Bali Simbar

Rabu, 13 Mei 2020

Telaah Bebeke Putih Jambul


TELAAH PUISI BALI TRADISIONAL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1        Latar belakang
Bali sudah terkenal dengan keindahan akan anekaragam budayanya, itu semua karena seni, adat, budaya dan panorama alamnya. Bali juga dikenal dengan kasusastraannya, sastra yang berupa tulisan seperti lontar dan yang lain, terdapat pula yang berbentuk lisan yakni suatu sastra yang berkembang melalui mulut kemulut. Salah satu kesusastraan yang terkenal  adalah sastra yang berbentuk puisi, di dalam puisi pastilah mengandung makna yang mendalam yang terselubung melalui kata kata (diksi) yang di buat oleh pengarang untuk penikmatnya, untuk mengetahui makna yang terdapat dalam puisi perlu ditelaah terlebih dahulu, menggunakan unsur-unsur dalam puisi yang meliputi hakikat dan metode, unsur intrinsik (metode) puisi meliputi diksi, image, gaya bahasa (stylistika), rima/ ritem, dan plastik bahasa, serta unsur ekstrinsik (hakikat) puisi meliputi tema, nada/ tone, rasa feeling, amanat. Adapun puisi yang sangat lumrah di telinga anak kecil yakni geding rare dan pupuh sinom. walaupun dengan kata kata yang amat sederhana pastilah mengandung makna yang mendalam di dalam puisi tersebut. Maka dari itu untuk mengetahui makna yang terkandung di dalam puisi tersebut perlu adanya analisis supaya memperoleh makna yang sebenarnya.

1.2        Rumusan masalah
1.2.1  Apakah pengertian dari sastra?
1.2.2  Apakah dari fungsi dan tujuan sastra?
1.2.3  Apakah pengertian dari telaah puisi bali?
1.2.4  Apa sajakah yang tergolong kedalam hakikat puisi?
1.2.5  Apa sajakah yang tergolong kedalam metode puisi?
1.2.6  Apa unsur intrinsik yang terkandung dalam gending rare Bebeke Putih jambul?
1.3        Tujuan Penulisan
1.3.1  Untuk mengetahui pengertian dari sastra.
1.3.2  Untuk mengetahui fungsi dan tujuan sastra.
1.3.3  Untuk mengetahui pengertian dari telaah puisi bali.
1.3.4  Untuk mengetahui pengertian dari telaah puisi bali.
1.3.5  Untuk mengetahui yang tergolong kedalam hakikat puisi.
1.3.6  Untuk mengetahui yang tergolong kedalam metode puisi.
1.3.7 Untuk mengetahui unsur intrinsik yang terkandung pada puisi tersebut.

1.4        Manfaat Penulisan
         Dengan adanya paper ini dapat mengetahui unsur-unsur dan makna yang terdapat dan terkadung dalam puisi bali, sebagai acuan untuk mengetahui makna yang terkandung dalam puisi bali tersebut, serta dapat mengetahui hakekat dan metode dari puisi bali tersebut.
  
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Sastra
Secara umum sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta, sastra berarti “teks yang mengandung instruksi atau “pedoman”, dari kata dasar sas- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Kesusastraan : susastra + ke – an, su + sastra, su berarti indah atau baik, sastra berarti lukisan atau karangan. Susastra berarti karangan atau lukisan yang baik dan indah. Kesustraan berarti segala tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah.
Sastra barasal dari kata castra berarti tulisan. Dari makna asalnya dulu, sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia, seperti catatan ilmu pengetahuan, kitab-kitab suci, surat-surat, undang-undang, dan sebagainya. Sastra dalam arti khusus yang kita gunakan dalam konteks kebudayaan, adalah ekspresi gagasan dan perasaan manusia. Jadi, pengertian sastra sebagai hasil budaya dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan pemikirannya. Secara morfologis, kesusastraan dibentuk dari dua kata, yaitu su dan sastra dengan mendapat imbuhan ke- dan –an. Kata su berarti baik atau bagus, sastra berarti tulisan. Secara harfiah, kesustraan dapat diartikan sebagai tulisan yang baik atau bagus, baik dari segi bahasa, bentuk, maupun isinya.
Dalam konteks kesenian, kesusastraan adalah salah satu bentuk atau cabang kesenian yang menggunakan media bahasa sebagai alat pengungkapan gagasan dan perasaan senimannya. Sehingga sastra juga disamakan dengan cabang seni lain seperti seni tari, seni lukis, seni music, dan sebagainya.

2.2  Fungsi dan Tujuan Sastra
Dalam kehidupan masyarakat sastra mempunyai beberapa fungsi yaitu :
1.    Fungsi rekreatif,
          Yaitu sastra dapat memberikan hiburan yantg menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya. Karya seni di ciptakan oleh seorang pengarang yang merupakan anggotaq masyarakat. Pengarang (seminar; sastrawan; penyair; penutur) menciptakan karya untuk menyampaikan pesan dan menghibur para penikmat atau pembaca. Perbedaan karya-karya serius (kicth) atau karya sastra yang tinggi kualitasnya lebih banyak menyampaikan pesan dari pada hiburan. Sebaliknya karya sastra yang rendah kualitasnya (pop) lebih banyak memberikan hiburan di bandingkan menyampaikan pesan, kata penyair Latin Horatios, (Lihat Ahmad Samin Siregar, 1979:33).
          Karya seni sastra yang berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat. Sejalan dengan pendapat M.S. Soekadarman, (1977: 9), bahwa di dalam karya seni terdapat dua hal; yaitu, yang bermanfaat dan kenikmatan bagi pembacanya. Kenikmatan dalam karya seni dapat memberikan kesegaran dan kenyamanan bagi penikmatnya karena seni adalah pengutaraan keindahan.
          Menurut Sidi Gazalba, (1974: 550), bahwa fungsi seni sebagai hiburan mendapat nilai tempat yang tak terkira peranannya dan menambah kenyamanan hidup. Nyanyian, musik, tarian, drama, sastra, dan lukisan yang merupakan tempat pelarian dari jiwa dan semangat yang penat karena kerja sehari-hari, karena tugas ekonomi, politik dan lain-lain. Semangat yang sudah kendur di segarkan kembali oleh nilai-nilai yang kita nikmati dalam karya seni.
          Menurut Wadjiz Anwar, (1980: 5), keindahan itu terdapat dimana-mana. Kita memandang alam disekeliling kita dan kita menjumpai keindahan danm kecantikan. Keindahn pemandangan pohon bambu yang menjulang tinggi di atas kampong-kampung di negeri kita. Keindahan laut yang membanting tepi pantai. Suara pun mempunyai keindahan. Gerak langit danm gerak penari ada keindahannya. Di samping keindahan yang terdapat dalam alam itu kita sebagai manusia juga boleh membuat beberapa keindahan yang kita tuangkan di dalam karya seni. Kita merasakan dan menikmati keindahan sebagai hiburan.

2.    Fungsi Didaktif
          Dikatakan sebagai alat untuk menyampaikan pendidikan sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya. Pendidikan dapat diterima masyarakat melalui dua cara; yaitu, pertama, pendidikan formal atau pendidikan yang di persiapkan secara resmi. Pendidikan semacam ini mempunyai sarana, guru, lembaga, dan aturan-aturan yang mengikatnya. Contohnya. Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Akademi, dan Universitas, (M. Hafizh Anshari, 1983:104). Kedua, pendidikan informal ialah pendidikan yang di peroleh secara tidak resmi, termasuk apa yang di sampaikan di dalam karya seni. Setiap karya seni yang di sampaikan kepada pembaca. Pesan itu seperti pendidikan kemasyarakatan, kekeluargaan,adat, kebiasaan, dan lain-lain. Pesan ini dapat disampaikan di dalam karya seni, misalnya: karyasastra, seni lukis, seni pahat, seni music, dan seni tari, (A. Muri Yusup, 1985: 27).
          Menurut Aning Retnaningsih, (1982: 21), karya seni di ciptakan pengarang, karena pengarang memiliki niat baiknya untuk mengemukakan beberapa masalah, cita-cita, serta fikiran-fikiran yang terkandung di dalam hatinya. Seorang pengarang menciptakan karya sastra karena ada pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca. Pengalaman batin yang ingin di sampaikan berupa pendidikan kepada masyarakat. Pendidikan yang di sampaikan ada bersifat langsung maupun tidak langsung. Pendidikan yang bersifat langsung dapat dilihat dari dialog langsung yang dilakukan oleh tokoh atau penutur pada seni pertunjukkan. Tema-tema ucapan dan adegan mempunyai pesan dan tujuan tertentu untuk penontonnya. Walaupun isi dialog seolah-olah untuk keperluan dan konflik antara tokoh yang terdapat di dalam karya sastra. Sedangkan pendidikan yang bersifat tidak langsung, dapat dilihat dari jalan cerita dan perkembangan watak para tokoh di dalam cerita. Perkembangan tersebut dapat menjadi contoh kepada pembaca atau penonton pertunjukkan.
          Pendidikan yang bersifat informal dapat disampaikan pengarang melalui karya seni. Misalnya, pendidikan tentang hukum, agama, budaya dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat dalam satu novel, dapat menampilkan persoalan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Misalnya, masalah teknologi, agama, social, budaya, psikologi, hukum dan berbagai masalah lainnya yang terungkap di dalam satu karya sastra. Sastra tidak hanya memancarkan kenyataan, sastra dapat dan harus turut membangun masyarakat, karena dalam karya sastra itu sendiri di samping menyampaikan hiburan juga pengarang menyampaikan manfaat kepada pembaca atau penontonnya. Sastra lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat. Masyarakat harus belajar dari sastra untuk membangun masyarakat itu sendiri. Jadi, sastra sangat berguna bagi masyarakat. (Ajib Rosidi, 1994:6).

3.    Fungsi estetis
          Yaitu sastra mampu memberikan keindahan bagi penikmat atau pembacanya karena sifat keindahannya.

4.    Fungsi moralitas
          Yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca atau peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan buruk, karena sastra yang baik selalu mengandung moral yang tinggi. Melalui cerita (karya sastra) pengarang ingin menyampaikan nasihat melalui perkembangan watak pelaku cerita. Pengarang memberikan contoh teladan kepada pembaca atau penonton pertunjukkan. Penonton dapat mengambil pesan yang disampaikan pengarang. Penonton seolah-olah menjadi objek para pengarang. Penonton selalu diberikan pesan, pesan langsung maupun pesan tidak langsung.

5.      Fungsi religious dan sebagai alat untuk melestarikan budaya
          Yakni sastra pun menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para penikmat atau pembaca sastra. Karya sastra itu saling mempengaruhi dengan masyarakat. Sastra dianggap sangat penting dalam masyarakat. Karya sastra dianggap sebagai wadah rohaniah dan intelektual bangsa. Sejarah satu bangsa dapat menjadi rujukannya adalah karya sastra. Dalam karya sastra terungkap fakta-fakta yang boleh dijadikan dasar dan data untuk mengambil rumusan. (Muhamad Haji saleh, 1992: 43).

2.3  Pengertian Telaah Puisi Bali
Perjalan kesusastraan bali begitu panjang dan mewariskan berbagai macam karya sastra baik yang berbentuk prosa (gancaran) maupun dalam bentuk puisi (baik yang berbentuk geguritan, parikan maupun bentuk kakawin). Untuk dapat kita memaknai maupun menginterpretasikannya kita membutuhkan suatu usaha yang dikenal dengan istilah telaah sehingga kemudian kita dapat menginterpretasi karya tersebut.
Dalam pembahasan kali ini, kami akan mencoba untuk menelaah salah satu dari dua bentuk karya sastra tersebut yakni berbentuk puisi dan berupa gending rare. Sebelum melangkah lebih jauh mengenai ppuisi ada baiknya membahas sedikit mengenai pengertian kalimat telaah puisi bali tersebut. Jika ditinjau dari kata-katanya, kalimat tersebut terbentuk atas tiga kata, yakni telaah berarti meneliti, memahami, mengkaji, menginterpretasi dan menganalisis. Puisi berasal dari bahasa inggris poetry yang berarti syair yang merupakan cara mengungkapkan sesuatu dengan kata yang sedikit mungkin tetapi memiliki makna yang sangat luas dan mendalam. Kata Bali sendiri dapat diartikan sebagai suatu kondisi geografis yang ditandai dengan adat istiadat dari masyarakatnya.
Jadi yang dimaksud dengan telaah puisi bali disini adalah suatu usaha dalam menganalisa, memahami, menginterpretasikan serta menganalisis karya sastra puisi yang mempergunakan bahasa bali sebagai media dalam pemenuhan estetika bahasa bali yang didalamnya memuat tentang norma serta yang berkembang dalam masyarakat bali.
Bertitik tolak dari pengertian tersebut untuk dapat menelaah sebuah puisi dan gending rare ada beberapa hal pokok yang harus diketahui yakni bentuk atau anatomi dari puisi atau gending rare tersebut, karena akan sangat mustahil jika kita tidak mengetahui anatominya kita dapat melakukan suatu telaahan. Adapun anatomi dari puisi tersebut terdiri atas hakikat puisi dan metode puisi. Dalam sastra Yudi Brata merincinya menjadi 4 yaitu :
1.      Nilai Agama, meliputi :
1)      Nilai Religious.
2)      Nilai Magis.
3)      Nilai Kepercayaan.
4)      Nilai Spiritual.
2.      Nilai Logika, meliputi :
1)      Nilai Intelektual.
2)      Nilai Ilmiah (Pengetahuan).
3)      Nilai Empiris.
3.      Nilai Etika, meliputi :
1)      Nilai Moral.
2)      Nilai Sopan Santun.
3)      Nilai Manusiawi.
4.      Nilai Estetika, meliputi :
1)      Nilai Keindahan.
2)      Nilai Kesegaran.
3)      Nilai Hiburan.
4)      Nilai Keasrian.

2.2  Hakikat Puisi
2.2.1 Tema (Sence)
         Jelaslah bahwa seorang seorang penyair dengan puisinya ingin mengemukakan sesuatu bagi para penikmat karyanya. Penyair melihat atau mengalami beberapa kejadian dalam kehidupannya dalam suatu masyarakat sehari-hari. Sehingga dari kejadian-kejadian tersebut dia ingin mengemukakan, mempersoalkan, mempermasalahkan. Hal-hal itu dengan caranya sendiri. Dengan kata lain seorang penyair ingin mengemukakan pengalaman-pengalaman kepada para penikmat. Intinya puisinya puisi mengandung tema atau subjek matter. Tema adalah subject matter yang hendak disampaikan oleh panyair melalui puisinya baik secara implisit (tersirat) maupun eksplisit (tersurat).
2.2.2 Nada (Tone)
         Nada atau tone dalam perpuisian adalah sikap penyair terhadap pembacanya, yaitu sikap sang penyair terhadap para penikmat karyanya. Ada sangkut pautnya dengan sence (tema) dan feeling (rasa) yang terkandung pada sajak. Sikap penyair terhadap pembacanya akan tampak pada nada ciptaannya artinya apakah penyair bersifat angkuh, rendah hati, sugestif/menggelora, persuasif/ajakan, maupun argumentatif/mengandung suatu pengalasan. Sumbang rasanya bila pada suatu sajak yang bertemakan kegagalan, terdapat rasa keangkuhan dan juga ada rasa kegembiraan dan yang lainnya.

2.2.3 Rasa (Feeling)
         Feeling adalah rasa sang penyair terhadap pokok permasalahan (subject matter) yang terkandungdalam puisinya. Yang dimaksud disini adalah sebuah konsekwensi bahwa seorang memiliki suatu pencitraan yang berbeda akan suatu hal. Apakah itu rasa kebencian, kasihan, dan sebagainya.

2.2.4 Amanat
         Sebuah pengakuan sajak yang diciptakan oleh penyair pastilah mengandung suatu tujuan, walaupun masih pada relatifitas sadarmaupun tidak disadari tujuan itu disampaikan. Tujuan juga lazim merupakan amanat yang dikemukakan oleh penyair, yang terkadang bergantung dengan pekerjaan , cita-cita, pandangan hidup maupun keyakinan yang dianut oleh penyair tersebut. Dari intention inilah yang nantinya akan melahirkan sajak-saja yang bersifat didoktis (mendidik), religious, filosofis (kearifan/pandangan), isme (paham) dan lain-lain. Kalau penyair adalah seorang guru, maka dalam sajak-sajaknya kemungkinan besar akan didominasi dengan khasanah pendidikan, dimana penyair ingin mendidik para penikmat karyanya melalui karya yang diciptakannya. Makab sajak tersebut akan bersifat didaktis. Kalau kebetulan penyairnya adalah seorang pendeta, maka ia akan membawa orang-orang atau penikmatnya kepada hal-hal yang bersifat keagamaan atas dasar kendali Dharma.

2.3  Pengertian Metode Puisi
2.3.1        Pilihan Kata (Diksi)
         Di dalam penggunaan unsur disksi seorang penyair di dalam pemilihan kata dengan sebaik-baiknya agar dapat mewakili ide-idenya dari penyair tersebut. sehingga menimbulkan suatu ekspresi yang memang dikehendaki oleh penyair itu. Kata-kata yang dipilih disini, bisa dari kosa kata sehari-hari maupun formal dan didalamnya penmaknaan dari kata-kata itu ada yang bermakna konotasi dan ada yang bermakna denotasi.

2.3.2        Kata Nyata (The Concret Word)
         The Concret Word atau kata nyata yang dipakai efektif untuk mewakili ide dari si pengarang. The Concret Word disini adalah salah satu cara untuk membangkitkan daya khayalan atau imajinasi para penikmat puisi, sehingga dalam puisi the concret word dipandang perlu untuk memberi pengertian secara menyeluruh. 

2.3.3        Gaya Bahasa (Stylistika)
         Dari sebuah bahasa akan memberikan sebuah kekuatan atau power sehingga mampu memberikan nuansa atau image yang membawa kondisi lebih hidupnya satuan dalam frase maupu kalimat. Menurut Nurdianto teknik pemilihan ungkapan kebahasan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan dan efek yang diharapkan. Teknik pemilihan ungkapan ini dapat dilakukan dengan 2 hal, yakni :
a.      Permajasan
Permajasan dibagi 3 yakni :
1.  Majas berisi perbandingan/perumpamaan.
2.  Majas berisi pertentangan.
3.  Majas berisi pertautan.
b.      Gaya Retoris (Retorika)
         Bahwasannya didalam teknik pengungkapan, menggunakan makna langsung atau harfiah tetapi diurutkan sedemikian rupa dengan menggunakan struktur untuk menimbulkan suatu efek tertentu. Repetisi yakni pengulangan kata/ kelompok kata dalam suatu kalimat atau lebih, baik pada posisi awal, tengah maupun akhir. Paralelisme yakni pengulangan struktur bentuk dengan maksud menekankan adanya sejajaran bangunan struktur yang menduduki posisi sama dan mendukung gagasan yang sederajat. Hal ini dapat dilakukan dengan penyusunan jenis kata yang sama penggunaan pola-pola kalimat yang sama, dan lain-lain.

2.3.4        Image
         Kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau mengkongkritkan apa yang ingin disampaikan oleh penyair sehingga apa yang digambarkan dapat ditangkap oleh panca indra kita. Melalui pencintraannya / pengimajiannya apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat oleh, didengar oleh telinga, dicium oleh hidung, diraba oleh tangan dan rasa oleh perasaan kita, dll.

2.3.5        Rima dan Ritem
a.      Rima
         Rima berarti bunyi atau persamaan bunyi. Rima merupakan unsure penting yang terdapat dalam puisi. Fungsi dari Rima yakni :
1.      Untuk memberikan suatu keindahan.
2.      Memberikan rasa kenikmatan.
3.      Memperdalam ucapan atau daya ucap.
4.      Menimbulkan rasa.
5.      Menibulkan suatu suasana.
          Mengingat puisi ada yang merujuk kepada pengertian bahwa sebuah pisi merupakan satu-satunya cara yang paling indah dan efektif untuk mendendangkan sesuatu. (Matheuw Arnold). Maka tampak benar didalam sebuah puisi unsure-unsur musikalitas yang terdiri atas rima dan ritem menjadi sangat penting mengingat pada totalitas tinggi rendahnya suara, panjang pendeknya suara serta keras lembutnya suara mendapatkan perhatian ketika sebuah puisi dinikmati.
          Musikalitas terdiri dari vokal a, i, e tergolong pada euphoni, dan o, u, ə tergolong pada cacaphoni, hendaklah tandas kedengaran ketika puisi dinikmati. Euphoni adalah suara-suara riang, gembira, bahagia. Sedangkan cacaphoni adalah suara-suara memperhatinkan, menakutkan, mengerikan, menyeramkan.
b.      Ritem
          Ritem berarti irama, sangat perlu ada dalam sebuah puisi. Karena ritem didalam sebuah puisi akan dapat mempengaruhi maksud yang ingin disampaikan nadanya kemudian suasana dan daya pikat dari sebuah puisi. Irama dalam puisi dapat terjadi karena adanya pengulangan pola waktu, dan tekanan yang terjadi secara teratur, keteraturan itu terjadi karena :
1.      Jumlah suku kata setiap larik atau baris sama banyaknya
2.      Letak suku kata yang mendapat tekanan ditempuh dalam waktu yang sama.
3.      Adanya intonasi
4.      Permainan bunyi atau rima.

2.3.6        Plastik Bahasa
         Konvensi bahasa yang samar atau semi dalam bahasa yang intensif pada bait-bait sajak. Plastik bahasa ini bisa juga disebut dengan bahasa makulit, dalam penggunaannya untuk menelaah suatu karya sastra puisi dang ending rare, biasanya kata-katanya masih berupa syair yang kemudian menelaahnya dengan cara mencari arti dalam arti apa maksud yang terdapat pada kata-kata tersebut.
  
GENDING RARE
Bebeke Putih Jambul
Makeber Ngaja Nganginang
Neked Kaja Kangin
Ditu Tuun Jak Makejang
Briak Briuk Masileman




2.4  Telaah Menggunakan Pendekatan Metode Puisi
Bebeke Putih Jambul
Dari kata-kata yang terdapat pada Bait pertama, terdiri dari 3 kata yakni Bebeke Putih Jambul yang menurut kami merupakan sebuah diksi dan tergolong dalam plastik bahasa dimana kata-kata tersebut merupakan suatu kata kiasan. Jika dilihat dari nilai-nilai dalam puisi yang terdapat dalam penggalan puisi tersebut maka:
Nilai Logika Bebek Putih Jambul merupakan salah satu makhluk hidup, golongan vertebrata famili aves yakni sejenis unggas yang mempunyai warna putih dan memiliki tonjolan di kepalanya.
Nilai Agama dari penggalan kalimat Bebek putih jambul terdapat pada kata “bebek” karena bebek merupakan hewan yang digunakan pada salah satu banten dalam upacara agama khususnya hindu. Banten yang paling sering menggunakan bebek yakni banten suci. Dalam Manawa Dharmasastra V.40 dinyatakan, tumbuh-tumbuhan dan hewan yang digunakan sebagai sarana upacara keagaman kelak akan menjelma dalam tingkatan yang lebih tinggi. Penggunaannya dalam upacara memiliki muatan niskala untuk membangkitkan daya spiritual umat, agar dengan kecerdasan intelektual dan kepekaan emosionalnya meningkatkan pelestarian flora dan fauna.
Nilai estetika yang kami peroleh dari Bebek Putih Jambul merupakan seekor unggas yang amat elegan karena memiliki ciri khusus yakni seekor unggas (bebek) berwarna putih dan memeiliki tonjolan di kepalanya.
Dari segi image yang kami dapatkan dari kalimat Bebeke Putih Jambul yakni secara kasap mata merupakan seekor unggas yang berwarna putih dan berjambul. Namun bukan itu image yang dituangkan oleh pengarang melainkan sesosok orang suci. Dari segi rima kalimat bebeke putih jambul terdiri dari 2 euponi dan 1 cacaphoni, yang melambangkan baris tersebut menggambarkan suasana riang gembira, kesucian dan kebahagiaan.
Jadi jika dilihat dari kata Bebeke Putih Jambul mengemplementasikan seseorang yang mempunyai kesucian yang amat tinggi katena melihat kata “bebek” merupakan salah satu hewan yang di sucikan oleh umat khususnya hindu, apalagi ditambah dengan kata “putih” kata tersebut  merupakan warna dari dewa iswara yang berstana di sebelah timur selain itu warna putih juga merupakan simbol kesucian. Begitu pula dengan kata “jambul” jika membayangkan seekor bebek dengan tonjolan (jambul) di kepalanya bebek tersebut seakan akan menggunakan sebuah mahkota, jadi saya bisa ibaratkan jambul tersebut adalah mahkota, mahkota merupakan suatu benda yang di kenakan oleh pemimpin-pemimpin kerajaan sebagai tanda dialah yang berkuasa. Mahkota diletakkan di kepala itu mengisyaratkan bahwa mahkota diletakkan di tempat yang paling tinggi pada bagian tubuh pemakainya, tidaklah mungkin menggunakan mahkota di lengan ataupun di pantat pastilah di atas kepala. Selain itu seorang yang menggunakan mahkota pastilah bukan sembarang orang pasti ia merupakan orang yang sudah dianggap memiliki kemampuan dan dianggap lebih dari yang lain, jadi dari kata jambul tersebut dapat mengisyaratkan seseorang yang sudah diakui dan dipercayai sebagai orang yang dianggap mampu karena memiliki kemampuan yang lebih.
Maka, dari kata bebek putih jambul makna yang kami dapat yakni, seseorang yang benar-benar suci baik lahir maupun batin yang tentunya sudah di akui oleh banyak orang baik itu sudah diupacarai didiksa dan sebagainya.
Makeber Ngaja Nganginang
Dari penggalan baris kedua yakni Makeber Ngaja Nganginang ketiganya merupakan diksi dan plastik bahasa. Yang perlu dicari maknanya. Dari penggalan baris yang kedua terdiri dari tiga kata yakni makeber, berasal dari kata keber mendapat prefiks ma- dimana mengubah makna dari adjektiva ke verba. Kata kedua yakni ngaja dan kata ke tiga yakni nganginanag. Jika dilihat dari nilai-nilai dalam puisi yang terdapat dalam penggalan puisi dari baris kedua Makeber Ngaja Nganginang  yakni;
Nilai logikanya yakni pada yang disebutkan pada baris pertama yakni Bebek Putih Jambul dan dilanjutkan dengan Baris ke dua yakni Makeber Ngaja Nganginang, jadi jika kita bayangkan seekor bebek yang mampu untuk terbang menuju arah timur laut. Yang mengganjar dari kedua baris tersebut ditinjau dari logikanya yakni bebek makeber, secara logika tidak ada bebek yang mempunyai kemampuan untuk terbang.
Nilai Agama dari baris kedua tersebut yang saya soroti yakni kata kedua dan ke tiga yakni “kaja kangin” dimana kaja kangin merupakan tempat dimana berstananya dewa sambhu, begitu pula di setiap pekarangan rumah sebelah kaja kangin (timur laut) pastilah ada tempat yang disucikan oleh umat hindu yakni adanya sanggah atau mrajan.
Dari segi image yang kami dapatkan dari kalimat Makeber Ngaja Nganginang yakni seekor bebek yang terbang menuju arah timur laut. Namun bukan itu image yang dituangkan oleh pengarang melainkan sesosok orang suci yang sedang melakukan perjalanan untuk mencari dharma. Dari segi rima kalimat mekeber ngaja nganginang terdiri dari 2 euponi dan 1 cacaphoni, yang melambangkan baris tersebut menggambarkan suasana riang gembira, kesucian dan kebahagiaan.
Jika dilihat melalui kata tersebut makna yang kami dapat yakni seorang yang suci dalam hal ini “bebek putih jambul” yang melakukan perjalanan, perkelanaan, pengembaraan “makeber” menuju kaja kangin, arti dari kaja kangin tersebut tidak lain adalah merajan karena dimanapun sebelah kaja kangin adalah merajan, mempunyai makna bahwa orang suci tersebut melakukan perjalan untuk memperoleh dharma yang didasarkan pada hati suci (bersih) agar dapat mencapai kesempurnaan yakni bersatu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Neked Kaja Kangin
Ditu Tuun Jak Makejang
Baris ketiga pada kata neked kaja kangin yakni Neked Kaja Kangin ketiganya merupakan the conkret word, karena menggambarkan sutu tempat arah mata angin yang nyata yakni timur laut. Dimana kata tersebut merupakan kata yang mendukung makna pada baris yang selanjutnya. Sedangkan pada baris keempat yakni Ditu Tuun Jak Makejang merupakan diksi dan plastik bahasa, yang mempunyai makna : dari nilai logikanya ada segerombolan bebek yang telah mencapai tempat sebelah timur laut dan disana turun bersama- sama, namun makna dari baris keempat ini mempertegas baris ke ketiga yakni makeber ngaja nganganginang, neked kaja kangin ditu tuun jak makejang, mempunyai makna dimana sebuah pengelanaan yang dilakukan oleh orang suci yang telah mampu mencapai keinginannya mampu bertemu dengan Ida Sang Hyang Widhi, serta mendapatkan anugrah dan sudah mencapai moksa. Kita harus menegakkan dharma dengan menyucikan diri.
Dari segi image yang kami dapatkan dari kalimat tersebut yakni setelah bebek itu sampai di timur laut kemudian turun disana secara bersama-sama. Namun bukan itu image yang dituangkan oleh pengarang melainkan sesosok orang suci yang telah mendapatkan dharma. Dari segi rima kalimat Neked Kaja Kangin terdiri dari 2 euponi dan 1 cacaphoni, yang menggambarkan suasana riang gembira, kesucian dan kebahagiaan. Ditu Tuun Jak Makejang terdiri dari 2 euponi dan 2 cacaphoni, yang menggambarkan suasana riang gembira. Karena dilihat dari penggalan kalimat tersebut cenderung ke makna euphoni.
Briak Briuk Masileman
Pada baris kelima gending tersebut terdapat kalimat Briak Briuk Masileman, ini merupakan diksi dan plastik bahasa, yang perlu dicari makna sesungguhnya. Dari segi niilai logika jika bayangkan kata briak briuk merupakan suatu kebersamaan, dan ditambah dengan kata sebelumnya yakni terdapat kata bebek, pastilah bebek dalam kelompok yang amat banyak berjalan menimbulkan suatu keharmonisan yang enak dipandang. Itu juga merupakan nilai estetika karena menimbulkan suatu keindahan, nilai etikanya terdapat pada kebersamaan dari hewan bebek tersebut yang tidak saling mendahului namun mengutamakan kebersamaan dan kadang bebek perlu ditiru dalam kehidupan sehari hari khususnya dalam mengantri yang tidak saling mendahului.
Baris yang terakhir dari penggalan gending rare ini adalah briak briuk masileman dapat di artikan kebersamaan yang harmonis untuk nyilem dalam hal ini nyilem bisa juga disebut mandi yang artinya membersihkan dan menyucikan diri secara bersama-sama agar dapat mencapai dharma dan moksa.
Kesimpulan metode
Bebeke putih jambul
Makeber ngaja nganginang
Neked kaja kangin
Ditu tuun jak makejang
 Briak briuk masileman
Dari segi ritem gending rare bebeke putih jambul tersebut, menggunakan ritem gending rare dimana gending tersebut dilantunkan dengan lagu dikalangan anak-anak untuk mengisi waktu bermainnya. Gending rare ini memiliki kata-kata yang sederhana namun memiliki makna yang mendalam.
Dari gending rare tersebut dapat kami simpulkan makna yang terkandung dalam gending rare tersebut yakni : Kita sebagai manusia yang memilki akal dan memiliki budi pekerti tentunya juga beragama kita harus dapat mentauladani sosok orang suci yang mampu mencapai moksa atau dharma yang utama. Didalam melakukan pensucian dan pembersihan dikatakan bahwa stula sasira (badan kasar) manusia dibersihkan oleh air, suksma sarira (badan halus) dibersihkan oleh kebijaksanaan dan dharma. Kesucian hati menyebabkan seseorang memperoleh kebahagiaan, menghacurkan kejahatan dan perbuatan jahat. Orang yang memiliki kesucian hati mencapai sorga dan bila berpikir jernih dan suci maka kesucian akan mengelilingi kita. Ini disebutkan pada kitab Rgveda yakni :
“Suddha asirvan mamattu.”
                                                                           Rgveda VIII. 95. 7
Artinya :
“Orang yang suci dan diberkahi selalu berbahagia.”
“Suddho vrtrani jighnase.”
                                                                           Rgveda VIII. 95.9
Artinya :
“Tuhan Yang Maha Esa yang suci menghancurkan kejahatan dan perbuatan jahat.”
Disebutkan pula pada kitab Atharvaveda yakni.
“Sucayah sucim api yanti lokam.”
                                                                           Atharvaveda IV. 34. 2
Artinya :
“Orang-orang yang suci pergi ke sorga (kahyangan)”
“Sarva pavitra vitata-adhyasmat
                                                                           Atharvaveda IV. 124. 3
Artinya :
“Semua hal (benda) yang suci mengelilingi kita.”
Kita hendaknya menyucikan diri dengan memegang teguh kebenaran disetiap kita berpikir, berkata dan bertindak yang disebutkan dalam ajaran agama hindu yakni tri kaya parisuda. Seperti disebutkan dalam kitab Sarasamuscaya sloka 73 yakni :
“Manasa trividham caiva vaca caiva caturvinham
Kayena trividham capi dacakarma pathaccaret.”
Artinya :
“Adalah karmapatha namanya, yaitu pengendalian hawa nafsu, sepuluh banyaknya yang patut dilaksanakan, perinciannya; gerak pikiran, tiga banyaknya; prilaku perkataan, empat jumlahnya; gerak tindakan; tiga banyaknya; jadi sepuluh banyaknya; jadi sepuluh banyaknya, perbuatan yang timbul dari gerakan badan, perkataan dan pikiran; itulah patut diperhatikan.”
Bahwasannya sebagai manusia yang berbudi luhur, melaksanakan ajaran tri kaya parisuda yakni manacika yaitu berpikir yang baik dan benar berdasarkan dharma, wacika yaitu berkata yang baik dan berdasarkan ajaran dharma, kayika yaitu berprilaku yang sesuai dengan ajaran dharma. Maka dari itu kita menyucikan diri dengan dharma, karena darma juga dapat melebur segala kekotoran, dosa dalam diri, agar mampu mencapai kesucian dan dapat mencapai dharma yang utama. Jadikan dharma sebagai landasan kehidupan kita, agar dapat mencapai kebenaran yang sejati yaitu bersatunya atma dengan brahman, atau dengan kata lain moksatam jagatdita ya caiti dharma. Yang merupakan tujuan dari ajaran agama yaitu bisa bersatu dengan Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa). Bahwasannya dengan dharma seseorang memperoleh kebahagiaan yang sejati. Seperti dikatakan pada kitab Sarasamuscaya sloka 18.
“Dharmah sada hitah pumsam dharmascaivasrayah satam,
Dharmallokastrayastata pravrttah sacacarah”
Artinya :
“Dan keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi yang melaksakannya; lagipula dharma itu merupakan perlindungan orang yang berilmu; tegasnya hanya dharma yang dapat melebur dosa triloka atau jagad tiga.”
Disebutkan pula pada kitab Sarasamuscaya Sloka 34.
“Eko dharmmah param creyah ksamaika santicucyate
Vidyaika parama tustirahisaika sukhavaha.”
Artinya :
Hanya dharma dikatakan merupakan kebenaran dan kewibawaan; hanya ketentraman perasaan hati merupakan ketahanan terhadap panas dan dingin, yang dapat dijadikan obat pelebur dosa dan pemusnahan kedukaan hati; sesungguhnya samyagjnana (kebenaran-kebenaran) patut dicamkan, ilmu pengetahuan dan keyakinan anada akan keadaan yang hakiki itu merupakan tujuan yang utama yang membahagiakan, sedangkan ahimsa : tidak membunuh-bunuh dan tidak kerasukan marah, itulah kebahagiaan yang nyata namanya.”
Dari bunyi sloka tersebut dikatakan bahwa hanya dharma yang dapat melebur dosa dan menyucikan pikiran.  Sehingga manusia dapat mendapatkan kebahagiaan atau mencapai moksatam jagatdita ya caiti dharma.

2.5  Telaah Menggunakan Pendekatan Hakikat Puisi                  
Bebeké putih jambul
Makeber ngaja nganginang
Neked ngaja kangin
Ditu tuun jak makejang
Briak briuk masileman
Tema yang terdapat dari gending raré tersebut, menurut kami adalah kesucian dharma. Karena setelah mentelaahnya, gending raré tersebut mengandung makna tentang seorang orang suci yang melakukan perjalanan untuk mendapatkan dharma dan menyucikan diri. Ini ditemukan dari kalimat bebeké putih jambul yang bermakna seorang orang suci dan briak briuk masileman untuk melakukan pembersihan diri untuk memperoleh kesucian.
Nada yang terdapat dari gending raré tersebut yakni sang pengarang bersikap bijaksana. Sang penyair disini memberikan wejangan-wejangan suci melalui kata yang terdapat pada gending raré tersebut. Bila dilihat dari musikalitas gending itu, mengandung unsur euphoni, yakni huruf vocal pada akhir kalimat tersebut dominan menggunakan huruf vocal yaitu é, a, dan i. Dan bila dinyanyikan, menyanyikannya dilakukan dengan rasa riang gembira.
Feeling yang terdapat pada gending tersebut yakni dalam gending raré ini dapat dirasakan seorang orang suci melakukan perjalan untuk mencapai dharma dan kesucian serta diikuti oleh masyarakat atau umat manusia yang melakukan suatu pembersihan untuk mendapatkan kesucian.
Amanat yang terdapat pada gending tersebut yakni berupa pesan agama. Dimana dalam gending tersebut kita diajak untuk melakukan pembersihan diri dengan memegang teguh ajaran dharma baik dalam berpikir, berkata dan berbuat sehingga dapat mencapai moksatam jagadhita ya caiti dharma.
  
BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
Dari hasil telaahan yang kami lakukan makna yang terdapat pada gending rare tersebut adalah seorang orang suci yang melakukan perjalan untuk mencapai moksa dengan melaksanakan ajaran dharma dan didasarkan pata hati suci (keneh suci ning nirmala). Yang diikuti oleh umat manusia untuk dapat bersatu dengan Tuhan dengan melakukan pembersihan untuk memperoleh kesucian dan menjalankan ajaran dharma. Sekarang ini kita menggambarkan orang suci itu adalah Ida Padanda sebagai pemulun umat yang memberikan pencerahan agama kepada umat manusia, sehingga tidak dalam kegelapan.
3.2  Saran-saran
Apabila melakukan telaahan pada karya sastra khususnya berupa gending rare perlu memperhatikan hakikat dan metode puisi atau gending rare. Sehingga dapat memperoleh hasil telaahan yang maksimal.


 DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar