TELAAH PUISI BALI TRADISIONAL
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Bali
sudah terkenal dengan keindahan akan anekaragam budayanya, itu semua karena
seni, adat, budaya dan panorama alamnya. Bali juga dikenal dengan
kasusastraannya, sastra yang berupa tulisan seperti lontar dan yang lain,
terdapat pula yang berbentuk lisan yakni suatu sastra yang berkembang melalui
mulut kemulut. Salah satu kesusastraan yang terkenal adalah sastra yang berbentuk puisi, di dalam
puisi pastilah mengandung makna yang mendalam yang terselubung melalui kata
kata (diksi) yang di buat oleh pengarang untuk penikmatnya, untuk mengetahui
makna yang terdapat dalam puisi perlu ditelaah terlebih dahulu, menggunakan unsur-unsur
dalam puisi yang meliputi hakikat dan metode, unsur intrinsik (metode) puisi
meliputi diksi, image, gaya bahasa (stylistika), rima/ ritem, dan plastik
bahasa, serta unsur ekstrinsik (hakikat) puisi meliputi tema, nada/ tone, rasa
feeling, amanat. Adapun puisi yang sangat lumrah di telinga anak kecil yakni
geding rare dan pupuh sinom. walaupun dengan kata kata yang amat sederhana
pastilah mengandung makna yang mendalam di dalam puisi tersebut. Maka dari itu
untuk mengetahui makna yang terkandung di dalam puisi tersebut perlu adanya
analisis supaya memperoleh makna yang sebenarnya.
1.2
Rumusan
masalah
1.2.1
Apakah pengertian dari sastra?
1.2.2
Apakah dari fungsi dan tujuan sastra?
1.2.3
Apakah pengertian dari telaah puisi bali?
1.2.4
Apa sajakah yang tergolong kedalam hakikat
puisi?
1.2.5
Apa sajakah yang tergolong kedalam metode
puisi?
1.2.6
Apa unsur intrinsik yang terkandung dalam
gending rare
Bebeke Putih jambul?
1.3
Tujuan
Penulisan
1.3.1
Untuk mengetahui pengertian dari sastra.
1.3.2
Untuk mengetahui fungsi dan tujuan sastra.
1.3.3
Untuk mengetahui pengertian dari telaah
puisi bali.
1.3.4
Untuk mengetahui pengertian dari telaah
puisi bali.
1.3.5
Untuk mengetahui yang tergolong kedalam
hakikat puisi.
1.3.6
Untuk mengetahui yang tergolong kedalam
metode puisi.
1.3.7 Untuk
mengetahui unsur intrinsik yang terkandung pada puisi tersebut.
1.4
Manfaat
Penulisan
Dengan adanya paper ini dapat
mengetahui unsur-unsur dan makna yang terdapat dan terkadung dalam puisi bali,
sebagai acuan untuk mengetahui makna yang terkandung dalam puisi bali tersebut,
serta dapat mengetahui hakekat dan metode dari puisi bali tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Sastra
Secara
umum sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta, sastra berarti “teks
yang mengandung instruksi atau “pedoman”, dari kata dasar sas- yang berarti
“instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk
merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau
keindahan tertentu. Kesusastraan
: susastra + ke – an, su + sastra, su berarti indah atau baik, sastra berarti
lukisan atau karangan. Susastra berarti karangan atau lukisan yang baik dan
indah. Kesustraan berarti segala tulisan atau karangan yang mengandung
nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah.
Sastra
barasal dari kata castra berarti tulisan. Dari makna asalnya dulu, sastra
meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia, seperti
catatan ilmu pengetahuan, kitab-kitab suci, surat-surat, undang-undang, dan
sebagainya. Sastra dalam arti khusus yang kita gunakan dalam konteks
kebudayaan, adalah ekspresi gagasan dan perasaan manusia. Jadi, pengertian
sastra sebagai hasil budaya dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk
mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan
pemikirannya. Secara
morfologis, kesusastraan dibentuk dari dua kata, yaitu su dan sastra dengan
mendapat imbuhan ke- dan –an. Kata su berarti baik atau bagus, sastra berarti
tulisan. Secara harfiah, kesustraan dapat diartikan sebagai tulisan yang baik
atau bagus, baik dari segi bahasa, bentuk, maupun isinya.
Dalam konteks kesenian, kesusastraan adalah
salah satu bentuk atau cabang kesenian yang menggunakan media bahasa sebagai
alat pengungkapan gagasan dan perasaan senimannya. Sehingga sastra juga
disamakan dengan cabang seni lain seperti seni tari, seni lukis, seni music,
dan sebagainya.
2.2
Fungsi dan Tujuan Sastra
Dalam kehidupan masyarakat sastra mempunyai
beberapa fungsi yaitu :
1. Fungsi
rekreatif,
Yaitu sastra dapat memberikan hiburan
yantg menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya. Karya seni di ciptakan oleh
seorang pengarang yang merupakan anggotaq masyarakat. Pengarang (seminar;
sastrawan; penyair; penutur) menciptakan karya untuk menyampaikan pesan dan
menghibur para penikmat atau pembaca. Perbedaan karya-karya serius (kicth) atau
karya sastra yang tinggi kualitasnya lebih banyak menyampaikan pesan dari pada
hiburan. Sebaliknya karya sastra yang rendah kualitasnya (pop) lebih banyak
memberikan hiburan di bandingkan menyampaikan pesan, kata penyair Latin
Horatios, (Lihat Ahmad Samin Siregar, 1979:33).
Karya seni sastra yang berfungsi sebagai
hiburan bagi masyarakat. Sejalan dengan pendapat M.S. Soekadarman, (1977: 9),
bahwa di dalam karya seni terdapat dua hal; yaitu, yang bermanfaat dan
kenikmatan bagi pembacanya. Kenikmatan dalam karya seni dapat memberikan
kesegaran dan kenyamanan bagi penikmatnya karena seni adalah pengutaraan
keindahan.
Menurut Sidi Gazalba, (1974: 550), bahwa fungsi
seni sebagai hiburan mendapat nilai tempat yang tak terkira peranannya dan
menambah kenyamanan hidup. Nyanyian, musik, tarian, drama, sastra, dan lukisan
yang merupakan tempat pelarian dari jiwa dan semangat yang penat karena kerja
sehari-hari, karena tugas ekonomi, politik dan lain-lain. Semangat yang sudah
kendur di segarkan kembali oleh nilai-nilai yang kita nikmati dalam karya seni.
Menurut Wadjiz Anwar, (1980: 5), keindahan itu
terdapat dimana-mana. Kita memandang alam disekeliling kita dan kita menjumpai
keindahan danm kecantikan. Keindahn pemandangan pohon bambu yang menjulang
tinggi di atas kampong-kampung di negeri kita. Keindahan laut yang membanting
tepi pantai. Suara pun mempunyai keindahan. Gerak langit danm gerak penari ada
keindahannya. Di samping keindahan yang terdapat dalam alam itu kita sebagai
manusia juga boleh membuat beberapa keindahan yang kita tuangkan di dalam karya
seni. Kita merasakan dan menikmati keindahan sebagai hiburan.
2. Fungsi
Didaktif
Dikatakan sebagai alat untuk
menyampaikan pendidikan sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya
karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya. Pendidikan
dapat diterima masyarakat melalui dua cara; yaitu, pertama, pendidikan formal
atau pendidikan yang di persiapkan secara resmi. Pendidikan semacam ini
mempunyai sarana, guru, lembaga, dan aturan-aturan yang mengikatnya. Contohnya.
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Akademi, dan
Universitas, (M. Hafizh Anshari, 1983:104). Kedua, pendidikan informal ialah pendidikan yang di peroleh
secara tidak resmi, termasuk apa yang di sampaikan di dalam karya seni. Setiap
karya seni yang di sampaikan kepada pembaca. Pesan itu seperti pendidikan
kemasyarakatan, kekeluargaan,adat, kebiasaan, dan lain-lain. Pesan ini dapat
disampaikan di dalam karya seni, misalnya: karyasastra, seni lukis, seni pahat,
seni music, dan seni tari, (A. Muri Yusup, 1985: 27).
Menurut
Aning Retnaningsih, (1982: 21), karya seni di ciptakan pengarang, karena
pengarang memiliki niat baiknya untuk mengemukakan beberapa masalah, cita-cita,
serta fikiran-fikiran yang terkandung di dalam hatinya. Seorang pengarang
menciptakan karya sastra karena ada pesan yang ingin disampaikan kepada
pembaca. Pengalaman batin yang ingin di sampaikan berupa pendidikan kepada
masyarakat. Pendidikan yang di sampaikan ada bersifat langsung maupun tidak
langsung. Pendidikan yang bersifat langsung dapat dilihat dari dialog langsung
yang dilakukan oleh tokoh atau penutur pada seni pertunjukkan. Tema-tema ucapan
dan adegan mempunyai pesan dan tujuan tertentu untuk penontonnya. Walaupun isi
dialog seolah-olah untuk keperluan dan konflik antara tokoh yang terdapat di
dalam karya sastra. Sedangkan pendidikan yang bersifat tidak langsung, dapat
dilihat dari jalan cerita dan perkembangan watak para tokoh di dalam cerita.
Perkembangan tersebut dapat menjadi contoh kepada pembaca atau penonton
pertunjukkan.
Pendidikan
yang bersifat informal dapat disampaikan pengarang melalui karya seni.
Misalnya, pendidikan tentang hukum, agama, budaya dan lain sebagainya. Hal ini
dapat dilihat dalam satu novel, dapat menampilkan persoalan yang terjadi di
tengah-tengah kehidupan masyarakat. Misalnya, masalah teknologi, agama, social,
budaya, psikologi, hukum dan berbagai masalah lainnya yang terungkap di dalam
satu karya sastra. Sastra tidak hanya memancarkan kenyataan, sastra dapat dan
harus turut membangun masyarakat, karena dalam karya sastra itu sendiri di
samping menyampaikan hiburan juga pengarang menyampaikan manfaat kepada pembaca
atau penontonnya. Sastra lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat. Masyarakat
harus belajar dari sastra untuk membangun masyarakat itu sendiri. Jadi, sastra
sangat berguna bagi masyarakat. (Ajib Rosidi, 1994:6).
3. Fungsi
estetis
Yaitu sastra mampu memberikan
keindahan bagi penikmat atau pembacanya karena sifat keindahannya.
4. Fungsi
moralitas
Yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan
kepada pembaca atau peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan buruk, karena
sastra yang baik selalu mengandung moral yang tinggi. Melalui cerita (karya
sastra) pengarang ingin menyampaikan nasihat melalui perkembangan watak pelaku
cerita. Pengarang memberikan contoh teladan kepada pembaca atau penonton
pertunjukkan. Penonton dapat mengambil pesan yang disampaikan pengarang.
Penonton seolah-olah menjadi objek para pengarang. Penonton selalu diberikan
pesan, pesan langsung maupun pesan tidak langsung.
5. Fungsi
religious dan sebagai alat untuk melestarikan budaya
Yakni
sastra pun menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang dapat
diteladani para penikmat atau pembaca sastra. Karya sastra itu saling
mempengaruhi dengan masyarakat. Sastra dianggap sangat penting dalam
masyarakat. Karya sastra dianggap sebagai wadah rohaniah dan intelektual
bangsa. Sejarah satu bangsa dapat menjadi rujukannya adalah karya sastra. Dalam
karya sastra terungkap fakta-fakta yang boleh dijadikan dasar dan data untuk
mengambil rumusan. (Muhamad Haji saleh, 1992: 43).
2.3
Pengertian Telaah Puisi Bali
Perjalan kesusastraan bali begitu panjang
dan mewariskan berbagai macam karya sastra baik yang berbentuk prosa (gancaran)
maupun dalam bentuk puisi (baik yang berbentuk geguritan, parikan maupun bentuk
kakawin). Untuk dapat kita memaknai maupun menginterpretasikannya kita
membutuhkan suatu usaha yang dikenal dengan istilah telaah sehingga kemudian
kita dapat menginterpretasi karya tersebut.
Dalam pembahasan kali ini, kami akan
mencoba untuk menelaah salah satu dari dua bentuk karya sastra tersebut yakni
berbentuk puisi dan berupa gending rare. Sebelum melangkah lebih jauh mengenai
ppuisi ada baiknya membahas sedikit mengenai pengertian kalimat telaah puisi
bali tersebut. Jika ditinjau dari kata-katanya, kalimat tersebut terbentuk atas
tiga kata, yakni telaah berarti meneliti, memahami, mengkaji, menginterpretasi
dan menganalisis. Puisi berasal dari bahasa inggris poetry yang berarti syair
yang merupakan cara mengungkapkan sesuatu dengan kata yang sedikit mungkin
tetapi memiliki makna yang sangat luas dan mendalam. Kata Bali sendiri dapat
diartikan sebagai suatu kondisi geografis yang ditandai dengan adat istiadat dari
masyarakatnya.
Jadi yang dimaksud dengan telaah puisi
bali disini adalah suatu usaha dalam menganalisa, memahami, menginterpretasikan
serta menganalisis karya sastra puisi yang mempergunakan bahasa bali sebagai
media dalam pemenuhan estetika bahasa bali yang didalamnya memuat tentang norma
serta yang berkembang dalam masyarakat bali.
Bertitik tolak dari pengertian tersebut
untuk dapat menelaah sebuah puisi dan gending rare ada beberapa hal pokok yang
harus diketahui yakni bentuk atau anatomi dari puisi atau gending rare
tersebut, karena akan sangat mustahil jika kita tidak mengetahui anatominya
kita dapat melakukan suatu telaahan. Adapun anatomi dari puisi tersebut terdiri
atas hakikat puisi dan metode puisi. Dalam sastra Yudi Brata merincinya menjadi
4 yaitu :
1.
Nilai Agama,
meliputi :
1)
Nilai Religious.
2)
Nilai Magis.
3)
Nilai Kepercayaan.
4)
Nilai Spiritual.
2.
Nilai Logika,
meliputi :
1)
Nilai Intelektual.
2)
Nilai Ilmiah
(Pengetahuan).
3)
Nilai Empiris.
3.
Nilai Etika,
meliputi :
1)
Nilai Moral.
2)
Nilai Sopan
Santun.
3)
Nilai Manusiawi.
4.
Nilai Estetika,
meliputi :
1)
Nilai Keindahan.
2)
Nilai Kesegaran.
3)
Nilai Hiburan.
4)
Nilai Keasrian.
2.2 Hakikat Puisi
2.2.1 Tema (Sence)
Jelaslah bahwa seorang seorang penyair
dengan puisinya ingin mengemukakan sesuatu bagi para penikmat karyanya. Penyair
melihat atau mengalami beberapa kejadian dalam kehidupannya dalam suatu
masyarakat sehari-hari. Sehingga dari kejadian-kejadian tersebut dia ingin
mengemukakan, mempersoalkan, mempermasalahkan. Hal-hal itu dengan caranya
sendiri. Dengan kata lain seorang penyair ingin mengemukakan
pengalaman-pengalaman kepada para penikmat. Intinya puisinya puisi mengandung
tema atau subjek matter. Tema adalah subject matter yang hendak disampaikan
oleh panyair melalui puisinya baik secara implisit (tersirat) maupun eksplisit
(tersurat).
2.2.2 Nada (Tone)
Nada atau tone dalam perpuisian adalah
sikap penyair terhadap pembacanya, yaitu sikap sang penyair terhadap para
penikmat karyanya. Ada sangkut pautnya dengan sence (tema) dan feeling (rasa)
yang terkandung pada sajak. Sikap penyair terhadap pembacanya akan tampak pada
nada ciptaannya artinya apakah penyair bersifat angkuh, rendah hati,
sugestif/menggelora, persuasif/ajakan, maupun argumentatif/mengandung suatu
pengalasan. Sumbang rasanya bila pada suatu sajak yang bertemakan kegagalan,
terdapat rasa keangkuhan dan juga ada rasa kegembiraan dan yang lainnya.
2.2.3 Rasa (Feeling)
Feeling adalah rasa sang penyair
terhadap pokok permasalahan (subject matter) yang terkandungdalam puisinya.
Yang dimaksud disini adalah sebuah konsekwensi bahwa seorang memiliki suatu
pencitraan yang berbeda akan suatu hal. Apakah itu rasa kebencian, kasihan, dan
sebagainya.
2.2.4 Amanat
Sebuah pengakuan sajak yang diciptakan
oleh penyair pastilah mengandung suatu tujuan, walaupun masih pada relatifitas
sadarmaupun tidak disadari tujuan itu disampaikan. Tujuan juga lazim merupakan
amanat yang dikemukakan oleh penyair, yang terkadang bergantung dengan
pekerjaan , cita-cita, pandangan hidup maupun keyakinan yang dianut oleh
penyair tersebut. Dari intention inilah yang nantinya akan melahirkan
sajak-saja yang bersifat didoktis (mendidik), religious, filosofis
(kearifan/pandangan), isme (paham) dan lain-lain. Kalau penyair adalah seorang
guru, maka dalam sajak-sajaknya kemungkinan besar akan didominasi dengan
khasanah pendidikan, dimana penyair ingin mendidik para penikmat karyanya
melalui karya yang diciptakannya. Makab sajak tersebut akan bersifat didaktis.
Kalau kebetulan penyairnya adalah seorang pendeta, maka ia akan membawa
orang-orang atau penikmatnya kepada hal-hal yang bersifat keagamaan atas dasar
kendali Dharma.
2.3 Pengertian Metode Puisi
2.3.1
Pilihan
Kata (Diksi)
Di dalam penggunaan unsur disksi
seorang penyair di dalam pemilihan kata dengan sebaik-baiknya agar dapat
mewakili ide-idenya dari penyair tersebut. sehingga menimbulkan suatu ekspresi
yang memang dikehendaki oleh penyair itu. Kata-kata yang dipilih disini, bisa
dari kosa kata sehari-hari maupun formal dan didalamnya penmaknaan dari
kata-kata itu ada yang bermakna konotasi dan ada yang bermakna denotasi.
2.3.2
Kata
Nyata (The Concret Word)
The Concret Word atau kata nyata yang
dipakai efektif untuk mewakili ide dari si pengarang. The Concret Word disini
adalah salah satu cara untuk membangkitkan daya khayalan atau imajinasi para
penikmat puisi, sehingga dalam puisi the concret word dipandang perlu untuk
memberi pengertian secara menyeluruh.
2.3.3
Gaya
Bahasa (Stylistika)
Dari sebuah bahasa akan memberikan
sebuah kekuatan atau power sehingga mampu memberikan nuansa atau image yang
membawa kondisi lebih hidupnya satuan dalam frase maupu kalimat. Menurut
Nurdianto teknik pemilihan ungkapan kebahasan yang dirasa dapat mewakili sesuatu
yang akan diungkapkan dan efek yang diharapkan. Teknik pemilihan ungkapan ini
dapat dilakukan dengan 2 hal, yakni :
a. Permajasan
Permajasan
dibagi 3 yakni :
1.
Majas berisi perbandingan/perumpamaan.
2.
Majas berisi pertentangan.
3.
Majas berisi pertautan.
b. Gaya Retoris (Retorika)
Bahwasannya didalam teknik
pengungkapan, menggunakan makna langsung atau harfiah tetapi diurutkan
sedemikian rupa dengan menggunakan struktur untuk menimbulkan suatu efek
tertentu. Repetisi yakni pengulangan kata/ kelompok kata dalam suatu kalimat
atau lebih, baik pada posisi awal, tengah maupun akhir. Paralelisme yakni
pengulangan struktur bentuk dengan maksud menekankan adanya sejajaran bangunan
struktur yang menduduki posisi sama dan mendukung gagasan yang sederajat. Hal
ini dapat dilakukan dengan penyusunan jenis kata yang sama penggunaan pola-pola
kalimat yang sama, dan lain-lain.
2.3.4
Image
Kata atau susunan kata-kata yang dapat
memperjelas atau mengkongkritkan apa yang ingin disampaikan oleh penyair
sehingga apa yang digambarkan dapat ditangkap oleh panca indra kita. Melalui
pencintraannya / pengimajiannya apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat
oleh, didengar oleh telinga, dicium oleh hidung, diraba oleh tangan dan rasa
oleh perasaan kita, dll.
2.3.5
Rima
dan Ritem
a. Rima
Rima
berarti bunyi atau persamaan bunyi. Rima merupakan unsure penting yang terdapat
dalam puisi. Fungsi dari Rima yakni :
1. Untuk
memberikan suatu keindahan.
2. Memberikan
rasa kenikmatan.
3. Memperdalam
ucapan atau daya ucap.
4. Menimbulkan
rasa.
5. Menibulkan
suatu suasana.
Mengingat puisi ada yang merujuk
kepada pengertian bahwa sebuah pisi merupakan satu-satunya cara yang paling
indah dan efektif untuk mendendangkan sesuatu. (Matheuw Arnold). Maka tampak
benar didalam sebuah puisi unsure-unsur musikalitas yang terdiri atas rima dan
ritem menjadi sangat penting mengingat pada totalitas tinggi rendahnya suara,
panjang pendeknya suara serta keras lembutnya suara mendapatkan perhatian
ketika sebuah puisi dinikmati.
Musikalitas terdiri dari vokal a, i, e
tergolong pada euphoni, dan o, u, ə tergolong pada
cacaphoni, hendaklah tandas kedengaran ketika puisi dinikmati. Euphoni adalah
suara-suara riang, gembira, bahagia. Sedangkan cacaphoni adalah suara-suara
memperhatinkan, menakutkan, mengerikan, menyeramkan.
b. Ritem
Ritem berarti irama, sangat perlu ada
dalam sebuah puisi. Karena ritem didalam sebuah puisi akan dapat mempengaruhi
maksud yang ingin disampaikan nadanya kemudian suasana dan daya pikat dari
sebuah puisi. Irama dalam puisi dapat terjadi karena adanya pengulangan pola
waktu, dan tekanan yang terjadi secara teratur, keteraturan itu terjadi karena
:
1.
Jumlah suku kata setiap larik atau baris
sama banyaknya
2.
Letak suku kata yang mendapat tekanan
ditempuh dalam waktu yang sama.
3.
Adanya intonasi
4.
Permainan bunyi atau rima.
2.3.6
Plastik
Bahasa
Konvensi bahasa yang samar atau semi
dalam bahasa yang intensif pada bait-bait sajak. Plastik bahasa ini bisa juga
disebut dengan bahasa makulit, dalam penggunaannya untuk menelaah suatu karya
sastra puisi dang ending rare, biasanya kata-katanya masih berupa syair yang
kemudian menelaahnya dengan cara mencari arti dalam arti apa maksud yang
terdapat pada kata-kata tersebut.
Bebeke Putih Jambul
Makeber Ngaja Nganginang
Neked Kaja Kangin
Ditu Tuun Jak Makejang
Briak Briuk Masileman
2.4
Telaah Menggunakan Pendekatan Metode Puisi
Bebeke
Putih Jambul
Dari
kata-kata yang terdapat pada Bait pertama, terdiri dari 3 kata yakni Bebeke Putih Jambul yang menurut kami merupakan sebuah diksi dan tergolong dalam plastik
bahasa dimana kata-kata tersebut merupakan suatu kata kiasan. Jika dilihat
dari nilai-nilai dalam puisi yang terdapat dalam penggalan puisi tersebut maka:
Nilai
Logika Bebek Putih Jambul merupakan
salah satu makhluk hidup, golongan vertebrata famili aves yakni sejenis unggas
yang mempunyai warna putih dan memiliki tonjolan di kepalanya.
Nilai
Agama dari penggalan kalimat Bebek putih
jambul terdapat pada kata “bebek” karena bebek merupakan hewan yang
digunakan pada salah satu banten dalam upacara agama khususnya hindu. Banten
yang paling sering menggunakan bebek yakni banten suci. Dalam Manawa Dharmasastra V.40 dinyatakan, tumbuh-tumbuhan dan hewan yang
digunakan sebagai sarana upacara keagaman kelak akan menjelma dalam tingkatan
yang lebih tinggi. Penggunaannya dalam upacara memiliki muatan niskala untuk
membangkitkan daya spiritual umat, agar dengan kecerdasan intelektual dan
kepekaan emosionalnya meningkatkan pelestarian flora dan fauna.
Nilai
estetika yang kami peroleh dari Bebek Putih
Jambul merupakan seekor unggas yang amat elegan karena memiliki ciri khusus
yakni seekor unggas (bebek) berwarna putih dan memeiliki tonjolan di kepalanya.
Dari
segi image yang kami dapatkan dari
kalimat Bebeke Putih Jambul yakni secara kasap mata merupakan
seekor unggas yang berwarna putih dan berjambul. Namun bukan itu image yang
dituangkan oleh pengarang melainkan sesosok orang suci. Dari segi rima kalimat bebeke putih jambul terdiri
dari 2 euponi dan 1 cacaphoni, yang melambangkan baris tersebut menggambarkan
suasana riang gembira, kesucian dan kebahagiaan.
Jadi
jika dilihat dari kata Bebeke Putih
Jambul mengemplementasikan
seseorang yang mempunyai kesucian yang amat tinggi katena melihat kata “bebek”
merupakan salah satu hewan yang di sucikan oleh umat khususnya hindu, apalagi
ditambah dengan kata “putih” kata tersebut
merupakan warna dari dewa iswara yang berstana di sebelah timur selain
itu warna putih juga merupakan simbol kesucian. Begitu pula dengan kata
“jambul” jika membayangkan seekor bebek dengan tonjolan (jambul) di kepalanya
bebek tersebut seakan akan menggunakan sebuah mahkota, jadi saya bisa ibaratkan
jambul tersebut adalah mahkota, mahkota merupakan suatu benda yang di kenakan
oleh pemimpin-pemimpin kerajaan sebagai tanda dialah yang berkuasa. Mahkota
diletakkan di kepala itu mengisyaratkan bahwa mahkota diletakkan di tempat yang
paling tinggi pada bagian tubuh pemakainya, tidaklah mungkin menggunakan
mahkota di lengan ataupun di pantat pastilah di atas kepala. Selain itu seorang
yang menggunakan mahkota pastilah bukan sembarang orang pasti ia merupakan
orang yang sudah dianggap memiliki kemampuan dan dianggap lebih dari yang lain,
jadi dari kata jambul tersebut dapat mengisyaratkan seseorang yang sudah diakui
dan dipercayai sebagai orang yang dianggap mampu karena memiliki kemampuan yang
lebih.
Maka,
dari kata bebek putih jambul makna yang kami dapat yakni, seseorang yang
benar-benar suci baik lahir maupun batin yang tentunya sudah di akui oleh
banyak orang baik itu sudah diupacarai didiksa dan sebagainya.
Makeber
Ngaja Nganginang
Dari
penggalan baris kedua yakni Makeber Ngaja
Nganginang ketiganya merupakan diksi
dan plastik bahasa. Yang perlu dicari
maknanya. Dari penggalan baris yang kedua terdiri dari tiga kata yakni makeber,
berasal dari kata keber mendapat prefiks ma- dimana mengubah makna dari adjektiva
ke verba. Kata kedua yakni ngaja dan kata ke tiga yakni nganginanag. Jika dilihat
dari nilai-nilai dalam puisi yang terdapat dalam penggalan puisi dari baris
kedua Makeber Ngaja Nganginang yakni;
Nilai
logikanya yakni pada yang disebutkan pada baris pertama yakni Bebek Putih
Jambul dan dilanjutkan dengan Baris ke dua yakni Makeber Ngaja Nganginang, jadi jika kita bayangkan seekor bebek
yang mampu untuk terbang menuju arah timur laut. Yang mengganjar dari kedua
baris tersebut ditinjau dari logikanya yakni bebek makeber, secara logika tidak
ada bebek yang mempunyai kemampuan untuk terbang.
Nilai
Agama dari baris kedua tersebut yang saya soroti yakni kata kedua dan ke tiga
yakni “kaja kangin” dimana kaja kangin merupakan tempat dimana berstananya dewa
sambhu, begitu pula di setiap pekarangan rumah sebelah kaja kangin (timur laut)
pastilah ada tempat yang disucikan oleh umat hindu yakni adanya sanggah atau
mrajan.
Dari
segi image yang kami dapatkan dari
kalimat Makeber Ngaja Nganginang
yakni seekor bebek yang terbang menuju arah timur laut. Namun bukan itu image
yang dituangkan oleh pengarang melainkan sesosok orang suci yang sedang
melakukan perjalanan untuk mencari dharma. Dari segi rima kalimat mekeber ngaja
nganginang terdiri dari 2 euponi dan 1 cacaphoni, yang melambangkan baris
tersebut menggambarkan suasana riang gembira, kesucian dan kebahagiaan.
Jika
dilihat melalui kata tersebut makna yang kami dapat yakni seorang yang suci
dalam hal ini “bebek putih jambul” yang melakukan perjalanan, perkelanaan,
pengembaraan “makeber” menuju kaja kangin, arti dari kaja kangin tersebut tidak
lain adalah merajan karena dimanapun sebelah kaja kangin adalah merajan, mempunyai
makna bahwa orang suci tersebut melakukan perjalan untuk memperoleh dharma yang
didasarkan pada hati suci (bersih) agar dapat mencapai kesempurnaan yakni
bersatu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Neked
Kaja Kangin
Ditu
Tuun Jak Makejang
Baris
ketiga pada kata neked kaja kangin yakni Neked
Kaja Kangin ketiganya merupakan the
conkret word, karena menggambarkan sutu tempat arah mata angin yang nyata
yakni timur laut. Dimana kata tersebut merupakan kata yang mendukung makna pada
baris yang selanjutnya. Sedangkan pada baris keempat yakni Ditu Tuun Jak Makejang merupakan diksi dan plastik bahasa,
yang mempunyai makna : dari nilai logikanya ada segerombolan bebek yang telah
mencapai tempat sebelah timur laut dan disana turun bersama- sama, namun makna
dari baris keempat ini mempertegas baris ke ketiga yakni makeber ngaja
nganganginang, neked kaja kangin ditu tuun jak makejang, mempunyai makna dimana
sebuah pengelanaan yang dilakukan oleh orang suci yang telah mampu mencapai
keinginannya mampu bertemu dengan Ida Sang Hyang Widhi, serta mendapatkan
anugrah dan sudah mencapai moksa. Kita harus menegakkan dharma dengan
menyucikan diri.
Dari
segi image yang kami dapatkan dari
kalimat tersebut yakni setelah bebek itu sampai di timur laut kemudian turun
disana secara bersama-sama. Namun bukan itu image yang dituangkan oleh
pengarang melainkan sesosok orang suci yang telah mendapatkan dharma. Dari segi
rima kalimat Neked Kaja Kangin terdiri dari 2 euponi dan 1
cacaphoni, yang menggambarkan suasana riang gembira, kesucian dan kebahagiaan. Ditu Tuun Jak Makejang terdiri dari 2 euponi dan 2 cacaphoni, yang menggambarkan
suasana riang gembira. Karena dilihat dari penggalan kalimat tersebut cenderung
ke makna euphoni.
Briak
Briuk Masileman
Pada
baris kelima gending tersebut terdapat kalimat Briak Briuk Masileman, ini merupakan diksi dan plastik bahasa,
yang perlu dicari makna sesungguhnya. Dari segi niilai logika jika bayangkan
kata briak briuk merupakan suatu kebersamaan, dan ditambah dengan kata
sebelumnya yakni terdapat kata bebek, pastilah bebek dalam kelompok yang amat
banyak berjalan menimbulkan suatu keharmonisan yang enak dipandang. Itu juga
merupakan nilai estetika karena menimbulkan suatu keindahan, nilai etikanya
terdapat pada kebersamaan dari hewan bebek tersebut yang tidak saling
mendahului namun mengutamakan kebersamaan dan kadang bebek perlu ditiru dalam
kehidupan sehari hari khususnya dalam mengantri yang tidak saling mendahului.
Baris
yang terakhir dari penggalan gending rare ini adalah briak briuk masileman
dapat di artikan kebersamaan yang harmonis untuk nyilem dalam hal ini nyilem
bisa juga disebut mandi yang artinya membersihkan dan menyucikan diri secara
bersama-sama agar dapat mencapai dharma dan moksa.
Kesimpulan
metode
Bebeke putih jambul
Makeber ngaja nganginang
Neked kaja kangin
Ditu tuun jak makejang
Briak briuk masileman
Dari
segi ritem gending rare bebeke putih
jambul tersebut, menggunakan ritem gending rare dimana gending tersebut
dilantunkan dengan lagu dikalangan anak-anak untuk mengisi waktu bermainnya.
Gending rare ini memiliki kata-kata yang sederhana namun memiliki makna yang
mendalam.
Dari gending rare
tersebut dapat kami simpulkan makna yang terkandung dalam gending rare tersebut
yakni : Kita sebagai manusia yang memilki akal dan memiliki budi pekerti
tentunya juga beragama kita harus dapat mentauladani sosok orang suci yang
mampu mencapai moksa atau dharma yang utama. Didalam melakukan pensucian dan
pembersihan dikatakan bahwa stula sasira (badan kasar) manusia dibersihkan oleh
air, suksma sarira (badan halus) dibersihkan oleh kebijaksanaan dan dharma. Kesucian
hati menyebabkan seseorang memperoleh kebahagiaan, menghacurkan kejahatan dan
perbuatan jahat. Orang yang memiliki kesucian hati mencapai sorga dan bila
berpikir jernih dan suci maka kesucian akan mengelilingi kita. Ini disebutkan
pada kitab Rgveda yakni :
“Suddha
asirvan mamattu.”
Rgveda
VIII. 95. 7
Artinya :
“Orang yang suci dan diberkahi selalu
berbahagia.”
“Suddho
vrtrani jighnase.”
Rgveda
VIII. 95.9
Artinya :
“Tuhan Yang Maha Esa yang suci
menghancurkan kejahatan dan perbuatan jahat.”
Disebutkan pula pada kitab Atharvaveda yakni.
“Sucayah
sucim api yanti lokam.”
Atharvaveda
IV. 34. 2
Artinya :
“Orang-orang yang suci pergi ke sorga
(kahyangan)”
“Sarva
pavitra vitata-adhyasmat
Atharvaveda
IV. 124. 3
Artinya :
“Semua hal (benda) yang suci mengelilingi
kita.”
Kita hendaknya menyucikan
diri dengan memegang teguh kebenaran disetiap kita berpikir, berkata dan
bertindak yang disebutkan dalam ajaran agama hindu yakni tri kaya parisuda.
Seperti disebutkan dalam kitab Sarasamuscaya
sloka 73 yakni :
“Manasa
trividham caiva vaca caiva caturvinham
Kayena
trividham capi dacakarma pathaccaret.”
Artinya :
“Adalah karmapatha namanya, yaitu
pengendalian hawa nafsu, sepuluh banyaknya yang patut dilaksanakan,
perinciannya; gerak pikiran, tiga banyaknya; prilaku perkataan, empat
jumlahnya; gerak tindakan; tiga banyaknya; jadi sepuluh banyaknya; jadi sepuluh
banyaknya, perbuatan yang timbul dari gerakan badan, perkataan dan pikiran;
itulah patut diperhatikan.”
Bahwasannya sebagai
manusia yang berbudi luhur, melaksanakan ajaran tri kaya parisuda yakni
manacika yaitu berpikir yang baik dan benar berdasarkan dharma, wacika yaitu
berkata yang baik dan berdasarkan ajaran dharma, kayika yaitu berprilaku yang
sesuai dengan ajaran dharma. Maka dari itu kita menyucikan diri dengan dharma,
karena darma juga dapat melebur segala kekotoran, dosa dalam diri, agar mampu
mencapai kesucian dan dapat mencapai dharma yang utama. Jadikan dharma sebagai
landasan kehidupan kita, agar dapat mencapai kebenaran yang sejati yaitu
bersatunya atma dengan brahman, atau dengan kata lain moksatam jagatdita ya
caiti dharma. Yang merupakan tujuan dari ajaran agama yaitu bisa bersatu dengan
Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa). Bahwasannya dengan dharma seseorang memperoleh
kebahagiaan yang sejati. Seperti dikatakan pada kitab Sarasamuscaya sloka 18.
“Dharmah
sada hitah pumsam dharmascaivasrayah satam,
Dharmallokastrayastata
pravrttah sacacarah”
Artinya :
“Dan keutamaan dharma itu sesungguhnya
merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi yang melaksakannya; lagipula dharma
itu merupakan perlindungan orang yang berilmu; tegasnya hanya dharma yang dapat
melebur dosa triloka atau jagad tiga.”
Disebutkan pula pada kitab Sarasamuscaya Sloka 34.
“Eko
dharmmah param creyah ksamaika santicucyate
Vidyaika
parama tustirahisaika sukhavaha.”
Artinya :
Hanya dharma dikatakan merupakan kebenaran
dan kewibawaan; hanya ketentraman perasaan hati merupakan ketahanan terhadap
panas dan dingin, yang dapat dijadikan obat pelebur dosa dan pemusnahan
kedukaan hati; sesungguhnya samyagjnana (kebenaran-kebenaran) patut dicamkan,
ilmu pengetahuan dan keyakinan anada akan keadaan yang hakiki itu merupakan
tujuan yang utama yang membahagiakan, sedangkan ahimsa : tidak membunuh-bunuh
dan tidak kerasukan marah, itulah kebahagiaan yang nyata namanya.”
Dari bunyi sloka tersebut
dikatakan bahwa hanya dharma yang dapat melebur dosa dan menyucikan
pikiran. Sehingga manusia dapat
mendapatkan kebahagiaan atau mencapai moksatam jagatdita ya caiti dharma.
2.5
Telaah Menggunakan Pendekatan Hakikat Puisi
Bebeké putih jambul
Makeber ngaja nganginang
Neked ngaja kangin
Ditu tuun jak makejang
Briak briuk masileman
Tema yang terdapat dari gending raré
tersebut, menurut kami adalah kesucian dharma. Karena setelah mentelaahnya,
gending raré tersebut mengandung makna tentang seorang orang suci yang
melakukan perjalanan untuk mendapatkan dharma dan menyucikan diri. Ini
ditemukan dari kalimat bebeké putih jambul yang bermakna seorang orang suci dan
briak briuk masileman untuk melakukan pembersihan diri untuk memperoleh
kesucian.
Nada yang terdapat dari gending raré
tersebut yakni sang pengarang bersikap bijaksana. Sang penyair disini
memberikan wejangan-wejangan suci melalui kata yang terdapat pada gending raré
tersebut. Bila dilihat dari musikalitas gending itu, mengandung unsur euphoni,
yakni huruf vocal pada akhir kalimat tersebut dominan menggunakan huruf vocal
yaitu é,
a, dan i. Dan bila dinyanyikan, menyanyikannya dilakukan dengan rasa riang
gembira.
Feeling yang terdapat pada gending
tersebut yakni dalam gending raré ini dapat dirasakan seorang orang suci
melakukan perjalan untuk mencapai dharma dan kesucian serta diikuti oleh
masyarakat atau umat manusia yang melakukan suatu pembersihan untuk mendapatkan
kesucian.
Amanat yang terdapat pada gending tersebut
yakni berupa pesan agama. Dimana dalam gending tersebut kita diajak untuk
melakukan pembersihan diri dengan memegang teguh ajaran dharma baik dalam
berpikir, berkata dan berbuat sehingga dapat mencapai moksatam jagadhita ya
caiti dharma.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Dari
hasil telaahan yang kami lakukan makna yang terdapat pada gending rare tersebut
adalah seorang orang suci yang melakukan perjalan untuk mencapai moksa dengan melaksanakan
ajaran dharma dan didasarkan pata hati suci (keneh suci ning nirmala). Yang
diikuti oleh umat manusia untuk dapat bersatu dengan Tuhan dengan melakukan
pembersihan untuk memperoleh kesucian dan menjalankan ajaran dharma. Sekarang
ini kita menggambarkan orang suci itu adalah Ida Padanda sebagai pemulun umat
yang memberikan pencerahan agama kepada umat manusia, sehingga tidak dalam
kegelapan.
3.2
Saran-saran
Apabila
melakukan telaahan pada karya sastra khususnya berupa gending rare perlu
memperhatikan hakikat dan metode puisi atau gending rare. Sehingga dapat
memperoleh hasil telaahan yang maksimal.
http://e-kuta.com/blog/pura-di-bali/apa-itu-padmasana.htm(diakses
tangal 10 Mei 2011).
http://ngarayana.web.ugm.ac.id/2010/01/rekonstruksi-konseppadmasana/(diakses
tangal 10 Mei 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar