MATERI AJAR ASASSMENT
PENDIDIKAN
I WAYAN ADI UPADANA,
S.PD.B., M.PD
A.
PENGERTIAN ASASSMENT PENDIDIKAN
Secara umum, asesmen dapat
diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang
dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa baik yang
menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun
kebijakan-kebijakan sekolah. Keputusan tentang siswa ini termasuk bagaimana
guru mengelola pembelajaran di kelas, bagaimana guru menempatkan siswa pada
program-program pembelajaran yang berbeda, tingkatan tugas-tugas untuk siswa
yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing, bimbingan dan
penyuluhan, dan saran untuk studi lanjut. Keputusan tentang kurikulum dan
program sekolah termasuk pengambilan keputusan tentang efektifitas program dan
langkah-langkah untuk meningkatkan kemampuan siswa dengan pengajaran remidi
(remidial teaching). Keputusan untuk kebijakan pendidikan meliputi; kebijakan
di tingkat sekolah, kabupaten maupun nasional.
Pembahasan tentang kompetensi
untuk melakukan asesmen tentang siswa akan meliputi bagaimana guru mengkoleksi
semua informasi untuk membantu siswa dalam mencapai target pembelajaran dengan
berbagai teknik asesmen, baik teknik yang bersifat formal maupun nonformal,
seperti teknik paper and pencil test, unjuk kerja siswa dalam menyelesaikan
pekerjaan rumah, tugas-tugas di laboratorium maupun keaktifan diskusi selama
proses pembelajaran. Semua informasi tersebut dianalisis untuk kepentingan
laporan kemajuan siswa. Asesmen secara sederhana dapat diartikan sebagai proses
pengukuran dan non pengukuran untuk memperoleh data karakteristik peserta didik
dengan aturan tertentu. Dalam pelaksanaan asesmen pembelajaran, guru akan
dihadapkan pada 3 (tiga) istilah yang sering dikacaukan pengertiannya, atau
bahkan sering pula digunakan secara bersama yaitu istilah pengukuran, penilaian
dan test. Untuk lebih jauh bisa memahami pelaksanaan asesmen pembelajaran
secara keseluruhan, perlu dipahami dahulu perbedaan pengertian dan hubungan di
antara ketiga istilah tersebut, dan bagaimana penggunaannya dalam asesmen
pembelajaran.
Asesmen pendidikan
adalah proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat
digunakan untuk landasan pengambilan keputusan tentang siswa baik yang
menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun
kebijakan-kebijakan sekolah. Keputusan tentang siswa ini termasuk bagaimana
guru mengelola pembelajaran di kelas, bagaimana guru menempatkan siswa pada
program-program pembelajaran yang berbeda, tingkatan tugas-tugas untuk siswa
yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing, bimbingan dan
penyuluhan, dan mengarahkan mereka pada studi lanjut. Keputusan tentang
kurikulum dan program sekolah, termasuk pengambilan keputusan tentang
efektifitas program ataupun langkah-langkah untuk meningkatkan kemampuan siswa
dengan remidial teaching. Kemudian, keputusan untuk kebijakan pendidikan
menyangkut kebijakan di tingkat sekolah, kabupaten, maupun nasional. Sehingga
ketika pembahasan tentang kompetensi untuk melakukan asesmen tentang siswa akan
meliputi bagaimana guru mengkoleksi semua informasi untuk membantu siswa dalam
mencapai target pembelajaran, sehingga teknik-teknik asesmen yang digunakan
untuk mengkoleksi informasi ini, baik teknik yang bersifat formal maupun non
formal dengan mengamati perilaku siswa dengan menggunakan paper and pencil
test, unjuk kerja siswa dalam menyelesaikan pekerjaan rumah, tugas-tugas di
laboratorium maupun keaktifan diskusi selama proses pembelajaran. Semua
informasi tersebut dianalisis sebagai laporan kemajuan siswa.
B.
MANFAAT ASASSMENT
Asesmen
dalam kegiatan pembelajaran bermanfaat untuk:
- Memberi penjelasan secara lengkap
tentang target pembelajaran yang dapat dijelaskan; sebelum pendidik
melakukan asesmen terhadap siswanya terlebih dulu harus mengetahui
bagaimana tingkat pengetahuan siswa, informasi yang dibutuhkan tentang
pengetahuan, keterampilan, dan performa siswa. Pengetahuan, keterampilan
dan performa siswa yang dibutuhkan dalam pembelajaran disebut dengan
target atau hasil pembelajaran;
- Memilih teknik asesmen untuk
kebutuhan masing-masing siswa, bila mungkin guru dapat menggunakan
beberapa indikator keberhasilan untuk setiap taget pembelajaran; masing
masing target pembelajaran memerlukan pemilihan teknik asesmen yang berbeda,
misalnya untuk dapat melakukan asesmen kemampuan siswa dalam pemecahan
masalah dalam matematika tentu akan sangat berbeda dengan kemampuan
membaca atau mendengarkan, dan berbeda pula untuk pemecahan masalah IPS
yang memerlukan diskusi;
- Memilih teknik asesmen untuk setiap
target pembelajaran, pemilihan teknik asesmen harus didasarkan pada
kebutuhan praktis di lapangan dan efisiensi. Teknik asesmen ini harus
dapat mengungkapkan kemampuan khusus serta untuk mengembangkan kemampuan
siswa, sehingga ketika memilih teknik asesmen harus pula dipertimbangkan
manfaatnya untuk umpan balik bagi siswa. Sebab itu, ketika melakukan
interpretasi dari hasil asesmen haruslah dengan cermat, dengan menghindari
berbagai keterbatasan yang bersumber dari subyektifitas pelaksana asesmen.
C.
TUJUAN DAN PENDEKATAN ASASSMENT
v TUJUAN
ASASSMENT
Menurut
Salvia dan Ysseldyke seperti dikutip oleh Lerner (1988:54) dalam Dr.Mulyono
Abdurrahman (1995), dalam kaitannya dengan upaya penanggulangan kesulitan
belajar, asesmen dilakukan untuk lima keperluan, yaitu untuk (1) penyaringan
(screening), (2) pengalihtanganan (referral), (3) klasifikasi (classification),
(4) perencanaan pembelajaran (instructional planning), dan (5) pemantauan
kemajuan belajar (monitoring pupil progress).
ü Screening/penyaringan
: Untuk mengidentifikasi anak-amak yang memiliki kebutuhan khusus.
ü Diagnosis
: Untuk menentukan jenis dan berat/ringannya kebutuhan khusus.
ü Perencanaan
program
ü Penempatan
ü Grading/Penilaian
ü Evaluation
ü Prediction
: Untuk memperkirakan potensi atau kinerja anak atau kelompok anak dimasa
datang.
ü Guidance
: Dapat digunakan untuk bimbingan sehubungan karir.
v PENDEKATAN
ASASSMENT
Asesmen
ini dapat dilakukan dengan dua pendekatan cara, yaitu dengan asesmen formal dan
asesmen informal. Asesmen formal adalah asesmen dengan menggunakan tes standar
atau tes baku yang sudah disusun sedemikian rupa oleh para ahli sehingga
memiliki standar tertentu, sedangkan tes informal adalah penilaian dengan
menganalisis hasil pekerjaan siswa atau dengan tes buatan guru (McLoughlin dan
Lewis, 1986; Mercer dan Mercer, 1989; Abdurrahman, W., 2003:265; Wardani,
2007:8.25 ).
Asesmen Formal
Asesmen
formal adalah asesmen standar atau asesmen yang menggunakan instrumen baku,
misalnya WISC (tes kecerdasan), PMC, Basal Reading Tes Minosetta, dll.
Instrumen tersebut telah mengalami standarisasi melalui eksperimen yang ketat
dengan jumlah sampel yang sangat banyak.
Asesmen Informal
Asesmen
informal adalah asesmen yang dibuat dan dikembangkan oleh guru berdasarkan
aspek-aspek perkembangan atau kurikulum yang berkaitan dengan kemampuan belajar
anak. Misalnya wawancara, observasi, skala atau ranting skale, cheklist, dll.
D.
PENGUKURAN, EVALUASI, DAN TEST
v Pengukuran
Secara
sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan
untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda,
sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat untuk melakukan pengukuran
ini dapat berupa alat ukur standar seperti meter, kilogram, liter dan
sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat relatif, seperti
depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-lain.
Dalam
proses pembelajaran guru juga melakukan pengukuran terhadap proses dan hasil
belajar yang hasilnya berupa angka-angka yang mencerminkan capaian dan proses
dan hasil belajar tersebut. Angka 50, 75, atau 175 yang diperoleh dari hasil
pengukuran proses dan hasil pembelajaran tersebut bersifat kuantitatif dan
belum dapat memberikan makna apa-apa, karena belum menyatakan tingkat kualitas
dari apa yang diukur. Angka hasil pengukuran ini biasa disebut dengan skor
mentah. Angka hasil pengukuran baru mempunyai makna bila dibandingkan dengan
kriteria atau patokan tertentu.
v Evaluasi
Evaluasi
adalah proses pemberian makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran dengan
cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu.
Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat
ditentukan sebelum proses pengukuran atau dapat pula ditetapkan sesudah
pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses/kemampuan minimal yang
dipersyaratkan, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata
unjuk kerja kelompok dan berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas
kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak
disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acua Kriteria (PAP/PAK),
sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan
didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penialain
Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
v Tes
Tes
Adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang
harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan
penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan
tujuan pengajaran tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tes
merupakan alat ukur yang sering digunakan dalam asesmen pembelajaran disamping
alat ukur yang lain. Dalam melaksanakan proses asesmen pembelajaran, guru
selalu berhadapan dengan konsep-konsep evaluasi, pengukuran, dan tes yang dalam
penerapannya sering dilakukan secara simultan. Sebab itu, dalam praktik
ketiganya sering tidak dirasakan pemisahannya, karena melakukan asesmen berarti
telah pula melakukan ketiganya. Waktu melaksanakan asesmen guru pasti telah
menciptakan alat ukur berupa tes maupun nontes seperti soal-soal ujian,
observasi proses pembelajaran dan sebagainya. Melakukan pengukuran, yaitu
mengukur atau memberi angka terhadap proses pembelajaran ataupun pekerjaan
siswa sebagai hasil belajar yang merupakan cerminan tingkat penguasaan terhadap
materi yang dipersyaratkan, kemudian membandingkan angka tersebut dengan
kriteria tertentu yang berupa batas penguasaan minimum ataupun berupa kemampuan
umum kelompok, sehingga munculah nilai yang mencerminkan kualitas proses dan
hasil pembelajaran. Akhirnya diambillah keputusan oleh guru tentang kualitas
proses dan hasil belajar.
Dengan
uraian di atas, nampak jelas hubungan antara ketiga pengertian tersebut dalam
kegiatan asesmen pembelajaran, meskipun sering dilakukan oleh guru secara
simultan. Melakukan asesmen selalu diawali dengan menyusun tes atau nontes
sebagai alat ukur, hasil pengukuran berupa angka bersifat kuantitatif belum bermakna
bila tidak dilanjutkan dengan proses penilaian dengan membandingkan hasil
pengukuran dengan kriteria tertentu sebagai landasan pengambilan keputusan
dalam pembelajaran. Sebaliknya, penilaian (penentuan kualitas) tidak dapat
dilakukan tanpa didahului dengan proses pengukuran.
E.
ASASSMENT SEBAGAI DASAR EVALUASI
Skor
yang diperoleh sebagai hasil pengukuran hasil belajar dalam pelaksanaan asesmen
seringkali belum bisa memberikan makna secara optimal, sebelum diberikan
kualitas dengan membandingkan skor hasil pengukuran tersebut dengan kriteria
tertentu. Kriteria atau pendekatan dalam evaluasi hasil belajar dapat berupa
kriteria yang bersifat mutlak, kriteria relatif atau kriteria performance.
Meskipun dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi ditegaskan penggunaan
Acuan Kriteria, tidaklah salah bila Anda sebagai pendidik mengetahui juga kriteria
yang lain.
Penilaian
Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK)
Penilaian Acuan Patokan didasarkan pada kriteria baku/mutlak, yaitu kriteria yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan ujian dengan menetapkan batas lulus atau minimum passing level. Dengan pendekatan ini begitu koreksi dilakukan, pengajar segera dapat mengambil keputusan lulus atau tidak lulus serta nilai diperoleh. Dalam pendekatan kriteria dituntut penanganan yang lebih detail dan terencana sebelum proses pengajaran berlangsung, pengajar harus telah mengkomunikasikan cakupan materi pengajaran dan kriteria keberhasilan serta kompetensi yang harus dikuasai peserta didik yang tercermin dalam tujuan pengajaran atau Indikator pencapaian.
Penilaian Acuan Patokan didasarkan pada kriteria baku/mutlak, yaitu kriteria yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan ujian dengan menetapkan batas lulus atau minimum passing level. Dengan pendekatan ini begitu koreksi dilakukan, pengajar segera dapat mengambil keputusan lulus atau tidak lulus serta nilai diperoleh. Dalam pendekatan kriteria dituntut penanganan yang lebih detail dan terencana sebelum proses pengajaran berlangsung, pengajar harus telah mengkomunikasikan cakupan materi pengajaran dan kriteria keberhasilan serta kompetensi yang harus dikuasai peserta didik yang tercermin dalam tujuan pengajaran atau Indikator pencapaian.
Penilaian
Acuan Norma atau Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR)
Penilaian Acuan Norma didasarkan pada kriteria relatif, yakni pada kemampuan kelompok pada umumnya. Sehingga lulus dan tidaknya peserta uji yang ditunjukkan dengan kategori nilai A, B, C bergerak dalam batas yang relatif. Pada prinsipnya pendekatan norma menggunakan hukum yang ada pada kurva normal, yang dibentuk dengan mengikutsertakan semua skor hasil pengukuran yang diperoleh. Penentuan prestasi dan kedudukan siswa didasarkan pada Mean (rerata) dan Standard Deviasi (simpangan baku) dari keseluruhan skor yang diperoleh sekelompok mahasiswa, sehingga penilaian dan penetapan kriteria baru dapat ditetapkan setelah koreksi selesai dilakukan.
Penilaian Acuan Norma didasarkan pada kriteria relatif, yakni pada kemampuan kelompok pada umumnya. Sehingga lulus dan tidaknya peserta uji yang ditunjukkan dengan kategori nilai A, B, C bergerak dalam batas yang relatif. Pada prinsipnya pendekatan norma menggunakan hukum yang ada pada kurva normal, yang dibentuk dengan mengikutsertakan semua skor hasil pengukuran yang diperoleh. Penentuan prestasi dan kedudukan siswa didasarkan pada Mean (rerata) dan Standard Deviasi (simpangan baku) dari keseluruhan skor yang diperoleh sekelompok mahasiswa, sehingga penilaian dan penetapan kriteria baru dapat ditetapkan setelah koreksi selesai dilakukan.
Penilaian
dengan Pendekatan Performa (Performance). Pendekatan ini didasarkan pada
performansi mahasiswa sebelumnya, sehingga lebih diarahkan pada pembinaan
kemajuan belajar dari waktu ke waktu, untuk itu sangat diperlukan informasi
tentang kemampuan awal siswa serta potensi dasar yang dimiliki. Pendekatan ini
sangat cocok untuk pelaksanaan pengajaran remedial atau untuk latihan
keterampilan tertentu dimana dalam kegiatan semacam ini kemajuan anak dari
waktu ke waktu sangat perlu untuk diikuti dan dipantau secara teliti.
Masing-masing
acuan penilaian memiliki kekurangan dan kelebihan. Dalam pelaksanaan, pengajar
dapat menentukan sendiri kriteria mana yang dipilih dengan mempertimbangkan
berbagai faktor terutama kondisi kelompok peserta uji, sistem pendidikan yang
ada, tingkat kemampuan yang diungkap, tujuan penilaian dan berbagai
pertimbangan lain sesuai dengan situasi kondisi.
F.
PELAKSANAAN ASASSMENT DAN PENILAIAN
HASIL BELAJAR
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19, Tahun 2005 (PP No. 19/2005), penilaian
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas; (1)
penilaian hasil belajar oleh pendidik, (2) penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan, dan (3) penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
v Penilaian
Hasil Belajar oleh Pendidik
Penilaian
hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau
proses, kemajuan, perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian oleh
pendidik ini digunakan untuk (1) menilai pencapaian kompetensi peserta didik,
(b) bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan (c) memperbaiki proses
pembelajaran.
v Penilaian
Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan
Penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar
kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar ini
berlaku untuk mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata
pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik
dari satuan pendidikan. Penilaian akhir mempertimbangkan hasil penilaian
peserta didik oleh pendidik. Dilaksanakan untuk semua mata pelajaran pada
kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian
sekolah/madrasah untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Untuk dapat mengikuti ujian sekolah/madrasah, peserta didik harus mendapatkan
nilai yang sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang
dirumuskan oleh BSNP pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata
pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan.
v Penilaian
Hasil Belajar oleh Pemerintah
Penilaian
hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan
secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional. Ujian nasional
dilakukan secara obyektif, berkeadilan, akuntabel, dan diadakan
sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun
pelajaran.
G.
TEKNIK ASASSMENT
Dilihat
dari tekniknya, asesmen proses dan hasil belajar dibedakan menjadi dua macam
yaitu dengan Teknik Tes dan Non Tes namun pada umumnya pengajar lebih banyak
menggunakan tes sebagai alat ukur dengan rasional bahwa tingkat obyektivitas
evaluasi lebih terjamin, hal ini tidak sepenuhnya benar.
- Teknik tes adalah seperangkat tugas
yang harus dikerjakan oleh orang yang dites, dan berdasarkan hasil
menunaikan tugas-tugas tersebut, akan dapat ditarik kesimpulan tentang
aspek tertentu pada orang tersebut. Tes sebagai alat ukur sangat banyak
macamnya dan luas penggunaannya.
- Teknik nontes dapat dilakukan dengan
observasi baik secara langsung ataupun tak langsung, angket ataupun
wawancara. Dapat pula dilakukan dengan Sosiometri, teknik non tes
digunakan sebagai pelengkap dan digunakan sebagai pertimbangan tambahan
dalam pengambilan keputusan penentuan kualitas hasil belajar, teknik ini
dapat bersifat lebih menyeluruh pada semua aspek kehidupan anak. Dalam KBK
teknik nontes disarankan untuk banyak digunakan.
H.
ASASSMENT UNTUK PEMBELAJARAN (ASSESSMENT FOR LEARNING)
Istilah Assessment
for Learning (AfL) tidak populer bagi kalangan pendidik di Indonesia
karena kebanyakan guru berpikir bahwa asesmen hanyalah bagian pelengkap dari
suatu proses belajar. Guru melakukan asesmen ketika akan melakukan penilaian
untuk siswa pada bagian akhir dari program pengajaran, biasanya dilakukan
melalui ujian tengah semester dan ujian akhir semester.
Padahal
salah satu bagian vital dari proses pendidikan adalah asesmen guna mengetahui
bagaimana kualitas pembelajaran siswa. Satu hal yang juga perlu diingat bahwa
asesmen merupakan jalan untuk mengajar secara lebih efektif dengan mengetahui
secara pasti apa yang diketahui siswa dan apa yang belum diketahui siswa.
Asesmen untuk
pembelajaran (assessment for learning) didasarkan pada ide bahwa siswa akan
memperbaiki pembelajaran mereka jika mereka memahami tujuan pembelajarannya.
Elemen-elemen
kunci dari assessment for learning adalah:
- Penggunaan metode bertanya yang
efektif
- Umpan balik
terhadap pekerjaan yang diakses
- Tujuan
pembelajaran yang dirumuskan bersama antara guru dan siswa
- Peer and
self-assessment
- Penggunaan asesmen
untuk merencanakan pembelajaran
Dengan
demikian guru tidak hanya memberikan skor atau nilai, tetapi juga memberikan
komentar terhadap tugas atau pekerjaan yang telah dikerjakan siswa. Komentar
yang diberikan guru hendaknya dapat menuntun siswa bagaimana cara memperbaiki
pekerjaannya. Assessment for learning tidak hanya menyangkut
bagaimana kualitas pekerjaan siswa, tetapi juga mengenai cara guru menggunakan
asesmen. Guru harusnya menggunakan asesmen untuk merencanakan pelajaran,
mengidentifikasi kebutuhan siswa dalam pembelajaran dan mengajarkan kembali
materi-materi yang belum dipahami dengan baik oleh siswa. Agar efektif, assessment
for learning hendaknya menjadi bagian sentral dalam proses
pembelajaran di kelas. Hal ini dapat dimulai dengan merumuskan tujuan
pembelajaran bersama-sama antara guru dan siswa. Dengan demikian, siswa
menyadari tujuan belajarnya pada suatu materi pelajaran. Kriteria asesmen juga
harus jelas bukan hanya bagi guru, tetapi juga bagi siswa. Siswa perlu untuk
mengetahui apa yang dinilai guru ketika mengakses pekerjaan siswa dan apa dasar
yang menjadi pertimbangan guru untuk menentukan keputusan terhadap pekerjaan
siswa yang diakses tersebut.
Hal
ini sesuai dengan siklus asesmen seperti tampak pada gambar dibawah ini.
Siklus
asesmen dapat berjalan efektif jika asesmen dilakukan secara kontinyu,
melalui day-to-day assessment dan periodic assessment.
Day-to-day assessment dapat dilakukan sebagai sisipan dalam proses
pembelajaran; observasi, diskusi, tanya jawab dan menganalisis pekerjaan siswa.
Sementara, periodic assessment dilakukan dua atau tiga kali
dalam setahun. Metode assessment for learning menjadi tren di
beberapa sekolah di Inggris adalah metode traffic light. Metode
tersebut digunakan guru untuk mengecek pemahaman siswa terhadap materi yang
diajarkan dengan cara mengangkat kartu berwarna merah, hijau, atau kuning.
Kartu hijau menandakan bahwa siswa memahami materi dengan baik, sebaliknya
untuk kartu warna merah. Kartu kuning menunjukkan bahwa masih ada bagian dari
materi yang belum dipahami siswa. Memang, untuk memulai assessment for
learning memerlukan perubahan kultur di sekolah dan sistem pendidikan.
Terlebih jika selama ini dalam sistem pendidikan kita asesmen dilakukan dengan
tujuan untuk menyeleksi dan menyortir siswa ke dalam kelompok kemampuan tinggi
dan kemampuan rendah.
I.
ASASSMENT KOMPETENSI SISWA
KEMENDIKBUD RI
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengembangkan Asesmen
Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) untuk mengidentifikasi capaian belajar siswa.
Asesmen evaluasi belajar ini menjadi penting untuk mengidentifikasi capaian
kemampuan siswa, khususnya kemampuan dalam hal membaca. Assesmen
kompetensi ini digunakan untuk melengkapi Ujian Nasional (UN) sebagai platform
evaluasi belajar pada level kognitif. “UN itu evaluasi belajar pada level
kognitif dasar atau basic of cognitive, sehingga kita melengkapi dengan Asesmen
Kompetensi Siswa Indonesia atau AKSI.”
Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI)
merupakan program pemetaan capaian pendidikan untuk memantau mutu pendidikan
secara nasional atau daerah yang menggambarkan pencapaian kemampuan siswa.
Asesmen ini untuk membantu guru mendiagnosa kemampuan siswa pada topik-topik
yang substansial, dan dapat memperkaya penilaian formatif di sekolah. Asesmen ini juga
digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam membaca bacaan sederhana sebagai
dasar perkembangan siswa ke level selanjutnya. Dikhawatirkan kalau tidak bisa
membaca simple text (bacaan sederhana) itu nanti progres berikutnya untuk
belajar akan terhambat. Dari Kemendikbud melalui assesment kemampuan membacan
di tes sejak kelas dua. Ketika siswa teridentifikasi tidak bisa membaca di kelas dua,
maka masih ada waktu selama setahun atau dua tahun hingga mencapai usia 10
tahun (setara kelas empat Sekolah Dasar) sudah memiliki kemampuan yang cukup
untuk membaca.
Menurut Data World Bank Global, sebanyak 53 persen
anak di seluruh negara berpenghasilan rendah dan mengalami tantangan krisis
pembelajaran (learning poverty). Tantangan ini merupakan kondisi ketidakmampuan
anak pada usia 10 tahun dalam membaca dan memahami cerita sederhana. Hal ini
mengemuka saat Kemendikbud dan World Bank Global berdiskusi mengenai tantangan
dan evaluasi pendidikan Indonesia, di Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Dalam kesempatan ini, dikemukakan masih ada
ancaman krisis pembelajaran di Indonesia khususnya di daerah 3T. "Ada di
daerah-daerah remote, tapi jumlah untuk Indonesia tidak separah yang
digambarkan tadi, 53 persen, Indonesia tidak sebesar itu," jelasnya. Direktur World
Bank Global, Jaime Saavedra, mengatakan saat ini perlu penanganan terhadap
krisis pembelajaran terutama kemampuan membaca sebagai inti dari pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan di masa depan. Kemampuan membaca menjadi kemampuan
mendasar yang harus dipenuhi bagi setiap sistem pendidikan di tingkat
pendidikan dasar. Mengatakan ketidakmampuan membaca dapat mempengaruhi
pemahaman bahan ajar pada level selanjutnya. Krisis pembelajaran ditemukan di
beberapa negara yang berpenghasilan rendah, yaitu Afrika Sub Sahara sebesar 87
persen, Asia Timur Tengah sebesar 63 persen, Asia Selatan sebesar 58 persen,
Amerika Latin dan Caribbean sebesar 51 persen, Asia Timur dan Pasific sebesar
21 persen, serta Eropa dan Asia Tengah sebesar 13 persen.
Dari Kemendikbud Ujian Nasional diganti dengan
Asassment Kompetensi dan Survey Karakter. Dalam hal ini yang nantinya akan
dijadikan penilaian adalah Literasi, Numerasi dan Survey Karakter. Survei
karakter merupakan penilaian sikap peserta didik selama mengikuti jenjang Pendidikan.
Dalam hal ini ada beberapa penilaia sikap yang dilakukan seperti pembelajaran
PPK (penguatan Pendidikan karakter) yang terdiri dari 5 karakter umum, yakni :
religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan integritas. Literasi
merupakan seperangkat
kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara,
menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak bisa
dilepaskan dari kemampuan berbahasa.
Numerasi merupakan pengetahuan dan kecakapan untuk (a) menggunakan berbagai macam
angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk
memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan
sehari-hari dan (b) menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai
bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.) lalu menggunakan interpretasi hasil
analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan. Secara sederhana,
numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep
bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari
(misalnya, di rumah, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat
dan sebagai warga negara) dan kemampuan untuk menginterpretasi informasi
kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Kemampuan ini ditunjukkan dengan
kenyamanan terhadap bilangan dan cakap menggunakan keterampilan
matematika secara praktis untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Kemampuan
ini juga merujuk pada apresiasi dan pemahaman informasi yang
dinyatakan secara matematis, misalnya grafik, bagan, dan tabel.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/11/kemendikbud-kembangkan-asesmen-kompetensi-siswa-untuk-identifikasi-capaian-belajar
(Diakses Tanggal, 4 Mei 2020).
2.
https://www.silabus.web.id/konsep-dasar-asesmen-pembelajaran/
(Diakses Tanggal, 4 Mei 2020).
3.
http://dakubelajar.blogspot.com/2012/09/asesmen-abk.html
(Diakses Tanggal, 4 Mei 2020).
4.
https://lenterakecil.com/asesmen-untuk-pembelajaran-assessment-for-learning/
(Diakses Tanggal, 4 Mei 2020).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar