan yang sekiranya dapat memberikan informasi yang diperlukan. Informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Penentuan informan dalam penelitian ini ditentukan dengan cara snow ball. Teknik snow ball merupakan penentuan informan berdasarkan teknik bola salju menggelinding atau bergulir (Sugiyono, 2009: 56). (5) Teknik dokumentasi menurut Arikunto (2006: 231) menyatakan dokumentasi adalah pencarian data dengan penyalinan atau pencatatan langsung dari data yang ada dalam objek penelitian seperti surat-surat, buku induk, surat kabar, notulen, catatan-catatan biografi dan lain sebagainya.
2.4 Hasil Penelitian
2.4.1 Struktur dan Pendidikan Karakter Dalam Gegurtian Dharma Sunyata
            Hasil penelitian yang peneliti peroleh dalam penelitian ini adalah struktur forma meliputi: kode bahasa dan sastra, ragam bahasa dan gaya bahasa yang digunakan dalam membangun karya sastra, serta sasmitaning tembang atau isyarat pola persajakan yang terdapat dalam karya sastra geguritan. Kode bahasa sastra yang ada dalam Geguritan Dharma Sunyata ini yakni menggunakan 211 bait (pada) pupuh dan terdiri atas 16 bait Pupuh Durma, 21 bait Pupuh Ginanti, 42 bait Pupuh Sinom, 19 bait Pupuh Pangkur, 18 bait Pupuh Semarandhana, 20 bait Pupuh Ginada, 19 bait Pupuh Pucung, 16 bait Pupuh Adri, 14 bait Pupuh Dangdang, dan 26 bait Pupuh Maskumambang. Ragam bahasa yang digunakan dalam Geguritan Dharma Sunyata ini menggunakan Bahasa Bali Alus, Bahasa Bali Madya, dan Bahasa Bali Kasar. Gaya bahasa yang digunakan dalam Geguritan Dharma Sunyata menggunakan majas litotes, majas perumpamaan, majas antitesis, majas pleonasme, majas hiperbola, majas antonomasia, dan majas repetisi. Menggunakan juga sasminitaning tembang sebagai isyarat dari pergantian pupuh.
Struktur adalah keseluruhan relasi antara berbagai unsur sebuah teks (Sudiara, 2005: 30). Struktur naratif dalam Geguritan Dharma Sunyata meliputi latar atau setting, tokoh dan penokohan, tema dan amanat. Latar yang digunakan dalam Geguritan Dharma Sunyata yakni latar tempat (di sebuah pasraman), latar waktu (rahina purnama), dan latar sosial (sikap sosial Sang Yogiswari). Geguritan Dharma Sunyata terdiri atas tema utama (mayor) dan anak tema (minor). Tema mayornya adalah “Ajaran Kelepasan.” Ini terlihat dalam setiap penjelasan dari tokoh utama yakni Sang Yogiswara kepada semua muridnya di sebuah pasraman. Kemudian tema minornya adalah “pendidikan karakter”. Pesan moral atau amanat yang terdapat dalam Geguritan Dharma Sunyata adalah sebagai manusia hendaknya selalu berbhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan berbhakti serta menjalankan ajaran dharma akan mendapatkan kelepasan duniawi mendapatkan moksa.
Tokoh dan Penokohan dalam Geguritan Dharma Sunyata terdiri atas tokoh utama dan tokoh sekunder. Tokoh utamanya adalah Sang Yogiswara Wijna. Sang Yogiswara Wijna menjadi tokoh utama karena dalam penceritaannya tokoh ini paling sering dijelaskan, serta tokoh ini juga yang menjadi penggerak dari jalannya cerita. Penokohan dari Sang Yogiswara Wijna adalah digambarkan sebagai tokoh laki-laki yang sudah tua dan memiliki perwatakan amat bijaksana karena memberikan pendidikan agama serta mendidik membentuk karakter dari para sisyanya. Tokoh sekunder dalam Geguritan Dharma Sunyata adalah Sang Jagrati. Disebut tokoh sekunder karena dalam membangun sebuah cerita Sang Jagrati bersama Yogiswara sebagai tokoh utama, saling ada hubungan timbal balik antara guru dan murid. Penokohan tokoh Jagrati adalah rajin bekerja, kritis serta memiliki rasa ingin tahu yang kuat.
Pendidikan Karakter yang terdapat dalam Geguritan Dharma Sunyata dikelompokkan menjadi tiga yaitu bidang ketuhanan, kemanusiaan, dan lingkungan. Pendidikan karakter bidang ketuhanan meliputi karakter religius yang digambarkan dengan pelaksanaan persembahyangan di pasraman, karakter toleransi digambarkan oleh para sisya Sang Yogiswara walaupun berbeda setiap orangnya harus saling menghormati begitu pula ketika ada sahabat yang menganut agama yang berbeda patut saling menghargai, dan karakter jujur digambarkan dengan perkataan baik sang guru maupun sisya tidak ada yang mengarangnya. Pendidikan karakter bidang sosial kemasyarakatan yakni karakter cinta damai, disiplin, kerja keras, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, dan tanggung jawab. Karakter sosial kemasyarakatan ini digambarkan dengan perbuatan dan prilaku sisya sang Yogiswara yang cinta akan kedamaian, memiliki sikap disiplin dalam menuntut ilmu, kerja keras dalam melakukan pekerjaan, memiliki rasa ingin tahu terhadap materi pembelajaran, menghargai prestasi dan menjadikan prestasi temannnya tersebut untuk belajar lebih giat, serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang dilakukan. Pendidikan karakter bidang lingkungan yakni karakter peduli lingkungan yang digambarkan dengan sikap para sisya Sang Yogiswara dalam memelihara lingkungan sekitar dengan melaksanakan menanam pepohonan dan bunga-bungaan sehingga lingkungan belajar terasa asri dan harum.

2.4.2 Keterkaitan Pendidikan Karakter Dalam Geguritan Dharma Sunyata
         Terhadap Remaja Masa Kini Di Desa Dukuh Penaban Karangasem
            Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa adanya keterkaitan antara teks dan konteksnya. Penelitian tentang teks karya sastra menemukan ajaran pendidikan karakter yang memang dari dulu sudah diterapkan untuk membentuk prilaku yang didasarkan atas ajaran kebenaran. Temuan pendidikan karakter yang terdapat dalam karya sastra geguritan digambarkan dalam tokoh-tokoh yang membangun cerita. Nilai pendidikan karakter dalam karya sastra geguritan memiliki kesamaan dengan pendidikan karakter yang diterapkan oleh pemerintah.
            Berdasarkan ajaran tri hita karana yang memaparkan tiga cara untuk mendapatkan kebahagian. Bagian tri hita karana yakni menggambarkan karakter ketuhanan, sosial kemasyarakatan, dan peduli lingkungan. Karakter ketuhanan yang dimaksud adalah bagaimana prilaku manusia dalam wujud bhaktinya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karakter religius, toleransi dan jujur merupakan bentuk dari karakter bidang ketuhanan, yang dalam tri hita karana dikenal dengan bidang parhyangan. Karakter sosial kemasyarakatan yang dimaksud adalah bagaimana setiap manusia bisa saling menghargai. Perwujudan karakter sosial kemasyarakatan yakni karakter cinta damai, kerja keras, menghargai prestasi, rasa ingin tahu, disiplin dan tanggungjawab. Memiliki karakter tersebut menciptakan keharmonisan dalam kehidupan. Dalam tri hita karana dikenal dengan istilah pawongan. Karakter peduli lingkungan perwujudan dari bidang palemahan dalam tri hita karana. Karakter peduli lingkungan akan menjadikan hubungan antara manusia dengan alam sekitar menjadi harmonis.
            Temuan lainya yakni dengan pendidikan karakter menjadikan remaja masa kini di Desa Dukuh Penaban Karangasem berbhakti kepada Tuhan, orang tua dan sayang akan lingkungannya. Dengan karakter ketuhanan menjadikan para remaja memiliki niat untuk ngayah dalam melaksakan yadnya, sebagai wujud bhakti kepada Tuhan. Karakter spiritual dan jujur ini menjadikan para remaja memiliki prilaku yang baik, dan dipercaya oleh masyarakat dalam membantu melaksanakan yadnya. Karakter sosial kemasyarakatan seperti karakter cinta damai, toleransi, kerja keras, menghargai prestasi, rasa ingin tahu, dan tanggung jawab membuat para remaja desa memiliki prilaku saling menghargai, menerima suatu perbedaan. Walaupun di desa tersebut berbeda agama namun tetap menjaga toleransi demi kehidupan yang harmonis. Karakter peduli lingkungan menjadika para remaja bisa mengklasifikasikan sampah-sampah organik dan anorganik. Dengan adanya tempat pengolahan sampah terpadu di desa, para remaja memiliki peran serta yang aktif membantu pengelompokan sampah, demi terciptanya desa yang bersih dan asri.
Pendidikan karakter yang terdapat dalam sebuah karya sastra memiliki kerelevanan dengan kehidupan saat ini. Melalui bentuk perwatakan yang digambarkan dalam karakter tokoh sebuah karya sastra, bisa dipakai cerminan bagaimana berprilaku yang baik dan benar. Seperti halnya yang dilakukan oleh para remaja masa kini di Desa Dukuh Penaban, prilakunya memiliki relevansi dengan karakter tokoh dalam Geguritan Dharma Sunyata. Melalui cerminan karakter bangsa yang dilakukan oleh para remaja Desa Dukuh Penaban dapat dijadikan contoh perilaku dalam memperbaiki mental serta perilaku para remaja Indonesia.

BAB III PENUTUP
            Bentuk suatu karya sastra khususnya geguritan dharma sunyata, memiliki struktur forma meliputi kode Bahasa dan sastra, ragam Bahasa, gaya Bahasa dan sasmitaning tembang, dan struktur naratif meliputi latar, tokoh dan penokohan, tema, dan amanat. Struktur inilah yang membangun sebuah karya sastra menjadi lebih bermakna dan menarik untuk dibaca. Karya sastra khususnya geguritan dharma sunyata memiliki nilai pendidikan karakter yang dituangkan oleh pangawi. Pendidikan karakter yang terdapat dalam geguritan dharma sunyata dikemas dengan menyisipkan ajaran agama Hindu seperti ajaran tri kaya parisudha, tat twam asi, ong kara dan lain sebagainya. Pendidikan karakter dalam geguritan dharma sunyata berdasarkan ajaran tri hita karana dikelompokkan menjadi tiga yaitu karakter religius yang meliputi karakter religius dan karakter jujur, karakter sosial kemasyarakatan meliputi karakter cinta damai, toleransi, kerja keras, rasa ingin tahu, menghargai prestasi dan tanggung jawab, karakter tentang lingkungan meliputi karakter peduli lingkungan. Pendidikan karakter tersebut memiliki peran serta membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur.
            Fungsi pada remaja masa kini di desa dukuh penaban Karangasem adalah sebagai pembentukan karakter religius, karakter sosial kemasyarakatan, dan karakter peduli lingkungan. Pembentukan karakter ini sangat berperan dalam kehidupan para remaja di desa dukuh penaban. Prilaku remaja yang dulunya suka berjudi, mabuk-mabukan, malas sembahyang jaman sekarang sudah berkurang. Prilaku remaja yang sekarang memiliki budi pekerti yang baik. Fungsi lainya adalah dapat membantu pemerintah dalam mengmbangkan dan melaksanakan program gerakan revolusi mental. Pendidikan karakter sangat berperan dalam mengubah pola pikir manusia kearah yang lebih baik. Dengan pendidikan karakter pula bisa menjadikan negara Indonesia dengan prilaku masyarakatnya yang ramah tamah, cinta damai, saling menolong, dan saling menghargai.
Bagi masyarakat melalui penelitian ini diharapkan agar tetap menjaga kesusastraan Bali, agar nantinya tidak punah. Kepada para pengarang serta pecinta budaya daerah khususnya budaya Bali agar tetap menulis karya satra Bali. Bagi Pemerintah yang terkait, dihimbau untuk memperhatikan dan memberikan apresiasi para seniman dan diajak bekerja sama dalam rangka menyebarluaskan Agama Hindu yang begitu universal. Bagi masyarakat Geguritan Dharma Sunyata ini bisa dijadikan pedoman bagi generasi muda untuk menambah wawasan. Bagi para remaja Geguritan Dharma Sunyata memiliki bentuk cerminan perilaku yang berkarakter dan sarat akan nilai budi pekerti luhur.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Dati I Bali. 1998. Kamus Bahasa Kawi. Denpasar.
Dwija, I Wayan. 2006. Metodologi Penelitian Pendidikan. STKIP Agama Hindu: Amlapura.
Gautama, Wayan Budha. 2007. Kesusastraan Bali. Surabaya: Paramitha.
Gulo, W. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia.
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Indonesia: Ghalia.
Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
Irmayanti. 2002. Realitas dan Objetivitas: Refleksi Kritis Atas Cara Kerja Ilmiah. Jakarta: Widya Sastra
Mardalis. 2004. Metode Penelitian (suatu pendekatan proposal). Jakarta: bumi Aksara.
Moloeng, J. Lexi. 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Mudana, I Wayan. 2009. Buku Ajar Ilmu Budaya Dasar. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesa.
Ratna, I Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Riduwan. 2006. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan, dan Penelitian Pemula. Badung : Alfabeta.
Sudiara, Seloka. 2005. Modul Kritik Sastra. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian: Pendekatan Kunalitatif, kuantitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Surada, I Made. 2007. Kamus Sansekerta Indonesia. Denpasar: Widya Dharma.
Sutresna, Ida Bagus. 2006. Prosa Fiksi. Undiksa Singaraja
Yaumi, M.Hum., M.A, Dr. Muhammad. 2014. Pendidikan Karakter Landasan, Pilar & Implementasi. Jakarta: Kencana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar